Tampilkan postingan dengan label nagari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label nagari. Tampilkan semua postingan

Selasa, 12 Juni 2012

Kontroversi kaum Paderi :Jika bukan karena Tuanku nan Renceh

   
Keterangan foto: Benteng Fort de Kock di Bukittinggi (1826). Seorang panglima Paderi dengan pedang dan al-Qur'an dalam kantong kain yang digantungkan di leher mengawasi benteng itu dari kejauhan.

Sumber: H.J.J.L. Ridder de Stuers, De vestiging en uitbreiding den Nederlanders ter Westkust van Sumatra, Deel 1, Amsterdam: P.N. van Kampen, 1849: menghadap hlm. 92


Oleh Suryadi

Masyarakat Minangkabau masa lampau pernah merasakan pengalaman pahit akibat radikalisme agama. Di awal abad ke-19, demikian catatan sejarah, dekadensi moral masyarakat Minang sudah tahap lampu merah. Golongan ulama kemudian melancarkan gerakan kembali ke syariat, membasmi bid’ah dan khurafat. Mereka melakukannya dengan pendekatan persuasif melalui dakwah dan pengajian. Namun, kemudian muncullah seorang yang radikal dan militan di antara mereka: ia bersama pengikutnya memilih jalan kekerasan. Akibatnya, pertumpahan darah antara sesama orang Minangkabau tak terhindarkan, yang menorehkan lembaran hitam dalam sejarah Minangkabau. Siapa lagi ulama yang radikal itu kalau bukan Tuanku Nan Renceh.

Ingat nama Tuanku Nan Renceh, ingat pada Perang Paderi. Dialah panglima Paderi yang paling militan dan ditakuti. Sosoknya tidak sejelas namanya yang sudah begitu sering disebut dalam buku-buku sejarah. Tak banyak data historis mengenai dirinya. Hanya ada catatan-catatan fragmentris yang terserak di sana-sini. Tulisan ini mencoba merekonstruksi sosok Tuanku Nan Renceh berdasarkan berbagai catatan tersebut, baik yang berasal dari sumber asing (Belanda) maupun dari sumber pribumi sendiri.

Tuanku Nan Renceh berasal dari Kamang Ilia, Luhak Agam. Kurang jelas kapan persisnya ia dilahirkan, tapi pasti dalam paruh kedua tahun 1870-an. Tak ada catatan historis mengenai masa mudanya. Namun, sedikit banyak dapat direkonstruksi melalui satu sumber pribumi, yaitu Surat Keterangan Syekh Jalaluddin (SKSJ) karangan Fakih Saghir, salah seorang ulama Paderi dari golongan moderat (lihat transliterasi SKSJ oleh E. Ulrich Kratz dan Adriyetti Amir: Surat Keterangan Syeikh Jalaluddin Karangan Fakih Saghir. Kuala Lumpur: DBP, 2002).

Menurut SKSJ (yang ditulis sebelum tahun 1829), di masa remaja Tuanku Nan Renceh, di darek
(pedalaman Minangkabau) muncul seorang lama berpengaruh, yaitu Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo, Ampat Angkat. Banyak orang belajar agama kepadanya, yang datang dari berbagai nagari di Minangkabau, termasuk pemuda (Tuanku) Nan Renceh. Murid-murid Tuanku Nan Tuo yang sebaya dengan Tuanku nan Renceh antara lain Fakih Saghir. Mangaraja Onggang Parlindungan dalam bukunya yang kontroversial, Tuanku Rao ([Djakarta]: Tandjung Pengharapan, [1964]:129) mengatakan bahwa Tuanku Nan Renceh juga belajar agama Islam ke Ulakan.

Tahun-tahun terakhir abad ke-18 Tuanku Nan Renceh sudah aktif berdakwah bersama sahabatnya, Fakih Saghir. Mereka “berhimpun...dalam masjid Kota Hambalau di nagari Canduang Kota Lawas” (Kratz & Amir: 23). Mereka telah berdakwah selama empat tahun lamanya sebelum kemudian Haji Miskin (salah seorang pencetus Gerakan Paderi) pulang dari Mekah pada tahun 1803 (ibid.:25). Berarti, paling tidak Tuanku Nan Renceh, yang waktu itu masih seorang ulama muda, sudah aktif berdakwah sejak tahun 1799, beberapa tahun sebelum gerakan Paderi resmi dimulai oleh Haji Miskin, Haji Sumaniak, dan Haji Piobang.

Tampaknya bintang Tuanku Nan Renceh cepat bersinar, dan itu karena satu hal: sikapnya yang sangat radikal dan militan. Ia segera melibatkan diri sepenuh hati dan jiwa ke dalam Gerakan Paderi. Ini mungkin karena berita tentang Negeri Mekah yang didengarnya dari tiga haji yang baru pulang dari sana. Tak ada bukti bahwa Tuanku Nan Renceh pernah menginjakkan kaki di Tanah Suci. Tapi sudah biasa terjadi dalam soal Islam bahwa pendengar jadi lebih fanatik daripada yang mengalami sendiri pergi ke Mekah.

Di awal tahun 1820-an Tuanku Nan Renceh sudah menjadi salah seorang komandan perang Kaum Paderi yang menguasai lima nagari, yaitu Kamang, Bukik, Salo, Magek, dan Kota Baru. Ia dan pasukannya sangat ditakuti: bila mereka menyerang suatu nagari dapat dipastikan bahwa nagari itu menderita. Tarup (lumbung padi) dan rumah dibakar, penduduk yang melawan dibunuh atau ditawan. Fakih Saghir dalam SKSJ menggambarkan aksi bengis pasukan Tuanku Nan Renceh ketika menyerang nagari Tilatang: “Maka sampailah habis nagari Tilatang dan banyaklah [orang] berpindah dalam nagari; dan sukar menghinggakan ribu laksa rampasan, dan orang terbunuh dan tertawan lalu kepada terjual, dan [wanita] dijadikannya gundi’nya [gundiknya]”. Yang melakukan perbuatan kejam itu kebanyakan pengikut Tuanku Nan Renceh dari Salo, Magek, dan Kota Baru, sehingga pihak lawan menghina mereka dengan istilah “kerbau yang tiga kandang” (Kratz & Amir: 37), sebab perbuatan mereka dianggap sudah sama dengan perilaku binatang.

Fakih Saghir menyebutkan bahwa Tuanku Nan Renceh “kecil tubuhnya” (Kratz & Amir: 24), yang memang bersesuaian dengan namanya (kata Minang renceh berarti kecil, lincah, dan bersemangat). H.A. Steijn Parvé dalam “De secte der Padaries in de Padangsche Bovenlanden” (Indisch Magazijn [selanjutnya IM]1, 1e Twaalftal, No.4:21-40) menyebutkan bahwa Tuanku Nan Renceh bertubuh kecil, kurus, bertabiat beringasan, dan memiliki sinar mata yang berapi-api—cerminan dari sifat radikal dan keras hatinya. Pakaiannya mungkin seperti pakaian kebanyakan pengikut Paderi, seperti yang dideskripsikan oleh P.J. Veth dalam “De Geschiedenis van Sumatra,” (De Gids 10e Jrg., Januarij: 1850, hal. 21), Thomas Stamford Raffles dalam Memoir of of the Life and the Public Services of Sir Thomas Stamford Raffles editan Lady Sofia Raffles (Singapore: Oxford University Press, 1991 [reprinted ed.]: 349-50), atau sketsa visual oleh [E.] Francis dalam “Korte Beschrijving van het Nederlandsch Grondgebied ter Westkust Sumatra 1837” (Tijdschrift voor Nederlandsch-Indië [selanjutnya TNI] 2-1, 1839: 28-45, 90-111, 131-154, hal. [141]): rambut dicukur, jenggot dipanjangkan, tasbih dan pedang selalu jadi ‘pakaian’, sorban dan jubah panjang hingga bawah lutut berwarna putih, membawa Al-Quran yang ditaruh dalam kantong merah yang digatungkan di leher (ini hanya khusus buat ulama/panglima Paderi) (lihat ilustrasi).

Tak ada riwayat apapun tentang keluarga Tuanku Nan Renceh. Nama kecilnya juga tidak diketahui. Hanya ada sedikit kisah tragis bahwa ia memulai jihadnya dengan cara sadis: ia menyuruh bunuh bibinya sendiri—menurut Mangaraja Onggang Parlindungan (op cit.:134) ibu Tuanku Nan Renceh sendiri yang bergelar “orang kaya” (urang kayo)—yang tidak mau mengikuti perintahnya berhenti makan sirih, yang dianggap kebiasaan yang tidak sesuai dengan Islam. Mayatnya tidak dikuburkan tapi dibuang ke hutan karena dianggap kafir (lihat: Muhamad Radjab, Perang Paderi di Sumatera Barat (1803-1838), Djakarta: Perpustakaan Perguruan Kementerian P.P. dan K., 1954:18-19; Christine Dobbin, Kebangkitan Islam dan Ekonomi Petani yang Sedang Berubah: Sumatra Tengah 1784-1847, terj. Lilian D. Tedjasudhana. Jakarta INIS, 1992: 158). Dengan begitu, Tuanku Nan Renceh cepat mendapat pengikut dari mereka yang berjiwa militan.

Naskah SKSJ mencatat bahwa akhirnya Tuanku Nan Renceh memusuhi Tuanku Nan Tuo yang tetap memegang sikap moderat dalam memperjuangan cita-cita Gerakan Paderi. Tuanku Nan Tuo mengecam cara-cara di luar peri kemanusiaan yang dilakukan oleh Tuanku Nan Renceh dan pengikutnya terhadap penduduk nagari-nagari yang mereka taklukkan. Tuanku Nan Renceh menghina ulama kharismatik yang dituakan di darek itu dengan menyebutnya sebagai “rahib tua” dan Fakih Saghir, sahabat dan bekas teman seperguruannya, digelarinya “Raja Kafir” dan “Raja Yazid” (Kratz & Amir: 41).

Sabtu, 02 Juni 2012

Bulittinggi Tempo dulu



Blog Pasambahan Datuak - http://www.freewebs.com/limaukampuang
Benteng Tertua di Indonesia - http://arkeologi.web.id/articles/
Indonesia tempo dulu - http://tempodoeloe.com/category/old-batavia/
Padang tempo dulu - http://cilotehleaks.blogspot.com/
Sedjarah Hindia Belanda  - http://walentina.waluyanti.com/history-politics/ 
Legenda nusantara - http://legendanusantara.wordpress.com



        Nasehat buat keponakan    



Anak kanduang sibiran tulang 
Buah hati ayah djo Bundo
Ubek Jariah  palarai damam
Sidingin sampai dikapalo

Nan kanduang kamanakan mamak
Rangkaian hati urang sakoto
Mamak batutua cubolah simak
Dangakan mamak bacarito

Kok indak salah mamak mahetong
Diagak agak sampai kini
Tatkalo kamanakan kadibaduang
Mamak maliek partamo kali

Ayah badoa pado nankuaso
Bundo bakahandak pado illahi
Kok layie anak nan dicito
Ka pangganti badan diri
Diwarih nan kabajawek
Dipusako nan kabatolong
Indak dibilang jariah  jo panek
Lamo jo maso indak dihetong

Lah layie anak laki-laki
Umpamo ameh jo parmato
Ibaraik cincin taikek dijari
Ka panyongsong tamu nan tibo

Rabu, 23 Mei 2012

Keluarga Besar Gobah Sungai Puar

From Marsinggo








 Hei kalian anak cucu Suku Koto Gobah : Hiduplah kalian dengan damai, carilah prestasi yang membanggakan dan bisa membawa keharuman nama kaum ,sanak saudara . Semoga Tuhan memberkati kita semua...........










    
  


Sungai Pua  saisuak- Sungai Pua saisuak
Urang Minang - Urang Minang 
Bukittingi - bukittinggiwisata.com
 

Minggu, 04 Maret 2012

Marsinggo - Negeriku


Kembali Jakarta digoncang bom
JW Marriot restoran dan Ritz Carlton jadi sasaran
Pekikan teriakan jeritan membahana
Semua berlarian menyelamatkan diri dari maut yang mengerikan

Panik takut marah haru tak terkatakan
Percikan darah reruntuhan bangunan serpihan tubuh berserakkan .
Rintihan korban cabikan badan potongan lengan sangat mengerikan
Semua porak peranda bagaikan  kesetanan

Ibu Pertiwi menangis pilu
Suara tersendat dikerongkongan sendu
Pemilu belum selesai berlalu
Adakah misteri dibelakang itu ?

Rakyat harus dikasi tahu
Negeri ini diintai mangsa pemburu
Hutan gunung danau laut mereka perlu
Kini saatnya kau acungkan tinju

Apakah yang lemah harus ditekan ?
Dimanakah kemanusiaan dan keadilan ?
Patutkah hal demikian dilakukan ?
Aku serahkan kepada engkau ya kawan .

Jangan kau ragu dan terbujuk penipu
Negeri ini diperjuangkan untuk anak cucu
Ingat darah dan sumpah para pahlawan pendahulu
Kalau perlu kau mati untuk itu .

                                                              Juli 2009
                                                               by : S.Koto



Liputan VOA : Bom Lagi, Bom Lagi.....Ada Apa Indonesia?

Jum’at pagi 17 Juli 2009 ketika jarum jam menunjukkan pukul 07:47 saat aktifitas pagi mulai ramai untuk yang kedua kalinya bom mengguncang Hotel JW Marriot,  Mega Kuningan Jakarta setelah enam tahun yang lalu, namun kini yang menjadi sasaran bomber adalah Lobby Hotel samping Restoran Plaza Mutiara, dan berselang hanya sepuluh menit saja tepat pada pukul 07:57 Restoran Airlangga Hotel Rizt Carlton yang berjarak kurang lebih 200 meter dari Hotel JW Marriot turut meledak, menurut Kapolda Metro Jaya Mayjen Polisi Wahyono dari hasil olah TKP (tempat kejadian perkara) yang dilakukan, POLDA Metro Jaya telah berhasil mengidentifikasi jenis bomnya, yaitu Black Powder Low Explosif bercampur Gotri, Mur dan bahan lainnya, dua bom di JW Marriot, satu bom di Rizt Carlton, dan dilakukan dengan cara bom bunuh diri, masih menurut Kapolda sejumlah korban hingga saat Konferensi Press berjumlah 61 orang, dengan rincian 8 orang tewas (tujuh korban meninggal di lokasi kejadian, satu orang meninggal di rumah sakit), 53 orang luka dan masih dalam perawatan.

Namun kepastian berapa jumlah korban sebenarnya sumber dari berbagai media berbeda misalnya Tv One  menyebutkan 9 korban meninggal
Namun kepastian berapa jumlah korban sebenarnya sumber dari berbagai media berbeda misalnya Tv One  menyebutkan 9 korban meninggal, sementara SCTV menyebut 14 koban meninggal, Kapolda Metro Jaya menjelaskan dugaan sementara pelaku bom bunuh diri adalah penghuni hotel atau tamu hotel yang menyamar. Dalam tayangan CCTV dan dari kamera blackberry seperti yang tayangkan TV One tampak seseorang yang dicurigai sebagai pelaku membawa tas rangsel di dada dan sambil menarik tas koper sedang lewat dan beberapa detik kemudian terjadilah ledakan dahsyat tersebut.
Mengapa Bom itu terjadi di Jakarta lagi, menurut Ali Mochtar Ngabalin anggota DPR  komisi I (satu) yang menangani masalah intelijen ia menilai pemerintah dalam hal ini intelijen dan aparat keamanan kecolongan dan lemah dalam mengantisipasi kejadian seperti itu sehingga berdampak kurang baik bagi Indonesia di mata luar negeri. Bagaimana mungkin hotel binang lima dengan pengaman tiga lapis bisa kecolongan. Dia juga menyayangkan pernyataan presiden SBY di Istana Negara dalam mensikapi kejadian di JW Marriot dan Rizt Carlton bahwa kejadian tersebut berkaitan dengan pilpres, pernyataan bahwa ada  pihak-pihak yang tidak menerima hasil pilpres adalah statemen memperkeruh suasana, demikian kata Ali Mochtar Ngabalin,  “ mestinya sudah cukup mewakili pernyataan Menhankam bahwa ada pihak seperti teroris misalnya yang tidak suka melihat Indonesia aman dan damai “ demikian cetusnya.

Hal senada juga di ungkapkan oleh pengamat politik Ikrar Nusa Bakti yang saat kejadian ledakan bom sedang  menginap di hotel itu bersama keluarganya,  “ tidak seharus seorang presiden mengeluarkan peryataan seperti itu sebab akan semakin memperkeruh keadaan, dan itu akan tertujuh kepada Prabowo atau Wiranto, padahal SBY hampir dipastikan akan disyahkan dan dilantik sebagai presiden, akan lain persoalannya dan dampaknya jika peryataan itu disampaikan oleh pengamat, seharusnya presiden tidak mengaitkan kasus ini dengan politik ” begitu tambahnya. Di tempat lain Megawati Sukarno Putri yang juga kontestan pilpres  mengatakan jangan mengait-ngaitkankan kasus peledakan tersebut dengan politik  pilpres, dia juga meminta agar pemerintah mengusut secepatnya agar dapat diketahui siapa sebenarnya dalang dan pelaku peledakan. Sementara itu Presiden SBY yang tadinya berencana melihat langsung tempat kejadian ledakan batal hadir dan berganti menjenguk para korban ledakan di Rumah Sakit MMC.
(Heri Jauhari/voa-islam.com)

Rabu, 11 Januari 2012

MARSINGGO - Nagari yang Bersifat Istimewa

Terobosan dari Kabupaten Solok
Padang Ekspres • Rabu, 21/12/2011 12:02 WIB • 
Syamsu Rahim
Menghadiri seminar sehari Penguatan Fungsi Musyawarah Tungku Tigo Sajarangan (MTTS) dan Tali Tigo Sapilih di Minangkabau—Aplikasi di Kabupaten Solok, memunculkan beberapa signifikasi: semangat para wali nagari/perwakilan Badan Perwakilan Nagari (BPM)/ketua atau perwakilan Kerapatan Adat Nagari (KAN)/perwakilan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM)/Bundo Kanduang/Pemuda, dan berbagai unsur lainnya, yang seakan memiliki begitu banyak pemikiran untuk disampaikan—seakan-akan selama ini mereka tidak memiliki mediasi untuk menyampaikan/menyalurkannya.

Seminar sehari, Senin (19/12) itu menampilkan paparan Bupati Solok Drs H Syamsu Rahim, Ketua Umum Pucuk Pimpinan LKAAM Drs H Sayuti Dt Rajo Pangulu MPd, dan Penangung Jawab Operasional Padang Ekspres Group H Sutan Zaili Asril. Para peserta seminar bertahan sampai acara usai. Juga, Rektor Universitas Mohammad Yamin (UMY) Prof Elfi Sahlan Ben, Wakil Bupati Desra Ediwan Ananta Toer, Kapolres Solok AKBP Bambang Ponco Sutiarso SH MH, staf ahli bidang kemasyarakatan Gubernur Sumatera Barat Ir H Harmensyah, dan para undangan lainnya.

Paparan Ketua Umum PP LKAAM Sayuti Dt Rajo Pangulu menarik perhatian peserta seminar. Masalah yang dikemukakan antara lain, bagaimana/kenapa kepemimpinan adat dan hukum adat tidak diakui dan tidak berperan, tentang ada kegamangan terhadap hukum positif yang memarjinalkan hukum adat, tentang ketidakharmonisan antara hukum positif nasional dan hukum adat, tentang peranan angku kali nagari agar dikembalikan, dan berbagai keluh-kesah/kegamangan/kegelisahan pemangku adat lainnya.

Juga mengemuka ketidakkompetenan para pemangku adat dan tantangan untrust/distrust kemenakan/warga terhadap kemimpinan adat itu sendiri. Sebagian besar pemangku adat dikatakan tidak mengetahui undang nan duopuluah/undang duobaleh/undang salapan dan tambo. Bahkan, Sayuti mengatakan, sekitar 99 persen penghulu dan pemangku adat tidak membaca dan menguasai tambo.

Jadi, untuk membentuk dan mendorong MTTS nagari berperanan, Sayuti menyampaikan agar dilakukan pembekalan kepada para pemangku adat nagari. Berkaitan dengan tersedia tambo dan undang di setiap nagari, Bupati Solok Syamsu Rahim langsung merespons, akan mengalokasikan anggaran tahun 2012 dan atau pada APBD Perubahan 2012 Kabupaten Solok untuk pengadaan tambo, dan undang di nagari Kabupaten Solok.

Peserta seminar seakan mendapat kesempatan memperoleh pengulangan kembali pencerahan tentang segala aspek mengenai adat Minang. Bahwa, keberadaan masyarakat adat/hukum adat/kepemimpinan adat di dalam UUD 1945—bahkan juga keberadaan dari tanah ulayat—sebetulnya diakui. Hanya saja, bagaimana keberadaan/aplikasinya di lapangan masih harus disusun dan diperjuangkan untuk mendapatkan pengakuan, dan kepastian sesuai dengan tingkatan pengambilan kebijakan.

Sayuti memaparkan bahwa tahun 2006 diselenggarakan Musyawarah Besar (Mubes) Lembaga Adat Rumpun Melayu di Pekanbaru. Mubes menyepakati bahwa dasar falsafah adat rumpun Melayu Sumatera, adalah: Adat Basandi Syarak/Syarak Basandi Kitabullah; mengakui ada tungku tigo sajarangan; kaum adat; kaum syarak; kaum cadiak pandai; mempertahankan aset tanah ulayat sebagai sumber kesejahteraan masyarakat hukum adat.

Tentang pengertian adat nan ampek, yaitu adat nan sabana adat; adat nan diadatkan; adat istiadat; dan adat nan teradat. Tentang kato nan ampek; kato pusako, kato mufakat, kato daulu batapati, dan kato kudian kato bacari. Tentang undang nan ampek;  undang luhak dan rantau, undang nagari, undang di dalam nagari, dan undang duopuluah. Tentang hukum nan ampek; hukum ilmu, hukum bainah, hukum kurenah, dan hukum perdamaian.

Lalu, tentang bagaimana nagari tumbuh dari taratak, dusun, koto, dan nagari. Tentang asal suku: Budi, Caniago, Koto, dan Piliang. Tentang scope ajaran/nilai adat:raso, pareso, malu, dan sopan. Tentang asal kebenaran: dari dalil kato Allah, dari hadits nabi, dari kato pusako, dan dari kato mufakat. Tentang ketokohan adat Minang ampek jinih; jinih nan Ampek; dan urang nan bajinih. Tiga unsur kepemimpinan adalah adat Minang: ninik-mamak, alim-ulama, dan cadiak-pandai. Gabungan dari ketiganya disebut tungku tigo sajarangan (TTS).

Ninik-mamak membidangi urusan adat yang bersumber dari tambo (yaitu adat nan ampek: adat nan sabana adat; adat nan teradat; adat istiadat; adat nan diadatkan). Alim-ulama membidangi syarak yang bersumber dari Al Quran—syarak mangato/adat mamakai. Cadiak-pandai membidangi undang yang bersumber dari kitab undang-undang.

Semua hal, dari sebagian tentang adat, masyarakat adat, kepemimpinan adat, dan hukum adat, sebagaimana dipaparkan Sayuti, kebanyakannya tidak dikuasai oleh pemimpin adat dan masyarakat adat. Untuk dapat merealisasikan semangat babaliak banagari, maka ada tantangan berat: bagaimana memberdayakan/menyiapkan kepemimpinan adat agar menguasai bidangnya dengan baik.

Tentang kegamangan peserta seminar ketakharmonisan antara hukum positif dengan hukum adat dan marjinalisasi secara tidak langsung terhadap kepemimpinan adat. Sebaliknya, harapan agar masyarakat adat/kepemimpinan adat/hukum adat diakui di nagari-nagari di Provinsi Sumatera Barat, Sayuti menyampaikan hasil Mubes LKAAM sehari sebelumnya, bahwa sepakat mengusulkan/memperjuangkan agar nagari di Sumbar bersifat istimewa—yang akan memungkinkan pengakuan terhadap masyarakat adat/kepemimpinan adat/hukum adat tersebut.

Peserta seminar mendukung penuh, bilamana pengusulan ”nagari di Provinsi Sumbar bersifat istimewa” itu dipersiapkan dan diperjuangkan. Insya Allah, pengusulan itu akan mendapat dukungan dari semua wali nagari/ketua dan anggota KAN se-Sumbar. Pengusulan itu, rencananya akan disampaikan melalui 14 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan empat anggota Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD-RI) asal Sumbar.

Termasuk, pengusulan itu, direncanakan akan memanfaatkan pula saluran Mendagri Dr HC H Gamawan Fauzi Dahlan Dt Rajo Nan Sati SH MM, dan Presiden Dr Susilo Bambang Yudhoyono—rakyat Indonesia lazim memanggil/menyebut nama presiden dengan SBY—sebagai mamak rang Minang yang bergelar Sri Maharaja Pamuncak Sarialam. Apalagi saat ini pemerintah sedang mengusulkan perubahan UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah ke DPR-RI. Prosedur formalnya tentu melalui DPRD kabupaten/kota dan DPRD provinsi, serta DPR-RI/DPD-RI asal pemilihan Provinsi Sumatera Barat.

Memang tidaklah relevan gagasan yang hendak mengusulkan Sumbar berganti nama dengan Provinsi Minangkabau dan bersifat istimewa. Sebaliknya, agaknya lebih terbuka untuk menjadikan nagari bersifat istimewa. Bilamana nanti nagari bersifat istimewa diterima, maka peluang pengakuan masyarakat adat/kepemimpian adat/hukum adat secara lebih maksimal sejauh masih tetap di bawah NKRI dan tidak bertentangan dengan hukum nasional/hukum positif akan dapat direalisasikan. (zas)
[ Red/Redaksi_ILS ]