Oleh : Marthias Pandoe
Pada suatu malam saya
bermimpi bertemu putra terbaik Indonesia Mohammad Hatta. Waktu itu, saya
lihat Bung Hatta berpakaian necis, tampan dan rapi. Terkesan seorang
yang taat beragama dan penuh disiplin.
Lalu, saya ingat apa yang pernah saya
dengar garah-garah teman akrab beliau Ir Soekarno yang sama-sama
memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Joke
tersebut, katanya beliau bersama Bung Hatta dan seorang gadis naik mobil
keliling kota.
Pada satu tempat ban mobil ini pecah,
namun tidak punya ban serap. Lantas sang sopir ditemani Bung Karno pergi
mengupahkan menempel ban. Hatta dengan gadis tadi ditinggal. Berdua
dalam mobil. Sekembalinya menempel ban, didapati Bung Hatta tertidur
pulas. Begitu pula si gadis, tertidur tapi tempatnya berjauhan duduk.
Artinya, tidak bersinggungan sedikit pun.
Begitulah sifat Bung Hatta, tidak
tergiur dengan seorang gadis. Waktu merantau sekolah di Negeri Belanda,
banyak gadis Eropa terpikat, namun beliau tidak acuh. Benarlah apa yang
pernah saya dengar, Bung Hatta bertekad tidak akan kawin sebelum
Indonesia merdeka. Memang beliau termasuk orang yang terlambat kawin.
Nikah dalam berusia 43 tahun dengan Rahmi gadis Sunda turunan Aceh.
Punya tiga putri Meuthia, Gemala dan Halida. Nikah setelah Indonesia merdeka.
Baru saja diangkat jadi Wakil Presiden, tanggal 3 November 1945, beliau mengeluarkan maklumat boleh mendirikan partai-partai sebagai alat perjuangan. Dalam mimpi itu, Beliau menyatakan kekecewaan besar karena koperasi yang diidamkannya tidak muncul secara baik. Ekonomi kerakyatan berbasis pada koperasi. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, wadah ekonomi rakyat.
Baru saja diangkat jadi Wakil Presiden, tanggal 3 November 1945, beliau mengeluarkan maklumat boleh mendirikan partai-partai sebagai alat perjuangan. Dalam mimpi itu, Beliau menyatakan kekecewaan besar karena koperasi yang diidamkannya tidak muncul secara baik. Ekonomi kerakyatan berbasis pada koperasi. Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, wadah ekonomi rakyat.
Koperasi mengumpulkan modal dari uang tanda anggota
dan iuran siapa saja tiap bulan. Namun, dewasa ini nyaris tidak ada
koperasi yang cemerlang. Tirani penguasa yang menyeleweng, menimbulkan
kemerosotan ekonomi. Koperasi menonjolkan kemakmuran masyarakat, bukan
kemakmuran orang seorang.
Anggota koperasi tidak pilih bulu, mulai
orang miskin sampai yang kaya kota atau di kampung. Secara berjamaah
mereka beriur. Koperasi kumpulan rakyat berasas kekeluargaan, sekali
setahun dihitung laba-rugi. Pasti memperoleh laba. Lalu, keuntungan
dibagi dan dinikmati anggota. Pernah ada perlombaan untuk memilih
koperasi teladan, tapi setelah pengurusnya dapat hadiah, piala dan sertifikat
dari pemerintah, tidak beberapa saat kemudian koperasi hebat itu,
lenyap tidak tentu rimbanya. Pengurus yang bertanggung jawab,
lengah-lengah saja.
Bung Hatta tahun 1953 diberi gelar Bapak
Koperasi. Beliau mengharap sistem ekonomi dengan koperasi menggantikan
sistem ekonomi sosialis/komunis dan kapitalis, yang pada hakikatnya melakukan
penindasan yang tidak kenal ampun. Koperasi alternatif terbaik untuk
sistem ekonomi yang demokratis. Ia merupakan sokoguru perekonomian
nasional. Koperasi menonjolkan kemakmuran
Dalam mimpi saya itu, beliau sangat
murka pada kenyataan yang terjadi. Banyak pejabat secara berjamaah
melakukan korupsi yang merugikan negara. Mereka tega menghidupi
anak-isteri dengan uang haram yang akan jadi darah daging. Negeri-negeri
Eropa, bahkan Amerika di mana sistem kapitalis cukup marak selama ini,
kini mulai membenci sistem ekonomi tersebut. Ini mungkin dibalut oleh
krisis ekonomi global yang tak terbendung.
Sampai bulan Agustus 2011 lalu, Hatta
proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), jika masih hidup
berusia sekitar satu abad 9 tahun. Lahir 12 Agustus 1902 bersetujuan
dengan tanggal 7 Jumadil Awal 1329 Hijriah di Bukittinggi, meninggal di
Jakarta 14 Maret 1980, dan dimakamkan di perkuburan umum Tanah Kusir,
Kebayoran Baru. Wafat dalam usia 77 tahun, tujuh bulan dan tujuh hari.
Walau cara hidup Hatta ekonomis, tetapi
dia adalah seseorang yang suka memberi sesuatu kepada orang yang
memerlukan. Ketika dipenjarakan di Glodok Jakarta, sekitar tahun 1934,
Hatta banyak diberi orang pakaian, lebih-lebih dari saudagar orang awak
Waktu dipindah ke Boven Digoel, sebagian besar pakaian itu diberikan
kepada tahanan lainnya. Padahal tempat pembuangan itu sangat jauh dari
keramaian dan sarang malaria.
Sebelum ke Digoel, Hatta disekap dulu
dalam sel kantor polisi Jakarta. Selnya sempit tanpa diberi tikar tidur.
Tidur di atas lantai semen. Meski punya mamak (paman) orang berada,
namun masa mudanya Hatta penuh perjuangan, tidak seperti sebagian
mahasiswa sekarang, pergi kuliah pakai mobil bagus dan hidup bergelimang
mewah. Banyak pemimpin/penghuasa punya 3-4 mobil pribadi, termasuk
untuk anak-istri dan pembantu rumah tangga. (*)
[ Red/ ]
as Pandoe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar