Tampilkan postingan dengan label partai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label partai. Tampilkan semua postingan

Kamis, 22 Mei 2014

Anak Jokowi Heran Ayahnya Diserang Isu SARA



Kamis, 22 Mei 2014 15:33 WIB | Jafar Sodiq Assegaf/JIBI/Solopos |

Solopos.com, SOLO – Anak capres Jokowi, Kaesang Pengarep W. Sepertinya juga gerah dengan banyaknya rumor miring yang ditujukan kepada ayahnya. Anak bungsu Jokowi ini dalam akun facebooknya menulis curahan hati (curhat), mulai dari susahnya jadi anak capres hingga menyebut para pembuat gosip tak kreatif.

Baru-baru ini Kaesang menulis status facebook yang cukup menggelitik. Menanggapi isu SARA yang mendera bapaknya, Kaesang mengaku heran.



“Keturunan Cina??? Kalo keturunan cina knapa gw item?? #kreatifDikitygBikinGosip,” tulis Kaesang 20 April 2014 silam.

Kaesang memang jarang terlihat mengkampanyekan ayahnya. Sekilas Anda tak akan melihat atribut Jokowi di akun facebooknya. Hanya dalam kolom fanpage, dia menyukai dua laman ayahnya. Itu pun tanpa meninggalkan komentar.

Anak Jokowi ini belakangan memang galau soal kampanye hitam bapaknya. Dia merasa dalam posisi yang serba salah.



“Kalo di tanggapi disangkanya gak bisa ngontrol emosi, w diam aj disangka nya gak sayang sama ortu. w no commen di sangkanya gak peduli m bokap. #yg bikin berita gak kreatif bgt toh,” curhatnya.

Kaesang sekarang sedang menempuh studi di Singapura. Hidup jauh dari orang tua, menjadikan media sosial alat yang ampuh mengobati rasa kangennya.

Kaesang belakangan terlihat mengunggah sejumlah status soal orang tuanya. “Ibu, aku kangen” tulisnya. Yang menggelitik adalah statusnya saat curhat soal telepon kepada ayahnya. “Mau menelepon bapak sendiri kayak mau menelepon Obama.”

Kehidupan keluarga Jokowi memang jarang jadi pemberitaan. Jokowi menikah dengan Iriana Rabu 24 Desember 1986. Pasangan yang terpaut umur 2 tahun ini dikaruniai tiga orang anak yakni Gibran Rakabuming, Kahiyang Ayu dan Kaesang Pangarep.

Editor: Jafar Sodiq Assegaf | dalam: Politik |

Rabu, 21 Mei 2014

AS "Sakit Kepala" dengan Munculnya Prabowo dalam Pilpres Indonesia



Rabu, 21 Mei 2014 | 10:24 WIB


WASHINGTON, KOMPAS.COM — Munculnya Prabowo Subianto sebagai salah satu calon dalam pemilu presiden Indonesia tahun ini bakal membuat Amerika Serikat (AS) menghadapi situasi yang canggung karena mungkin harus menyambut satu lagi pemimpin Asia yang sebelumnya ditolak masuk AS karena diduga terlibat pembunuhan massal. Demikian laporan kantor berita Reuters, Rabu (21/5/2014).

Situasi canggung itu telah muncul beberapa hari terakhir saat Washington mendapati bahwa mereka harus mengubah haluan dan menjanjikan visa bagi Perdana Menteri India terpilih, Narendra Modi, setelah kemenangan telak Modi dalam pemilu di India. Permohonan Modi untuk mendapatkan visa AS ditolak pada tahun 2005.

Reuters melaporkan, Washington mungkin akan berubah haluan lagi setelah Partai Golkar, partai pemenang kedua dalam pemilu legislatif, Senin lalu secara tiba-tiba memberikan dukungan kepada Prabowo menjelang pemilu presiden pada 9 Juli mendatang.

Kantor berita itu mengatakan, Prabowo pernah menjadi salah satu orang Indonesia yang paling dicerca, dituduh menculik, melanggar hak asasi manusia, dan mengupayakan kudeta setelah penggulingan mantan ayah mertuanya, mendiang Presiden Soeharto, tahun 1998.

Sebuah laporan harian New York Times pada Maret lalu mengatakan, tahun 2000, Departemen Luar Negeri AS menolak visa mantan perwira tinggi itu, yang pangkat terakhirnya di militer adalah letnan jenderal, untuk menghadiri wisuda anaknya di Boston. Namun, AS tidak pernah menjelaskan mengapa permohonan visa Prabowo ditolak.

Prabowo mengatakan kepada Reuters pada 2012 bahwa ia masih ditolak untuk mendapatkan visa AS karena tuduhan bahwa dirinya menghasut kerusuhan yang menewaskan ratusan orang setelah penggulingan Soeharto. Dia membantah telah melakukan kesalahan.

Menurut Amnesty International, Prabowo dipecat dari militer Indonesia tahun 1998 karena perannya, saat menjabat sebagai Komandan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), dalam hilangnya sejumlah aktivis politik.

Adapun penolakan visa untuk Modi dari India pada 2005 berdasarkan ketentuan dalam sebuah undang-undang AS tahun 1998 yang melarang masuk orang asing yang telah melakukan "pelanggaran berat bagi kebebasan beragama." Ia dituduh terkait dengan kerusuhan berbau agama di negara bagian asalnya di Gujarat pada 2002, tempat lebih dari 1.000 orang, sebagian besar umat Islam, tewas.

Namun, setelah partai Modi meraih kemenangan dalam pemilihan umum pekan lalu, Presiden AS Barack Obama dengan cepat menelepon Modi untuk memberikan ucapan selamat dan mengundang pemimpin baru dari sebuah negara yang Obama nyatakan sebagai mitra strategis penting bagi Gedung Putih itu.

Modi juga membantah telah melakukan kesalahan dan ia tidak pernah dituntut di India.

Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Modi akan diberikan visa A-1. Visa jenis ini punya kekebalan diplomatik dan dikeluarkan secara otomatis, kecuali ditentang oleh Obama, yang punya kewenangan untuk menolak masuk siapa saja yang telah melakukan "kejahatan terhadap kemanusiaan atau pelanggaran-pelanggaran serius hak asasi manusia, atau yang berusaha atau bersekongkol untuk melakukan hal itu."

Ketika ditanya apakah Prabowo akan diperlakukan sama seperti Modi jika ia memenangkan pemilu di Indonesia, seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS menanggapi dengan pernyataan serupa, seperti yang disampaikan sebelum ada hasil pemilu India. Ia mengatakan bahwa departemen tersebut tidak akan membahas kasus visa individual.

Pejabat itu menambahkan, Amerika Serikat tetap "berkomitmen untuk menjalin hubungan dekat dengan Indonesia dan berharap hubungan itu akan terus berlanjut."

Namun, sejumlah analis yakin bahwa Prabowo, seperti Modi, akan diberikan visa jika dia menang dalam pemilu.

Ernie Bower, seorang pakar Asia Tenggara di Center for Strategic and International Studies, mengatakan bahwa seperti deklarasi darurat militer minggu ini di Thailand, kasus Prabowo merupakan sebuah "sakit kepala" yang tidak diinginkan saat Washington sedang mencoba untuk menjalin hubungan lebih kuat di Asia Tenggara dalam menghadapi China yang semakin tegas.

"Bagi Amerika Serikat, sangat penting untuk fokus pada amanat rakyat Indonesia. Washington harus merangkul dan bekerja dengan calon mana pun yang terpilih."

Jumat, 29 November 2013

Nama RI 1 Muncul Dalam BAP Kasus SKK Migas

Jumat, 29 November 2013 11:06 WIB



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Nama Presiden RepublikIndonesia (RI) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) disebut-sebut dalam rekaman sadapan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait kasus dugaan suap di lingkungan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Dalam sadapan itu SBYdiberi sandi "RI 1".
Rekaman sadapan tersebut tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), tersangka Deviardi alias Ardi (pelatih golf) saat diperiksa sebagai saksi untuk Komisaris Kernel Oil Private Limited (KOPL) Indonesia Simon Gunawan Tanjaya pada pemeriksaan Senin, 7 Oktober 2013.
Sadapan itu berkode Anggur Merah-T3888_419_2013-07-10_......wav. Pembicaraan dilakukan antara Direktur KOPL Singapura Widodo Ratanachaitong dengan Ardi. Pembicaraan keduanya berlangsung 10 Juli 2013, pukul 11.56.18 dengan durasi 5 menit 57 detik.
Dalam BAP Ardi yang salinannya diperoleh wartawan, Ardi menjelaskan tujuh poin terkait maksud pembicaraannya.
Pertama, Widodo menyampaikan kepada Ardi bahwa pada 10 Juli 2013 pagi bahwa anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Demokrat TriYulianto sudah ke kantor mantan Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini.
"Pak Tri menemui Pak Rudi Rubiandini pada jam 8 pagi," kata Ardi.
Kedua, Widodo menyampaikan kepada Ardi bahwa Tri Yulianto ingin berbisnis minyak dan ada perusahaan yang akan dibawanya. Perusahaan Tri Yulianto itu tergabung dengan Widodo.
"(Ketiga) Pak Widodo juga menjelaskan ke saya bahwa Pak Tri Yulianto adalah Partai Demokrat yang dekat dengan RI 1, dan terkait hal ini saya tidak mengetahuinya. Karena Widodo yang menceritakan kepada saya bahwa yang bersangkutan dekat dengan RI 1," kata Ardi lagi.
Keempat, Widodo juga menyampaikan bahwa saat bertemu dengan Rudi, Widodo sudah mengkonfirmasi dan menanyakan kepada Rudi bagaimana sebenarnya Tri Yulianto.
"Dan penilaian Pak Rudi Rubiandini, Pak Tri orangnya baik suka menolong," ujarnya.
Kelima, Ardi menyampaikan kepada Widodo bahwa Simon sudah menelponnya dan membicarakan tentang Parcel. Kemudian Widodo menyampaikan ketika lebaran Simon ditugaskan banyak hal.
"(Keenam) Saudara Widodo meminta saya memfasilitasi pertemuan buka puasa bareng dengan Saudara Rudi Rubiandini pada hari kedua puasa," kata Ardi.
Ketujuh, Widodo juga menyampaikan dalam pembicaraan yang disadap KPK itu bahwa yang bersangkutan tidak ke Jakarta kalau tidak dipanggil saudara Rudi.
Dalam persidangan lanjutan Simon Gunawan Tanjaya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (28/11/2013) terkuak banyak fakta mengejutkan.
Satu di antaranya terkait akses atau jaringan Widodo dengan Istana, Ibas, anggota DPR, sampai kepada Sekretaris Kabinet (Seskab) Dipo Alam.
Hal tersebut terungkap saat Ketua Majelis Hakim Tati Hadiyanti menanyakan kepada Ardi soal kedekatan Widodo tersebut yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kemarin. Hakim Tati kemudian membacakan BAP Ardi sebagai saksi untuk Simon dalam pemeriksaan di KPK pada 25 September 2013.
"Saudara saksi Deviardi, dalam BAP saudara menyebutkan bahwa benar berhubungan dengan Widodo Cumlaude di Australia dan punya tujuh perusahaan itu punya kedekatan dan jaringan ke Istana, Ibas, DPR, dan ke Dipo Alam. Apa benar demikian. Itu disampaikan Widodo kapan dan di mana?" tanya hakim Tati.
Ardi membenarkan bahwa Widodo pernah menyatakan hal tersebut. Dalam BAP itu Ardi menyebutkan Widodo pernah menelponnya dan menyampaikan soal kedekatan dan jaringannya itu seperti dalam rekaman sadapan KPK tertanggal 24 Juni 2013 pada pukul 21.03 dengan durasi pembicaraan selama sekitar 15 menit. Tetapi kata dia bukan hanya saat menghubungi melalui telepon.
Tetapi Widodo pernah menyampaikan langsung saat pertemuannya di Singapura pada April 2013. Tetapi Ardi tidak mengetahui maksud dari tujuh perusahaan yang semuanya itu berstatus CNC.
"Waktu di Singapura memang ada pembicaraan seperti itu. Pak Widodo sampaikan dia dekat dengan si ini, si ini. Kemudian saya laporkan kepada Pak Rudi bahwa benar berhubungan dengan Widodo dan akan membuat Ibas dan Istana tenang. Informasi itu dari Widodo," jawab Ardi.
Dalam sidang tersebut juga terungkap soal pemberian 200.000 dolar AS sebagai tunjangan hari raya (THR) kepada anggota Komisi VII (Komisi Energi) DPR dari Rudi Rubiandini. Rudi yang turut dihadirkan jaksa itu membenarkan bahwa sudah memberikan uang itu melalui Tri Yulianto. (edwin firdaus)

Minggu, 25 Agustus 2013

Pengamat Ragukan Elektabilitas Dino Patti

SABTU, 24 AGUSTUS 2013 | 23:35 WIB


TEMPO.COJakarta -Pengamat Politik dari Universitas Airlangga, Kacung Marijan meragukan tingkat elektabilitas calon peserta konvensi Partai Demokrat, Dino Patti Djalal. Ia menilai Dino kurang memiliki beberapa modal sebagai calon presiden 2014 yaitu sosial dan politik.

"Calon presiden itu tidak hanya pintar saja, tapi akumulatif dengan modal sosial, artinya tingkat kepercayaan publik," kata Kacung Marijan saat dihubungi, Sabtu, 24 Agustus 2013.

Ia menyatakan, ada empat modal yang harus dimiliki seorang calon presiden yaitu kemampuan individu termasuk intelektual, sosial dalam arti tingkat elektabilitas dan kepercayaan masyarakat, rekam jejak dan kemampuan politik, serta pemahaman ekonomi.

Dari empat modal ini, Dino diduga masih lemah di bidang sosial dan politik. Kacung sendiri tidak mau menduga terlalu jauh bahwa Dino akan kalah dalam konvensi. Menurut dia, Dino justru harus membuktikan beberapa keraguan terhadap dirinya selama masa konvensi.

"Yang minat jadi presiden itu banyak, orang-orangnya juga lumayan bagus. Tapi tidak cukup hanya itu. Di Indonesia itu harus punya kedekatan dengan rakyat juga," kata dia.

Komite Konvensi hari ini mengundang Dino untuk mengikuti perkenalan dan wawancara di Wisma Kodel, Jakarta. Selain visi dan misi sebagai calon presiden, komite mengajukan beberapa pertanyaan perihal tata negara, pemerintahan, sosial, budaya, serta pertahanan dan keamanan. 

Dino saat ini menjabat sebagai Duta Besar Indonesia di Amerika Serikat sejak 2010. Sebelumnya ia bersama dengan Andi Mallarangeng menjabat sebagai juru bicara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada periode 2004-2009.

Doktor bidang hubungan internasional lulusan London School for Economic and Political Science ini mengawali karirnya di Departemen Luar Negeri sejak 1987. Selain sebagai juru bicara Satuan Tugas Pelaksana Penentuan Pendapat di Timor Timur, Dino pernah menjabat sebagai Kepala Departemen Politik KBRI Washington dan Direktur Amerika Utara dan Tengah.

FRANSISCO ROSARIANS

Rabu, 14 November 2012

Aroma Perpecahan Merebak di Elite Partai Nasdem

Wijaya Kusnaryanto, Berita99  
14 November 2012 jam 02:55

Pendiri Partai Nasional Demokrat Surya Paloh 
  JAKARTA - Aroma perpecahan merebak dari elite Partai Nasional Demokrat (Nasdem) terkait penyerahan mandat ketua umum. Sekjen DPP Partai Nasdem Ahmad Rofiq bereaksi keras atas pernyataan Ketua Majelis Pertimbangan Organisasi Kemasyaratan Nasional Demokrat Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdjianto.
"Tedjo itu orang baru di partai. Dia tidak tahu apa-apa tentang partai ini. Tapi di politik itu biasa, banyak orang tidak tahu tapi pura-pura tahu semua. Ada yang tahu tapi pura-pura nggak tahu," tegas Rofiq di Jakarta Selasa malam, (13/11).
Sebelumnya Laksamana Tedjo, yang juga Ketua DPW Partai Nasdem Jawa Timur ini mengungkapkan agenda mandat pengurus DPP Partai Nasdem akan diserahkan kepada Surya Paloh karena tugas yang diberikan kepada Ketua Umum DPP Partai Demokrat Patrice Rio Capella dan Rofiq untuk membentuk partai sudah selesai.
"Sebagai penegasan saja, tidak ada kontrak politik atau mandat apapun terkait dengan pembentukan partai ini. Pak Surya hanya merestui dibentuknya partai ini," tegas Rofiq.
"Terlalu kecil buat Pak Surya kalau dikaitkan dengan wacana ini. Sebagai penegasan saja, partai ini telah menjadi milik publik. Maka publik juga akan melakukan kontrol terhadap partai ini. Maka kalau ada apa-apa, ya kembali ke AD/ART," tandas Rofiq.

Selasa, 13 November 2012

Belum Tentu Surya Paloh Jadi Calon Presiden dari Partai Nasdem

Minggu, 11 November 2012 , 10:04:00 WIB

Laporan: Zulhidayat Siregar

SURYA PALOH/IST

  
RMOL. Rencana mau mengambil alih kepemimpinan Partai Nasdem, bukan berarti Surya Paloh ngebet mau maju dalam pemilihan presiden 2014 mendatang. Soal siapa yang akan diusung sebagai capres dari partai yang mengusung tema perubahan itu, Surya Paloh berpikir negarawan.
Demikian disampaikan Ketua Majelis Pertimbangan Ormas Nasional Demokrat Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdjianto dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka Online kemarin.
"Pak Surya Paloh orangnya fair. Siapa pun tokoh di Partai Nasdem yang elektabilitasnya paling tinggi, dialah yang akan maju. Bukan berarti harus beliau. Beliau juga berpikir bukan harus beliau. Pimpinan partai bukan berarti harus jadi capres. Beliau orangnya negarawan," jelasnya.
Hal itu dikatakannya mengingat, saat ini banyak tokoh di partai tersebut. Selain Surya Paloh, juga ada Ketua Dewan Pakar Partai Nasdem yang juga bos MNC Hary Tanoe dan dua tokoh yang baru bergabung, Rachmawati Soekarnoputri dan Jenderal (Purn) Endriartono Sutarto.
"Tapi kalau beliau (Surya Paloh) paling tinggi (elektabilitasnya), mau nggak mau beliau yang akan maju. Jadi kita fair. Beliau orangnya berpikir negarawanlah bukan politisi. Kita di Indonesia ini kan inflasi politisi, tapi minus negarawan," sambung Ketua DPW Partai Nasdem Jawa Timur ini.
Tapi, Partai Nasdem baru akan mengajukan capres apabila pada pemilihan legislatif masuk dalam dua besar.
"Pandangan Partai Nasdem, kita akan memberikan calon presiden, apabila dalam pemilihan legislatif nanti, kita masuk 3 besar. Kalau masuk nomor 3, kita masih berpikir antara mengajukan calon atau tidak. Tetapi kalau dapat nomor 1 atau 2, kita wajib mengajukan calon. Makanya, kita menunggu sampai pemilu legislatif," tandas mantan KSAL ini. [zul]

Nama-nama Besar Siap Pimpin Partai Nasdem

Ilustrasi bendera NasDem
Ilustrasi bendera NasDem (sumber: Antara)
Rumor pergantian jajaran pengurus Nasdem dalam kongres yang rencananya pada Januari 2013 mulai mengemuka.

Partai Nasional Demokrat (Nasdem) berencana melaksanakan konvensi nasional guna membentuk kepengurusan baru, pasca selesainya urusan verifikasi partai politik (parpol) peserta Pemilu 2014 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Suasana partai itu pun kian dinamis dengan beredarnya sejumlah nama baru yang disebut bakal memimpin Nasdem.

Konvensi dipilih karena dianggap sebagai cara demokratis untuk menentukan kepemimpinan nasional di partai itu. Menurut salah satu sumber yang menolak disebut namanya di internal Nasdem itu, suasana di partai itu mulai dinamis. Semua meyakini bahwa di dalam konvensi akan digodok sosok yang tepat untuk memimpin Partai Nasdem.

Rumor pergantian jajaran pengurus Nasdem dalam kongres yang rencananya digelar pada Januari 2013 mulai mengemuka.

"Diprediksi akan ada persaingan ketat perebutan pimpinan tertinggi di Partai Nasdem. Ini akan memanas," kata sang narasumber, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (10/11).

Menurut sumber tersebut, sejauh ini ada beberapa nama yang akan digulirkan sebagai calon Ketua Umum (Ketum). Salah satu calon terkuat adalah Surya Paloh, yang tak lain adalah pendiri Nasdem.

Sementara, dari kabar yang didapat, struktur kepemimpinan di daerah, serta posisi Sekjen dan Wasekjen, juga akan dibongkar dengan memunculkan muka-muka baru. Di antara mereka adalah Rachmawati Soekarnoputri, yang tercatat baru bergabung di Partai Nasdem. Kemungkinan dia diarahkan untuk menjadi Wakil Ketua DPP Partai Nasdem. Sebelumnya Rachmawati berpolitik di Partai Pelopor.

Selanjutnya, beredar pula nama Victor Laiskodat yang dulunya adalah kader Golkar, yang disiapkan sebagai Wasekjen. Untuk kursi Sekjen, sang narasumber menyebutkan sejumlah nama akan digaungkan, antara lain yakni Siswono Yudhohusodo, Tedjo Edhy Purdijatno, Ferry Mursidan Baldan, serta Soleh Sholahuddin.

Siswono saat ini masih menjabat sebagai anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar. Sementara Tedjo Edhy Purdijatno mantan KSAL yang kini Ketua DPW Nasdem Jawa Timur. Ferry Mursyidan mantan kader Golkar yang kini di kepengurusan Partai Nasdem. Sedangkan Soleh Sholahuddin adalah mantan Menteri Pertanian dan akademisi dari Lampung.

Lebih jauh, disebutkan pula bahwa proses konvensi akan semakin menghangat, karena keterlibatan sejumlah nama besar di jagat politik nasional. Mereka antara lain adalah mantan Cagub DKI Jakarta Hendardji Supanji, Hamdan Zoelva Lindan, serta Lalu Sudarmaji.

Tedjo Edy Purdijatno pernah tercatat pendiri ormas Nasdem, Surya Paloh, memang akan mengambil alih kepemimpinan puncak Partai Nasdem. Sejauh ini, Ketua Umum Partai Nasdem, Patrice Rio Capella, belum memberikan jawaban saat dikonfirmasi soal kebenaran kabar yang beredar tersebut.

Minggu, 30 September 2012

Kendaraan Politik Bagi Rakyat

Oleh Anwari WMK

Tatkala hendak memperebutkan kursi kekuasaan, mendadak sontak para aktor politik berbicara tentang rakyat. Mereka beradu akting di ruang publik dengan mengusung citra diri sebagai pejuang sejati mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dalam kompetisi memperebutkan kekuasaan itu, rakyat lalu dijunjung setinggi langit. Personalitas seorang politikus tiba-tiba diwarnai aura kepedulian tanpa batas dalam hal mewujudkan kedaulatan rakyat. Tetapi jelas, semuanya hanyalah aksi di atas panggung. Semuanya hanyalah lipstik dan polesan. Tak lebih dan tak kurang.

Apa yang bisa kita catat selama ini ialah timbulnya paradoks dalam perpolitikan nasional. Pada satu sisi, politik merupakan panggilan kebangsaan, dan karena itu tak pernah bergeser menjadi profesi. Dengan terjun ke dunia politik, seseorang sesungguhnya berada dalam satu titik kesadaran untuk menghibahkan diri sepenuhnya memenuhi panggilan kebangsaan. Maka, para politikus adalah pejuang yang mengusung misi besar memajukan dan memakmurkan bangsa. Tapi pada lain sisi, politik di Indonesia menjadi ladang berburu pekerjaan. Tata kelola politik dilumuri pamrih materi. Tak mengherankan pada akhirnya, politikus di negeri ini menjadi monster pemburu rente yang korup. Dengan sendirinya, politikus di Indonesia merupakan figur yang antoganistik.

Pemimpin Partai

Hingga perpolitikan nasional menerobos masuk ke dalam kurun waktu pasca-Orde Baru, sandiwara pembelaan terhadap rakyat tampak menonjol pada saat Pemilu Legislatif maupun tatkala berlangsung Pemilu Presiden. Politikus yang ambisius duduk di parlemen atau yang begitu obsesif meraih jabatan presiden, menebar janji untuk sepenuhnya membahagiakan rakyat. Kampanye Pemilu lantas menjadi sebuah siklus yang riuh redah oleh corong penyebaran janji. Sebagai imbalannya, sang politikus meminta dukungan suara dari rakyat, melalui pencontrengan di bilik-bilik suara.

Kini, sebuah cerita baru bergulir. Sandiwara pembelaan terhadap rakyat pun mewarnai perebutan kursi ketua umum sebuah partai politik. Contohnya, perebutan jabatan Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golongan Karya (Golkar). Dalam Musyawarah Nasional ke-8 di Pekanbaru, Riau (5-8 Oktober 2009), empat orang politikus tampil sebagai kandidat Ketua Umum DPP Partai Golkar. Mereka adalah Aburizal Bakrie, Surya Paloh, Hutomo Mandala Putra dan Yuddy Chrisnandi. Mereka sama-sama berbicara tentang rakyat serta melontarkan resep politik bagaimana menyekahterakan rakyat. Begitu artikulatifnya pembicaraan tentang rakyat dalam Munas ke-8 itu, tak berlebihan jika dikatakan inilah sensasi baru dalam jagat perpolitikan nasional.

Memang, Munas atau Muktamar partai-partai selain Golkar telah pula membicarakan nasib rakyat. Tetapi, hanya dalam Munas ke-8 Golkar pembicaraan tentang rakyat membahana dari kandidat ketua umum. Derajat pembicaraan tentang rakyat dalam konteks Munas ke-8 Partai Golkar sama artikulatifnya dengan pembicaraan tentang rakyat selama masa kampanye Pemilu. Padahal, para kandidat Ketua Umum Partai Golkar itu tak sedang berhadapan dengan rakyat secara vis-à-vis—seperti pada musim Pemilu.

Rakyat dalam Perspektif

Hanya saja, pembicaraan tentang rakyat dalam konteks ini berada dalam perspektif yang sumir. Pembacaan secara saksama terhadap konstatasi yang dilontarkan empat kandidat Ketua Umum DPP Partai Golkar secara keseluruhan justru tanpa kejelasan esoterisme. Apa yang sesungguhnya dimaksud dengan “rakyat” dalam berondongan kata-kata empat kandidat Ketua Umum DPP Partai Golkar, tak lebih hanyalah retorika. Kata “rakyat” dalam pelataran ini masih terpaku pada pengertian yang dangkal. Tak ada kedalaman konsepsi yang mendasari segenap pembicaraan tentang rakyat.

Dalam Kompas edisi 5 Oktober 2009, Yuddy Chrisnandi berbicara tentang rakyat sehubungan dengan penurunan suara Partai Golkar pada Pemilu Legislatif 2009. Nomenklatur “rakyat” terpatri ke dalam narasi kalimat Yuddy seperti ini: ”Suara Partai Golkar turun disebabkan faktor kepemimpinan yang tidak solid dan merakyat, mengabaikan kekuatan lain, serta merasa puas pada capaian sebelumnya. Pemimpin seharusnya mampu menggerakkan seluruh jajaran turun ke bawah serta menjaga persatuan sehingga terbangun soliditas. Pemilu lalu semua berjalan sendiri. Reposisi politik Partai Golkar juga tidak jelas, partai pemerintah atau oposisi yang senantiasa mendukung cita-cita rakyat. Kader yang membela rakyat malah diperingatkan. Akibatnya, Golkar dilupakan rakyat.”

Dalam konteks ideologi, Yuddy juga berbicara tentang rakyat dengan narasi kalimat seperti ini: Golkar itu nasionalis religius kerakyatan. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengukuhkan sebagai partai religius. Komitmen Golkar melindungi NKRI dari pertentangan ideologi, separatisme, atau SARA dengan membingkai kebhinnekaan. Pembangunan nasional harus ditujukan untuk rakyat. Tujuan ini mulai melemah. Golkar juga bukan partai agama yang berpihak hanya pada Islam, Kristen, Hindu, Buddha, atau satu golongan. Karena itu, harus berjuang semaksimal mungkin agar semua peraturan diterima secara adil oleh seluruh rakyat.”

Hutomo Mandala Putra juga menggunakan nomenklatur “rakyat” demi mengklarifikasi mengapa akhirnya ia maju sebagai kandidat Ketua Umum Partai Golkar. Kata Hutomo Mandala Putra, ”Saya membawa visi-misi lebih jelas tentang karya-kekaryaan dan ekonomi rakyat. Golkar selama ini hanya dimanfaatkan elite politiknya. Ke depan, Golkar harus lebih membantu rakyat mewujudkan cita-citanya. Golkar juga harus lebih tegas menjaga kedaulatan bangsa. Saat Orde Lama, kita bertambah Papua. Orde Baru, bertambah Timtim. Tapi, saat Reformasi kehilangan Timtim, Sipadan, Ligitan.”

Saat menyinggung kemestian-kemestian baru yang niscaya dilakukan Golkar, Hutomo Mandala Putra berbicara tentang rakyat dengan konstruk kalimat seperti ini: “Golkar harus mewujudkan cita-cita rakyat secepatnya, tidak perlu menunggu Pemilu. Sudah saatnya kita berkarya sekarang ini. Karena itu, sejak awal saya tidak ingin terlibat praktik ”dagang sapi” atau pragmatisme. Saya harus mengedepankan program-program yang harus dilaksanakan Golkar di daerah-daerah jika ingin menang di 2014.”

Dalam wawancara dengan harian Seputar Indonesia (6 Oktober 2009), Hutomo Mandala Putra berbicara tentang konsep Trikarya untuk keperluan membesarkan Golkar. Salah satu poin dalam konsep Trikarya itu berbunyi: “Partai Golkar harus dijadikan kendaraan politik rakyat untuk mewujudkan harapannya”. Dua poin yang lain adalah: (1) Keharusan bagi Golkar menjadi partai independen, mandiri dan dinamis, serta (2) Partai Golkar mewujudkan wajib belajar 12 tahun secara gratis untuk sekolah negeri dan pelayanan kesehatan gratis yang berkualitas.

Sungguh pun demikian, pembicaraan tentang rakyat tak menukik pada kedalaman filosofi. Di sini, pembicaraan tentang rakyat bernuansa banalitas. Itu karena, masih bertahan relasi subyek-obyek di dunia politik. Para aktor politik tak habis-habisnya memosisikan diri sebagai subyek. Sementara rakyat, disudutkan sebagai obyek. Itulah mengapa, pembicaraaan tentang rakyat terjebak ke dalam logika formal, bukan resultante dari dialektika lahir batin bersama rakyat itu sendiri. Maka, pembicaraan tentang fungsi partai politik sebagai kendaraan politik bagi rakyat jelas masih sebatas utopia. “Kendaraan politik bagi rakyat” hanyalah isu temporer menghadapi Munas. Maka, dengan cepat isu ini bakal berlalu bersama angin.

Jakarta, 7 Oktober 2009

Kamis, 27 September 2012

Golkar Terancam Eksodus Kader


JAKARTA– Partai Golkar perlu segera melakukan konsolidasi secara intensif dan memunculkan beberapa tokoh pengganti figur-figur kuat yang telah hengkang. Hal ini penting untuk membendung potensi eksodus kader ke partai lain.

Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, saat ini Golkar sedang mengalami ketimpangan dari basis dukungan. Menurut dia, tak bisa dimungkiri, sejumlah tokoh politikus senior yang telah hengkang dari Golkar seperti Surya Paloh, Wiranto, dan Prabowo Subianto pernah memiliki basis dukungan tersendiri di partai berlambang beringin tersebut.

Terlebih, mereka membentuk partai sendiri, yaitu Partai NasDem, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). ”Kalau persoalannya sudah basis dukungan, ini memang ancaman bagi Golkar. Suatu saat akan ada momentumnya meski sekarang seolah tenangtenang saja.Apalagi tiap tokoh sudah menjadi figur sentral di parpol lain,” ujar Asep kepada SINDOkemarin.

Jumat, 17 Agustus 2012

Mengelola Organisasi Politik


Mengelola Partai Politik: Komunikasi dan Positioning, Ideologi Politik dan Era Demokrasi (edisi revi
Oleh : Firmanzah, Ph.D


Buku ini memberikan pemahaman tentang bagaimana partai politik dan politisi membangun pondasi dan dasar berpolitik dalam kerangka persaingan politik di era demokrasi. Perubahan signifikan persaingan politik telah terjadi sejak era reformasi dan menyaratkan peran dan kontribusi riil partai politik sebagai elemen penting dalam berdemokrasi. Persoalan yang sering muncul adalah bagaimana partai politik seharusnya dikelola dan diatur.
Partai politik adalah sebuah organisasi sosial-politik yang perlu mengoptimalkan sumberdaya yang dimiliki untuk mencapai tujuannya. Pengelolaan partai politik secara modern, transparan, profesional, dan tersistem akan menentukan keberlangsungan serta efektifitas penyerapan aspirasi dan perjuangan ideologis dalam program-program kerja yang terukur. Sejauh mana organisasi partai politik mampu mengorganisasi setiap unit dan sumberdaya politik akan sangat menentukan sukses tidaknya aspirasi dan perjuangan politik.
Dari semua hal yang terkait dengan politik, dalam buku ini penulis lebih menekankan aspek organisasi politik atau partai politik sebagai entitas yang penting dalam berpolitik. Selama ini partai politik cenderung 'hanya' diposisikan sebagai kendaraan politik para politisi. Sementara peran dan fungsi organisasi partai politik justru dituntut mampu memfasilitasi kader-kader terbaik untuk bisa menjadi pemimpin di masa mendatang.
Sukses tidaknya perjuangan politik suatu partai akan sangat ditentukan oleh dukungan semua politisi dan sistem internal organisasi partai. Selain itu, partai politik perlu membangun basis ideologi politik yang kuat sekaligus tidak menciptakan semangat fanatisme berlebihan para politisinya. Berpolitik tanpa memiliki ideologi dikhawatirkan akan membuat dunia politik teralienasi dari dirinya sendiri. Dan dikhawatirkan dunia politik hanya akan terjebak pada masalah-masalah teknis dan operasional, serta kurang sekali melahirkan ide dan gagasan besar tentang masa depan berbangsa dan bernegara.

Rabu, 04 Juli 2012

Caleg Nasdem Tidak Dipungut Setoran


MAKASSAR, CAKRAWALA – Partai Nasdem bukan hanya sekadar membiayai caleg-calegnya yang bakal maju di Pe­milu 2014 mendatang. Partai Nasdem juga tidak akan memungut setoran kepada caleg mereka saat terpilih dan menjabat.
Ketua DPW Partai Nasdem Sulsel, Sanusi Ramadhan, me­ngatakan, partainya berasumsi, pemungutan setoran partai kepada legislator adalah salah satu penyebab korupnya lembaga perwakilan rakyat.
“Di Nasdem tidak ada aturan soal setoran bagi legis­lator. Kita berasumsi, legislator mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk merawat
konstituennya, dan ingin mereka me­rawat konstituennya tanpa harus terbebani. Malah partai akan turut membantu untuk meringankan biaya merawat konstituen,” kata Sanusi di Warkop Mazzagena, Makassar, Sabtu, 30 Juni.
Namun, untuk menjadi caleg Partai Nasdem tidaklah mudah. Sanusi menjelaskan, hanya orang-orang yang dianggap berkompetenlah yang bisa menjadi caleg Partai Nasdem. Caleg ini pun harus memiliki rekam jejak yang bersih dari KKN dan tindakan amoral lainnya.
“Syarat caleg Nasdem bukan hanya sekedar memiliki basis massa tetapi juga harus punya track record yang bersih. Dan itu ada tim verifikasi yang akan turun ke lapangan untuk menelusuri track record balon legislator Partai Nasdem,” kata Sanusi.
Dia menjelaskan, rekam jejek yang bersih dimaksudkan untuk menjamin bahwa legislator Partai Nasdem nantinya betul-betul memegang amanah rakyat secara professional. Bagi legislator yang tersangkut hukum, Partai Nasdem, ditegaskan Sanusi, tidak akan segan-segan mengambil sikap.
“Kalau nantinya ada Legis­lator Nasdem yang tersangkut hukum, walaupun masih ­sebatas tersangka, Partai tetap akan mengeluarkan sanksi pemecatan,” kata Sanusi.
Hal menarik lainnya, Pimpinan Partai Nasdem juga dilarang untuk ikut menjadi caleg. Sanusi menjelaskan, Ke­tua-ketua Partai Nasdem akan digaji oleh partai dengan harapan bekerja secara professional dan tidak akan pandang bulu dalam menjatuhkan sanksi bagi legislator partai yang terindikasi membelot dari patron partai.
“Begitupun sebaliknya, legis­lator Partai Nasdem, juga tidak boleh menjadi pengurus partai,” imbuh Sanusi. (del/soe)

Jumat, 22 Juni 2012

Ketika Caleg Dimodali


Muhamad Mustaqim ; Dosen STAIN Kudus,
Aktif pada Kajian Sosial The Conge Institute Kudus
Sumber :  SUARA MERDEKA, 20 Juni 2012

GAGASAN Partai Nasional Demokrat (Nasdem) menarik perhatian dunia politik. Partai baru kontestan Pemilu 2014 itu siap memodali tiap calon anggota legislatif  (caleg)-nya Rp 5 miliar-Rp 10 miliar. Hal ini berbeda dari realitas politik kepartaian selama ini mengingat umumnya caleglah yang  memodali pembiayaan partai. Artinya, untuk bisa menjadi seorang caleg, kader harus membayar mahar ke partai.

Muncul anggapan Nasdem kurang pede terhadap eksistensinya sebagai partai baru sehingga harus didongkrak oleh mobilitas caleg dalam pemenangan dirinya, yang otomatis memberikan suara terhadap partai. Fenomena ini sekaligus mengindikasikan Nasdem tidak mempunyai figur andalan yang mampu menarik suara masyarakat.
Terlepas dari semua itu, Nasdem punya syahwat politik besar dalam pemenangan Pemilu 2014, minimal untuk mencapai parliamentary threshold yang persentasenya kini lebih besar ketimbang Pemilu 2009. Kecenderungan parpol memodali caleg boleh menjadi sesuatu yang sah dalam berpolitik asal ada transparansi akuntabilitas anggaran kendati ada beberapa kemungkinan yang terjadi.

Pertama; ada semacam utang politik caleg kepada parpol, yang berdampak pada tersanderanya caleg itu. Nantinya caleg harus menuruti semua orientasi parpol, meskipun tidak sesuai dengan nurani dan prinsip idealnya. Jika hal ini terjadi, alih-alih caleg akan memperjuangkan rakyat dan konstituennya namun lebih mengabdi pada parpol yang telah memodalinya.

Kedua; indikasi utang politik berimplikasi harus membayar, dan bukan tidak mungkin ia akan memanfaatkan jabatan supaya bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya uang demi melunasi ”utangnya” kepada partai. Bukankah akhir-akhir ini banyak anggota DPR korupsi berjamaah demi kepentingan atau mengatasnamakan partai?

Jumat, 08 Juni 2012

CAPRES 2014: Nasdem diminta selektic jaring kandidat


Oleh John Andhi Oktaveri

JAKARTA: Partai NasDem seharusnya lebih selektif dalam menjaring calon presiden dengan mempertimbangkan sistem regenerasi politik sehingga memunculkan wajah baru yang lebih memberi harapan.
 
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI)  Boni Hargens mengatakan regenerasi politik sangat diperlukan saat ini di tengah masih banyaknya wajah-wajah lama yang tampil sebagai capres. 
 
Akan tetapi, katanya, kalaupun belum ada wajah baru yang mumpuni, Partai NasDem bisa mencari figur lama yang sekelas Jusuf Kalla, yang sampai saat ini masih memiliki kans politik yang besar.
 
“Regenerasi politik adalah syarat bagi pembangunan politik. wajah lama sudah saatnya disimpan dalam album. Tampilkan wajah baru. Banyak tokoh muda dari internal NasDem bisa diusung jadi capres dan cawapres,” ujarnya. 
Boni menyebutkan di antara tokoh muda di NasDem yang bisa ‘dijual’ termasuk Jeffrie Geovanie atau Harry Tanoe yang dinilainya punya rekam jejak yang bagus.
 
Menurut Boni, selain di Partai NasDem, banyak juga capres muda di parpol lain, tetapi terpendam karena partainya tidak memberikan ruang. Hal itu terjadi, katanya, karena regenerasi politik tidak berjalan baik di partai tersebut.
 
“Partai Golkar dan PDI-P bermasalah dalam hal ini. Demikian juga dengan Partai Demokrat dan PKS, keduanya punya banyak tokoh muda, tetapi kedua partai ini mengalami krisis kepercayaan publik terkait skandal korupsi dan praktik politik yang kontroversial,” ujarnya.
 
Terkait soal sistem penjaringan capres, lebih jauh Boni mengatakan untuk menjaring capres yang representatif, mekanisme konvensi merupakan jalan paling ideal. 
 
“Saya beberapa kali mengusung ide primary election  seperti di Amerika Serikat (AS) agar diterapkan di Indonesia. Partai-partai harus berani melakukan itu. Partai baru seperti  NasDem perlu mempelopori gerakan semacam ini,” ujarnya. 
 
Sebelumnya, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan,  popularitas dan gagasan perubahan yang disampaikan NasDem akan mengancam partai-partai lain, terutama Partai Golkar dan Partai Demokrat.
 
"Karena semua insfrastruktur partai itu digunakan oleh NasDem. Yang terancam juga Partai Demokrat dengan berbagai persoalan yang mendera," kata Siti. 
 
Menurutnya, proses transisi politik saat ini sudah masuk tahap jenuh. Reformasi partai yang belum tuntas membuat para pemilih beralih ke partai baru yang prospektif, yang memiliki basis ideologi kuat dan mencerminkan pluralitas. (sut)
 

Jumat, 20 April 2012

Nasdem berencana ajukan uji materi UU Pemilu


 Kamis, 19 April 2012
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Ormas Nasional Demokrat (NasDem) Ferry Mursyidan Baldan mengatakan partainya akan mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Undang-undang (UU) Pemilu yang disahkan Rapat Paripurna DPR.

"Kami sedang mempersiapkan segala sesuatunya sambil menunggu undang-undang tersebut disahkan menjadi dokumen negara oleh pemerintah," kata Ferry usai menghadiri diskusi tentang polemik UU Pemilu yang diselenggarakan oleh Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI) di Jakarta, Kamis.

Ia mengaku optimistis bahwa MK akan mengabulkan gugatan atas pasal 208 dan pasal 209 UU Pemilu yang disahkan melalui pengambilan suara dalam Rapat Paripurna DPR pada Kamis (12/4) lalu tersebut.

Menurut Ferry, poin-poin yang menjadi pijakan dalam pengajuan uji materi ke MK, yakni terkait penyelenggaraan pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil yang tertuang dalam pasal 22 E UU Pemilu, serta masalah kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam pasal 1 UUD 1945.

"Satu lagi adalah pasal 28 D UUD 1945 tentang persamaan harkat di hadapan hukum dan hak untuk terlibat dalam pemerintahan," katanya.

Ia berpendapat bahwa hal tersebut bertentangan dengan penetapan ambang batas parlemen atau Parliamentary Threshold (PT) sebesar 3,5 persen dalam UU Pemilu yang ditetapkan secara nasional.

"Penetapan PT secara nasional akan menjadi bumerang bagi partai-partai kecil dan menengah jika nanti tidak mencapai ambang batas 3,5 persen," katanya.

Ferry mengatakan partai-partai tersebut akan kehilangan suara yang didapatkan di daerah pemilihan dimana mereka seharusnya berhak mendapatkan kursi, namun jika harus mengikuti PT secara nasional, suara tersebut akan hangus.

"Ini berarti mengingkari keberadaan partai-partai kecil dan menengah," katanya.

Selain itu, dampak kehilangan suara juga akan mengenai partai-partai lokal, seperti Partai Aceh, dan partai yang menang secara signifikan di suatu daerah, seperti Partai Damai Sejahtera (PDS) yang di Papua pada Pemilu 2009 lalu, kelak tidak akan mendapatkan kursi di daerah tersebut.

"UU Pemilu memang diatur sebagai peraturan yang berdasarkan kebijakan hukum terbuka, namun ada soal prinsip dalam pemilihan umum yang sudah diatur dalam konstitusi kita bahwa keterwakilan tidak bisa direduksi. Inilah yang kami jadikan pijakan untuk mengajukan uji materi kepada MK," katanya.

Selain Ormas NasDem, Ferry mengatakan pihak lain yang juga menyatakan diri akan mengajukan uji materi atas UU Pemilu yang baru adalah koalisi partai-partai kecil nonparlemen.

(A060)

Editor: Suryanto

Jumat, 13 April 2012

Partai NasDem Berpeluang Usung JK

Polhukam / Kamis, 12 April 2012 12:49 WIB
Metrotvnews.com, Jakarta: Politikus Golkar Jusuf Kalla merupakan tokoh yang paling berpeluang untuk tetap maju sebagai calon presiden walau tidak dicalonkan partainya sendiri. Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan JK, panggilan Jusuf Kalla, berpeluang dicalonkan partai lain seperti Partai NasDem.

"Mungkin saja (dicalonkan melalui partai lain). Yang paling mungkin menggaetnya (Partai) NasDem," kata Burhan kepada Mediaindonesia.com, Jakarta, Kamis (12/4).
Melihat oligarki yang berkembang, kata Burhan, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie akan dipaksakan untuk maju sebagai capres dari internal.

"Apalagi Ical terpilih sebagai ketua umum tanpa dukungan dari JK. Bisa jadi JK tidak mendapatkan tempat menjadi capres dari partainya sendiri," ujar peneliti senior Lembaga Survei Indonesia tersebut.

Namun, pencalonan presiden akan bergantung dari hasil akhir presidential threshold yang tertuang dalam UU Pemilu. "Kalau sampai 20 persen tentu akan membuat pilihan capres makin kecil karena berat (syaratnya)," ujarnya.

Sebaliknya, jika kecil, pilihan calon presiden akan lebih variatif bagi masyarakat. "Kalau kecil, kemungkinan akan muncul banyak calon, termasuk JK yang dicalonkan melalui partai lain," kata Burhan.

Burhan menambahkan Partai NasDem telah menjelma sebagai pesaing Golkar saat ini, terutama di wilayah Sumatra bagian utara. "Yang pasti di Sumatra bagian utara (Aceh, Sumut, Sumbar), Golkar punya pesaing baru, yaitu Partai Nasdem. Bahkan, suara Sumatra Barat itu sudah jadi Partai Nasdem," kata Burhan. (MI/ICH)

Kamis, 12 April 2012

Presiden SBY Takut Sama PKS


 11 April 2012
JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Lambannya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memastikan nasib menteri-menteri PKS dinilai karena ada ketakukan kalau PKS akan mendapatkan simpati publik.
Peneliti Lembaga Survei Indonesia, Burhanudin Muhtadi, menjelaskan alasan tersebut membuat SBY tidak segera mengambil sikap untuk mengusir PKS dari kursi menteri.
Persoalannya serius. Presiden SBY tahu kalau PKS ditendang malah akan membesarkan PKS,” ujar Burhanudin, saat menjadi pembicara dalam bedah buku bertajuk “Dilema PKS, Syariah atau Suara” di kampus 2 Universitas Islam Negeri, Jakarta, Selasa (10/4).
Burhanudin menjelaskan simpati warga bahwa PKS merupakan partai terzalimi akibat menolak kenaikan harga BBM akan menguntungkan PKS dalam kompetisi pemilu 2014 mendatang.
Kegundahan SBY, ujarnya, semakin menjadi karena di dalam barisan koalisi cuma Partai Golkar yang merupakan partai besar.
“Golkar pun bukan good boy. Banyak pembangkangan yang dilakukan,” tegasnya. Oleh karena itu, tutur Burhanudin, pemerintah akan mengalami ketergantungan dengan Partai Golkar dalam meraih dukungan suara di parlemen. Kesempatan tersebut, ujarnya, akan digunakan Partai Golkar untuk bermain mata dengan oposisi seperti PDIP.
Terkait dengan sikap PKS yang selalu kritis dalam koalisi, Burhanudin menjelaskan akan tetap didukung oleh para konstituennya. Menurutnya, konstituen PKS merupakan massa tingkat menengah yang terdidik. Sehingga, mereka memiliki ekspektasi yang tinggi terkait dengan kritik PKS kepada pemerintah. “Kalau manut-manut saja di koalisi malah makin banyak yang lari,” tegasnya. (red)

Sabtu, 07 April 2012

Presiden SBY Akan Umumkan Reshuffle Kabinet


JAKARTA, (TubasMedia.Com) – Sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak rencana pemerintah menaikkan harga eceran BBM bersubsidi benar-benar berbuntut panjang. Menurut Staf Khusus Presiden Daniel Sparingga, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secepatnya akan menentukan nasib Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan mengumumkan perampingan koalisi pemerintah. Tidak menutup kemungkinan akan terjadi reshuffle kabinet sebagai kelanjutan dari perampingan koalisi.
Dalam dua tahun terakhir, Daniel Sparingga menyebutkan ada formasi koalisi yang terkesan ganjil dan aneh, bahkan menjurus kepada oposisi. Daniel menyebutkan kemitraan koalisi di kabinet berlangsung baik, namun tidak halnya dengan di parlemen. Itu menimbulkan kerepotan, dan membuat suasana politik yang tidak kondusif.
Daniel menambahkan Presiden saat ini sedang memikirkan langkah terbaik, termasuk menghitung risiko politik. Daniel menilai itu sebagai sebuah langkah berani, dan sudah lama ditunggu publik. Dengan perampingan koalisi, reshuffle kabinet bisa jadi implikasi masuk akal dari perubahan koalisi.
Sementara itu, PKS mengakui telah mempersiapkan langkah mengundurkan diri dari Sekretariat Gabungan (Setgab) Koalisi SBY-Boediono.
“Ada keinginan untuk mundur tapi menurut saya masih dalam pembahasan, keinginan besar kecil tergantung siapa yang memandang juga,” ujar politisi PKS yang juga Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, di Halaman Istana Negara, Jakarta, Kamis (5/4/2012).
PKS akan menimbang dan melihat keinginan publik terhadap partainya, jika diinginkan mundur dari koalisi, maka PKS akan melakukannya. “Keinginan mundur atau tidak mundur, pilihan masyarakat, tapi kita masih bicarakan,” kata Salim. (red)

PKS Menghitung Hari


JAKARTA -- Sikap Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berbuah isu pemecatan dari koalisi Sekretariat gabungan (Setgab). Staf Khusus Presiden Daniel Sparingga mengatakan PKS tinggal menunggu waktu saja.

Menurutnya, tidak ada isu rumit tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, karena semua anggota setgab tahu apa yang sedang terjadi.

"Ini hanya soal waktu saja sampai akhirnya menjadi jelas di depan publik," ujar Daniel Sparingga, melalui pesan singkat, Jumat (6/4).

Menemukan waktu bagi Presiden SBY memang menjadi isu yang penting, karena banyak prioritas lain yang juga menyita perhatiannya. Namun, menurutnya, tidak perlu ada kegelisahan dari pihak mana pun mengenai kejelasan dari status PKS.

Sejak awal semua pihak tahu memelihara posisi yang berseberangan dengan pemerintah merupakan posisi yang penuh paradoks dan kontradiksi, karena PKS merupakan bagian dari koalisi.

"Semua pasti sudah tahu, hal tersebut akan berakhir seperti yang saat ini proses ceritanya sedang kita lihat," jelas Daniel.

Lebih lanjut, ia menyarankan agar proses menunggu waktu itu harus dibiarkan dengan menjaga kehormatan semua pihak yang terlibat. Sehiongga tidak perlu membuat keadaan menjadi lebih buruk.