Senin, 09 Januari 2012

Marsinggo - Bermimpi Bertemu Bung Hatta


Oleh : Marthias Pandoe
Pada suatu malam saya bermimpi bertemu putra terbaik Indonesia Mohammad Hatta. Waktu itu, saya lihat Bung Hatta berpakaian necis, tampan dan rapi. Terkesan seorang yang taat beragama dan penuh disiplin.
Lalu, saya ingat apa yang pernah saya dengar garah-garah teman akrab beliau Ir Soekarno yang sama-sama memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Joke tersebut, katanya beliau bersama Bung Hatta dan seorang gadis naik mobil keliling kota.
Pada satu tempat ban mobil ini pecah, namun tidak punya ban serap. Lantas sang sopir ditemani Bung Karno pergi mengupahkan menempel ban. Hatta dengan gadis tadi ditinggal. Berdua dalam mobil. Sekembalinya menempel ban, didapati Bung Hatta tertidur pulas. Begitu pula si gadis, tertidur tapi tempatnya  berjauhan duduk. Artinya, tidak bersinggungan sedikit pun.
Begitulah sifat Bung Hatta, tidak tergiur dengan seorang gadis. Waktu merantau sekolah di Negeri Belanda, banyak gadis Eropa terpikat, namun beliau tidak acuh. Benarlah apa yang pernah saya dengar, Bung Hatta bertekad tidak akan kawin sebelum Indonesia merdeka. Memang beliau termasuk orang yang terlambat kawin. Nikah dalam berusia 43 tahun dengan Rahmi gadis Sunda turunan Aceh.
Punya tiga putri Meuthia, Gemala dan Halida. Nikah setelah Indonesia merdeka.
Baru saja diangkat jadi Wakil Presiden, tanggal 3 November 1945, beliau mengeluarkan maklumat boleh mendirikan partai-partai sebagai alat perjuangan. Dalam mimpi  itu, Beliau menyatakan kekecewaan besar karena koperasi yang diidamkannya tidak muncul secara baik. Ekonomi kerakyatan berbasis pada koperasi.  Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, wadah ekonomi rakyat.
Koperasi  mengumpulkan modal dari uang tanda anggota dan iuran siapa saja tiap bulan. Namun, dewasa ini nyaris tidak ada koperasi yang cemerlang. Tirani penguasa yang menyeleweng, menimbulkan kemerosotan ekonomi. Koperasi menonjolkan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang seorang.
Anggota koperasi tidak pilih bulu, mulai orang miskin sampai yang kaya kota atau di kampung. Secara berjamaah mereka beriur. Koperasi kumpulan rakyat  berasas kekeluargaan, sekali setahun dihitung laba-rugi. Pasti memperoleh laba. Lalu, keuntungan dibagi dan dinikmati anggota. Pernah ada perlombaan untuk memilih koperasi teladan, tapi setelah pengurusnya dapat hadiah, piala dan sertifikat dari pemerintah, tidak beberapa saat kemudian koperasi hebat itu, lenyap tidak tentu rimbanya. Pengurus yang bertanggung jawab, lengah-lengah saja.
Bung Hatta tahun 1953 diberi gelar Bapak Koperasi. Beliau mengharap sistem ekonomi dengan koperasi menggantikan sistem ekonomi sosialis/komunis dan kapitalis, yang pada hakikatnya melakukan penindasan yang tidak kenal ampun. Koperasi alternatif terbaik untuk sistem ekonomi yang demokratis. Ia merupakan sokoguru perekonomian nasional. Koperasi menonjolkan kemakmuran
Dalam mimpi saya itu, beliau sangat murka pada kenyataan yang terjadi. Banyak pejabat secara berjamaah melakukan korupsi yang merugikan negara. Mereka tega menghidupi anak-isteri dengan uang haram yang akan jadi darah daging. Negeri-negeri Eropa, bahkan Amerika di mana sistem kapitalis cukup marak selama ini, kini mulai membenci sistem ekonomi tersebut. Ini mungkin dibalut oleh krisis ekonomi global yang tak terbendung.
Sampai bulan Agustus 2011 lalu, Hatta proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), jika masih hidup berusia sekitar satu abad 9 tahun. Lahir 12 Agustus 1902 bersetujuan dengan tanggal 7 Jumadil Awal 1329 Hijriah di Bukittinggi, meninggal di Jakarta 14 Maret 1980, dan dimakamkan di perkuburan umum Tanah Kusir, Kebayoran Baru. Wafat dalam usia 77 tahun, tujuh bulan dan tujuh hari.
Walau cara hidup Hatta ekonomis, tetapi dia adalah seseorang yang suka memberi sesuatu kepada orang yang memerlukan. Ketika dipenjarakan di Glodok Jakarta, sekitar tahun 1934, Hatta banyak diberi orang pakaian, lebih-lebih dari saudagar orang awak Waktu dipindah ke Boven Digoel, sebagian besar pakaian itu diberikan kepada tahanan lainnya. Padahal tempat pembuangan itu sangat jauh dari keramaian dan sarang malaria.
Sebelum ke Digoel, Hatta disekap dulu dalam sel kantor polisi Jakarta. Selnya sempit tanpa diberi tikar tidur. Tidur di atas lantai semen. Meski punya mamak (paman) orang berada, namun masa mudanya Hatta penuh perjuangan, tidak seperti sebagian mahasiswa sekarang, pergi kuliah pakai mobil bagus dan hidup bergelimang mewah. Banyak pemimpin/penghuasa punya 3-4 mobil pribadi, termasuk untuk anak-istri dan pembantu rumah tangga. (*)
[ Red/ ]
as Pandoe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar