Tampilkan postingan dengan label minyak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label minyak. Tampilkan semua postingan

Kamis, 15 Agustus 2013

GMKN Desak Pemerintah Bubarkan SKK Migas



Metrotvnews.com, Jakarta: Gerakan Menegakkan Kedaulatan Negara atau GMKN mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membubarkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) serta merevisi UU terkait sumber daya alam Indonesia agar sesuai Pasal 33 UUD 1945. Menurut Koordinator GMKN Din Syamsuddin, pembubaran berdasarkan masifnya tindakan korupsi di sektor migas.

"Mendesak Presiden SBY membubarkan SKK Migas yang hanya merupakan bentuk lain dari BP Migas yang sudah dibubarkan berdasarkan putusan MK," kata Din Syamsuddin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/8).

Din bertanya-tanya mengapa Presiden SBY mengganti baju BP Migas menjadi SKK Migas yang ternyata penuh korupsi. Jika pemerintah memiliki good will dan political will memberantas korupsi, maka segera bubarkan SKK migas dan bentuk UU baru.

"Pemerintah juga harus bersungguh-sungguh, baik Menteri ESDM maupun presiden agar blok migas yang sudah habis masa waktunya seperti blok Siak tahun ini, blok Mahakam tahun 2017 yang sudah dinikmati oleh pihak asing sekitar 50 tahun, agar segera ditarik untuk dikelola negara," ujar dia.

Untuk Blok Mahakam, GMKN menengarai pemerintah melalui Kemen ESDM secara diam-diam memperpanjang Blok Mahakam kepada Total Indonesia. Pemerintah juga harus mengusut perusahaan pertamina di Singapura, Petral, yang diduga merugikan negara.

"Peristiwa ini agar dijadikan momentum mawas diri, terutama oleh pemerintah. Jangan main-main dengan dunia migas, SDA anugerah Allah SWT ini. Maka GMKN menghimbau masyarakat luas agar menyampaikan informasi tentang praktek korupsi, penyimpangan mafia migas kepada kami untk diteruskan ke KPK," tutur Din.

Selain itu GMKN mendukung KPK memberantas korupsi di Sektor Migas yang telah merugikan rakyat sampai ke akar dan pucuknya. Mendukung KPK memberantas mafia Migas dan menangkap para pelakunya. GMKN mendesak pemerintah, presiden, DPR segera membahas, membentuk dan mengesahkan UU migas baru sesuai konstitusi dan mencerminkan kedaulatan negara.(Raja Eben L)

Editor: Willy Haryono

Rabu, 14 November 2012

BP Migas Bubar, Pemerintah Harus Segera Buat Aturan



JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Budiman Sujatmiko menyatakan setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan uji materi Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Menurut Budiman, pembubaran tugas dan wewenang BP Migas ini merupakan langkah yang tepat karena selama ini BP Migas dinilai tidak memperlihatkan dukungan kepada perusahaan minyak dan gas dalam negeri.

"Secara otomatis, putusan MK tersebut membubarkan tugas dan wewenang BP Migas. Ini merupakan langkah yang tepat bila melihat keberadaan BP Migas selama ini tidak memperlihatkan dukungan kepada perusahaan minyak dan gas dalam negeri,” ujarnya kepada Kompas.com via BlackBerry Messenger, Rabu (14/11/2012).

Budiman mengungkapkan, hampir seluruh kontrak blok produksi diberikan kepada perusahaan minyak dan gas asing, seperti blok Mahakam pada waktu lalu. Hal ini juga akan terjadi pada kontrak migas yang masih berjalan atau yang akan berakhir serta juga yang terkait dengan negosiasi kontrak yang sedang berlangsung di BP Migas. Dengan demikian, kepastian hukum oleh pemerintah dibutuhkan saat ini.

Menurutnya, dalam menghadapi persoalan ini, pemerintah harus tegas menunjukkan keberpihakan pada kedaulatan energi bangsa dengan cara tidak perlu mempertahankan lagi kontrak-kontrak pertambangan migas yang akan berakhir dan menegosiasikan kembali kontrak yang sedang berjalan.

Seperti diketahui, MK memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Menurut MK, pasal-pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.
Mahkamah Konstitusi menilai, UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili pemerintah, dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas, bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.

Karena itu, Budiman menyatakan, pemerintah harus segera membuat aturan hukum untuk mengisi kekosongan hukum terkait pengaturan mengenai kewenangan unit minyak dan gas agar tidak ada kegaduhan di dalam pengelolaan minyak dan gas yang saat ini sedang berjalan.

