JAKARTA– Partai Golkar perlu segera melakukan konsolidasi secara intensif dan memunculkan beberapa tokoh pengganti figur-figur kuat yang telah hengkang. Hal ini penting untuk membendung potensi eksodus kader ke partai lain.
Pengamat politik dari Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan, saat ini Golkar sedang mengalami ketimpangan dari basis dukungan. Menurut dia, tak bisa dimungkiri, sejumlah tokoh politikus senior yang telah hengkang dari Golkar seperti Surya Paloh, Wiranto, dan Prabowo Subianto pernah memiliki basis dukungan tersendiri di partai berlambang beringin tersebut.
Terlebih, mereka membentuk partai sendiri, yaitu Partai NasDem, Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). ”Kalau persoalannya sudah basis dukungan, ini memang ancaman bagi Golkar. Suatu saat akan ada momentumnya meski sekarang seolah tenangtenang saja.Apalagi tiap tokoh sudah menjadi figur sentral di parpol lain,” ujar Asep kepada SINDOkemarin.
Asep menjelaskan,setidaknya ada tiga faktor utama yang membuat Golkar terancam eksodus kader. Pertama, banyak tokoh potensial di Golkar yang tidak mendapat tempat atau posisi terhormat di partai sehingga mereka merasa diasingkan. Kondisi seperti ini masih terjadi di Golkar bahkan dialami mantan ketua umum. Kedua, saat ini Golkar tidak memiliki tokoh sentral yang mampu ”mengikat” para kader untuk selalu patuh pada aturan partai.
Sosok Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal bakrie (Ical) dinilai belum memiliki kapasitas sekelas itu. Ketiga, tidak ada pembaruan dan kemajuan dalam program partai sehingga para kader beranggapan bakal mampu menjalankan program tersebut di luar Golkar. Guru besar hukum tata negara Unpar itu juga menyayangkan sikap Ical yang beberapa waktu lalu mengaku tidak mengenal Partai NasDem di mana Surya Paloh menjadi ketua majelis nasionalnya.Ical bahkan sempat memplesetkan kepanjangan NasDem sebagai ”panas-demam”.
”Mungkin Ical ingin menunjukkan bahwa NasDem bukan ancaman besar bagi Golkar. Ingin menyindir dan menganggap remeh NasDem yang sebagian pengurusnya adalah mantan kader Golkar.Tapi itu terkesan arogan,” ujar Asep. Ical berkata soal ”panas-demam” seusai focus group discussion di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, 2 Mei 2012. Sebelumnya, seusai menggelar temu kader di Surabaya, pertengahan April 2011, Ical pernah menyatakan bahwa kemunculan NasDem, Hanura, dan Gerindra justru menjadi kebanggaan karena mantan kader partainya menjadi pemimpin partai.
Mengenai banyaknya kader senior yang pindah, Ical pada akhir Juli 2012 pernah mengatakan, ”Satu pindah, ada kader yang lain. Ada banyak stok, tidak perlu khawatir.Ideologi Golkar akan tetap tertanam kuat.” Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, Saleh Partaonan Daulay, berpandangan, motif Ical yang cenderung selalu meremehkan partai-partai yang dipimpin mantan kader Golkar antara lain untuk membendung potensi eksodus kader partainya.
”Ada pula beban psikologis karena ternyata ada partai baru yang perkembangannya luar biasa dan bisa saja memenangi pemilu. Dibentuk oleh bekas kader senior Golkar lagi,”kata Saleh. Ketua DPP Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari mengungkapkan, Golkar tidak merasa terancam dengan terus naiknya elektabilitas Partai NasDem dan elektabilitas Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Dia bahkan menghormati kedua partai tersebut sebagai mitra politik.”Dalam berpolitik Golkar tidak memiliki musuh politik. Partai dan figur-figur sentral partai lain bagi Golkar adalah mitra, bahkan mitra strategis,” ujarnya. Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Agung Laksono pernah mengakui adanya kekhawatiran bahwa NasDem, Hanura, dan Gerindra dapat mengancam eksistensi Golkar di masa mendatang.”Tapi itu kanrisiko dan dinamika partai. Sisi positifnya, kader Golkar memang orang-orang terbaik sehingga mampu membentuk partai baru,” kata mantan ketua DPR itu. robbi khadafi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar