Tampilkan postingan dengan label negara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label negara. Tampilkan semua postingan
Selasa, 14 Januari 2014
Selasa, 24 Desember 2013
Selasa, 16 Juli 2013
Boediono di Antara Mega dan SBY
JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden ke-5 Republik IndSoekarnoputri, istri Taufiq Kiemas, tiba di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, bersama pesawat yang membawa peti jenazah suaminya. Taufiq meninggal dunia setelah menjalani perawatan di sebuah rumah sakit di Singapura, Sabtu (8/6/2013) malam. Di bandara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono, dan para pejabat serta politisi telah menunggu kedatangan jenazah.
Megawati, yang tampak mengenakan baju hitam dan berkerudung putih, masih terlihat sesekali menyeka air matanya. Ia bersama rombongan keluarga langsung menuju Skuadron 17 Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Jenazah Taufiq akan disemayamkan dan dishalatkan oleh para pelayat yang hadir.
Mega pun menempati tempat duduk yang telah disediakan. SBY sempat menyalami Megawati, diikuti Boediono. Namun, keduanya tak duduk berdampingan. Boediono duduk di antara Megawati dan Presiden SBY. Tak ada perbincangan antara Mega dan SBY. Namun, Mega sempat berbincang dengan Boediono.
Rencananya, Presiden SBY akan memimpin prosesi pemakaman di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Hubungan kedua pemimpin ini memang berlangsung dingin dalam sepuluh tahun terakhir. Taufiq, dalam beberapa kesempatan juga menggelar acara di MPR yang mempertemukan keduanya. Namun, tak terlihat hubungan yang cair antara Mega dan SBY.
Taufiq wafat, Sabtu (8/6/2013) malam, di Singapura, karena penyakit komplikasi yang selama ini dideritanya. Ia menjalani perawatan di rumah sakit di Singapura sejak Senin (3/6/2013).
Taufiq menjalani perawatan setelah mendampingi Wakil Presiden Boediono meresmikan Monumen Bung Karno dan Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur pada Sabtu (1/6/2013).
Ia meninggal dunia pada usia ke-70 tahun. Taufiq meninggalkan seorang istri Dyah Permata Megawati Setyawati atau Megawati Soekarnoputri dan tiga anak yakni Mohammad Rizki Pratama, Mohamad Prananda Prabowo, dan Puan Maharani Nakshatra Kusyala.
Megawati, yang tampak mengenakan baju hitam dan berkerudung putih, masih terlihat sesekali menyeka air matanya. Ia bersama rombongan keluarga langsung menuju Skuadron 17 Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Jenazah Taufiq akan disemayamkan dan dishalatkan oleh para pelayat yang hadir.
Mega pun menempati tempat duduk yang telah disediakan. SBY sempat menyalami Megawati, diikuti Boediono. Namun, keduanya tak duduk berdampingan. Boediono duduk di antara Megawati dan Presiden SBY. Tak ada perbincangan antara Mega dan SBY. Namun, Mega sempat berbincang dengan Boediono.
Rencananya, Presiden SBY akan memimpin prosesi pemakaman di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan. Hubungan kedua pemimpin ini memang berlangsung dingin dalam sepuluh tahun terakhir. Taufiq, dalam beberapa kesempatan juga menggelar acara di MPR yang mempertemukan keduanya. Namun, tak terlihat hubungan yang cair antara Mega dan SBY.
Taufiq wafat, Sabtu (8/6/2013) malam, di Singapura, karena penyakit komplikasi yang selama ini dideritanya. Ia menjalani perawatan di rumah sakit di Singapura sejak Senin (3/6/2013).
Taufiq menjalani perawatan setelah mendampingi Wakil Presiden Boediono meresmikan Monumen Bung Karno dan Situs Rumah Pengasingan Bung Karno di Ende, Nusa Tenggara Timur pada Sabtu (1/6/2013).
Ia meninggal dunia pada usia ke-70 tahun. Taufiq meninggalkan seorang istri Dyah Permata Megawati Setyawati atau Megawati Soekarnoputri dan tiga anak yakni Mohammad Rizki Pratama, Mohamad Prananda Prabowo, dan Puan Maharani Nakshatra Kusyala.
Rabu, 27 Juni 2012
Indonesia: Belum Negara Gagal, Tapi Lebih Dari Negara Lemah
In Politik, Sosial on June 25, 2012 at 5:59 AM
KETIKA The Fund For Peace melalui majalah Foreign Policy mempublikasikan
daftar negara dengan indeks kegagalan negara, sejumlah pejabat
pemerintahan Indonesia bereaksi sengit. Menteri Koordinator Perekonomian
RI Hatta Rajasa mengatakan di Rio de Janeiro (21 Juni), bahwa
keberadaan Indonesia dalam daftar itu belum berarti Indonesia adalah
negara gagal. Mekanisme defensif sang calon Presiden 2014 –menurut versi
PAN– itu pun langsung terpicu. Ia secara refleks menciptakan ‘kambing
hitam’, yakni pers dan para pengamat yang terlalu gampang
menjelek-jelekkan pemerintah dan negaranya sendiri di luar negeri.
Padahal, kriteria penentuan indeks itu sepanjang yang bisa diketahui
samasekali tak bersandar kepada opini yang tercipta oleh para pengamat.
Menteri SBY ini rupanya sudah terbiasa dengan politik pencitraan
sehingga segala sesuatunya juga diukur dalam tabiat pencitraan itu.

Sementara itu, Julian Aldrian Pasha, jurubicara Presiden, yang
sedikit banyak punya latar belakang akademis, mencoba mempersoalkan
apakah indikasi-indikasi kegagalan negara yang diolah dari data mentah
(pengamatan/penelitian) adalah indikasi yang stabil dan tanpa distorsi?
Sepanjang menyangkut Somalia dan Sudan misalnya, ia sepakat. Tetapi
tidak sepakat bila itu dikenakan kepada Indonesia.
Sebenarnya memang, daftar yang dibuat lembaga kajian AS itu bukan daftar negara gagal, melainkan daftar Indicators of Instability, yaitu daftar ranking negara berdasarkan indikator ketidakstabilan di berbagai bidang: Mulai dari sosial-ekonomi sampai keamanan dan politik serta kemampuan pemerintah. Makin kecil angka urutannya, negara bersangkutan makin berpotensi untuk menjadi negara gagal dan selanjutnya mungkin menjadi negara runtuh.

MEMERANGI
SINDROM NEGARA GAGAL. “Terjadinya negara gagal bukan suatu kebetulan
atau kecelakaan, tapi ulah manusia. Kebijakan dan kesalahan elite
kepemimpinan telah menghancurkan negara”. “Jika krisis multidimensi di
Indonesia masih berlangsung hingga 5 tahun ke depan, tak tertutup
kemungkinan negeri ini pun terjerumus dari negara lemah menjadi negara
gagal”.
Sebenarnya memang, daftar yang dibuat lembaga kajian AS itu bukan daftar negara gagal, melainkan daftar Indicators of Instability, yaitu daftar ranking negara berdasarkan indikator ketidakstabilan di berbagai bidang: Mulai dari sosial-ekonomi sampai keamanan dan politik serta kemampuan pemerintah. Makin kecil angka urutannya, negara bersangkutan makin berpotensi untuk menjadi negara gagal dan selanjutnya mungkin menjadi negara runtuh.
Langganan:
Postingan (Atom)