Ini blok migas yang disarankan tidak perlu diperpanjang kontrak.
-    Blok Siak (operator PT Chevron Pasific Indonesia, CPI) habis kontrak 2013.
-    Gebang (Pertamina-Costa) habis kontrak pada 2015.
-    Blok Mahakam (Total), ONWJ (PHE), Attaka (Inpex), dan Lematang (Medco) habis kontrak pada 2017.
-    Tuban (Pertamina-Petrochina), Ogan Komering (Pertamina-Talisman), North Sumatra Offshore B (Exxon Mobil), Southeast Sumatra(CNOOC), Tengah (Total), NSO Extention (ExxonMobil), Sanga-Sanga (Vico Indonesia), dan West Pasir dan Attaka (CPI), habis kontrak pada 2018.
-    Bula (Kalrez Petrolum), Seram Non Bula (Citic), Pendopo dan Raja (Pertamina-Golden Spike), dan Jambi Merang (JOB Pertamina-Hess) habis kontrak pada 2019.
-    South Jambi B (ConocoPhilips), Malacca Strait (Kondur Petroleum), Brantas (Lapindo), Salawati (Pertamina-Petrochina), Kepala Burung Blok A (Petrochina), Sengkang (Energy Equity), dan Makassar Strait Offshore Area A (Chevron Indonesia Company) habis kontrak pada 2020.
-    Blok Rokan (CPI), Bentu Sengat (Kalila), Muriah (Petronas), dan Selat Panjang (Petroselat) pada 2021.

Senin, 26 Maret 2012

Harga BBM Naik? Nasionalisasi Saja Kompeni2 Minyak Asing!

by A Nizami


Jihad bukan cuma perang. Tapi juga ekonomi. Jangan biarkan sepeser pun uang, minyak, dsb jatuh ke tangan kafir harbi seperti AS dan Israel:
Harga BBM naik lagi mengikuti harga New York?
Nasionalisasi saja perusahaan2 migas asing seperti Chevron, Exxon, dsb agar rakyat Indonesia makmur!
Arab Saudi sebelumnya diporoti perusahaan minyak AS: Aramco (Arabian American Oil Company) sehingga miskin dan melarat. Namun Raja Faisal menasionalisasinya di tahun 1974. Saudi pun makmur. Namun tahun 1975 Raja Faisal ditembak.
Soal uang, karena kita punya migas ya punyalah. Tinggal jual saja. Contoh produksi kita 1 juta BPH (Sebetulnya bisa 4x lipat jika tak ditipu). Setahun 360 juta BPH. 1 Brl=US$100, maka setahun Indonesia dapat US$ US$ 36 milyar cuma dari minyak. Belum gas. Total bisa US$ 70 milyar PER TAHUN. Jika produksi sendiri dan tak ditipu, bisa lebih antara US$ 140-280 milyar/tahun. Contohnya saat KSA menasionalisasi perusahaan minyaknya, mereka langsung kaya. Padahal sebelumnya miskin.
Exxon cuma menuntut US$ 12 milyar untuk ganti asetnya di Venezuela. Ternyata Arbitrase Internasional menaksir hanya US$ 907 juta. Kurang dari 1/13. Jadi mereka memang biasa menipu. Silahkan baca: http://internasional.kompas.com/read/2012/01/04/07205958/Venezuela.Menang.Lawan.ExxonMobil Kalau migas dan kekayaan alam Indonesia dikuasai Kompeni, Rakyat Indonesia akan melarat terus seperti tikus yang kelaparan di lumbung padi.
Silahkan baca:
http://infoindonesia.wordpress.com/2009/06/30/selama-kekayaan-alam-dirampok-asing-indonesia-akan-terus-miskin/
Referensi:

Venezuela Menang Lawan ExxonMobil

CARACAS, KOMPAS.com - Pemerintah Venezuela, Senin (2/1), mengatakan akan membayar perusahaan ExxonMobil sebesar 255 juta dollar AS sebagai ganti rugi untuk aset-aset yang dinasionalisasi. Jumlah itu kurang dari sepertiga dari yang diputuskan lembaga arbitrase.
Perusahaan minyak negara Petroleos de Venezuela SA (PDVSA) menyatakan, utang Exxon dan tindakan pengadilan mengurangi apa yang harus dibayar berdasarkan putusan Mahkamah Kamar Dagang Internasional (ICC). ICC sebelumnya memutuskan, Pemerintah Venezuela harus memberi ganti rugi sebesar 907 juta dollar AS kepada ExxonMobil.
PDVSA mengatakan, ExxonMobil sebelumnya telah meminta pengadilan internasional membekukan rekening Pemerintah Venezuela di bank Amerika Serikat sekitar 300 juta dollar AS. ExxonMobil juga mempunyai utang sebesar 191 juta dollar AS yang berhubungan dengan pendanaan sebuah proyek minyak di Venezuela, serta 160,6 juta dollar yang menurut mahkamah arbitrase menjadi piutang PDVSA.
Perusahaan minyak negara Venezuela itu menyebut keputusan ICC sebagai sebuah ”pembelaan yang berhasil”. Apalagi, semula ExxonMobil menuntut ganti rugi sekitar 12 miliar dollar AS sambil mengupayakan dua klaim kepada badan arbitrase internasional.
ExxonMobil sendiri tidak mempermasalahkan angka yang akan dibayar Venezuela. Perusahaan minyak AS itu mengatakan, mahkamah arbitrase itu telah mengurangkan 160,6 juta dollar utang Exxon pada jumlah ganti rugi itu.
”Sisa 746,9 juta dollar bisa dibayar melalui kombinasi dari sekitar 305 juta dollar dana PDVSA yang telah dibekukan untuk keperluan itu oleh pengadilan New York, pembatalan utang proyek tambahan ExxonMobil oleh PDVSA, dan pembayaran tunai tambahan,” kata juru bicara ExxonMobil, Patrick McGinn, lewat surat elektronik.
Kemenangan
Pembayaran 255 juta dollar itu jauh lebih kecil dari ganti rugi 12 miliar dollar yang diminta Exxon, dan merupakan kemenangan besar bagi Presiden Venezuela Hugo Chavez. Hal ini bisa memotivasi negara-negara penghasil minyak dalam pertikaian soal nasionalisasi dengan perusahaan minyak internasional.
Namun, Exxon masih bisa memperoleh pembayaran lebih besar karena perusahaan itu mengajukan kasus terpisah terhadap Venezuela di hadapan mahkamah arbitrase Bank Dunia. Kedua kasus itu berkenaan dengan nasionalisasi proyek Cerro Negro di daerah Orinoco, Venezuela, salah satu cadangan minyak mentah terbesar dunia.
Putusan pekan ini mengenai ganti rugi bagi ExxonMobil itu dibuat oleh mahkamah ICC yang berbasis di Paris. ICC tidak membuka putusan arbitrasenya kepada publik sehingga sedikit sekali petunjuk mengenai kriteria di belakang penilaian itu. Exxon mengatakan masih mengkaji dokumen yang setebal 400 halaman itu.
”Putusan itu memperlihatkan PDVSA benar dalam meyakini, tuntutan ExxonMobil benar-benar berlebihan dan menetapkan pembayaran pada jumlah yang lebih rendah dari yang telah diklaim,” kata PDVSA, Senin, dengan menambahkan klaim awal Exxon ”tidak logis”.
September lalu, Venezuela mengatakan telah menawarkan Exxon ganti rugi sebesar 1 miliar dollar. Bulan lalu, Chavez mengatakan dia mau membicarakan ”sebuah kesepakatan yang bersahabat.” (Reuters/AP/AFP/DI)
Sumber :
Kompas Cetak

Sabtu, 07 Januari 2012

Marsinggo - Ada Krisis di Selat Hormuz, Presiden SBY Surati PBB

  
Sabtu, 7 Januari 2012 - 16:58 WIB
JAKARTA (Pos Kota) – Presiden SBY  mengirimkan surat kepada Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) agar mengambil langkah-langkah yang semestinya terkait situasi di Selat Hormuz yang tengah bergejolak.
Memanasnya situasi di selat yang memisahkan Iran dan Uni Emirat Arab ini dapat mengganggu kelancaran pasokan minyak bumi dari Timur Tengah.
“Ini semata-mata untuk perekonomian dunia, bangsa-bangsa, termasuk negara berkembang dan Indonesia sendiri yang berjuang meningkatkan pertumbuhannya,” Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal ini dalam bagian lain pengantarnya pada sidang terbatas kabinet di Kantor Presiden.
Kepala Negara menyatakan bahwa kalau terjadi sesuatu di Selat Hormuz maka akan terjadi gejolak luar biasa terhadap harga minyak bumi. “Mungkin kalau harga melonjak yang akan diuntungkan adalah negara-negara yang memproduksi minyak. Tapi negara negara berkembang yang tidak produksi akan dirugikan,” Presiden menambahkan. Oleh karena itu, Indonesia menyerukan agar semua pihak bisa menahan diri agar tidak terjadi sesuatu.
Perihal isu di kawasan Timteng lainnya, Presiden SBY juga memberikan atensi sungguh-sungguh tentang situasi ketegangan menyangkut program nuklir yang ada di Iran. Situasi ini telah memunculkan banyak spekulasi. Terkait hal ini Indonesia berpendapat isu itu dapat diselesaikan secara damai tanpa perlu aksi militer.
“Indonesia berpendapat seharusnya PBB dan International Atomic Agency (IAA) dapat berperan dan memberikan solusi yang baik akan hal itu,” kata SBY. “Tidak perlu secara eskalatif dan mendorong ke penggunaan kekuatan militer dari pihak manapun juga. Ini yang diharapkan oleh indonesia,” Presiden menegaskan, sebagaimana disiarkan laman presidenri.go.id.
Selat Hormuz merupakan satu-satunya jalur untuk mengirim minyak keluar Teluk Persia. Selat ini terletak di antara Teluk Oman dan Teluk Persia. (dms)
Bookmark and Share