Oleh John Andhi Oktaveri
JAKARTA: Partai NasDem seharusnya lebih selektif dalam menjaring calon
presiden dengan mempertimbangkan sistem regenerasi politik sehingga
memunculkan wajah baru yang lebih memberi harapan.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Boni Hargens
mengatakan regenerasi politik sangat diperlukan saat ini di tengah masih
banyaknya wajah-wajah lama yang tampil sebagai capres.
Akan tetapi, katanya, kalaupun belum ada wajah baru yang mumpuni,
Partai NasDem bisa mencari figur lama yang sekelas Jusuf Kalla, yang
sampai saat ini masih memiliki kans politik yang besar.
“Regenerasi politik adalah syarat bagi pembangunan politik. wajah lama
sudah saatnya disimpan dalam album. Tampilkan wajah baru. Banyak tokoh
muda dari internal NasDem bisa diusung jadi capres dan cawapres,”
ujarnya.
Boni menyebutkan di antara tokoh muda di NasDem yang bisa ‘dijual’
termasuk Jeffrie Geovanie atau Harry Tanoe yang dinilainya punya rekam
jejak yang bagus.
Menurut Boni, selain di Partai NasDem, banyak juga capres muda di
parpol lain, tetapi terpendam karena partainya tidak memberikan ruang.
Hal itu terjadi, katanya, karena regenerasi politik tidak berjalan baik
di partai tersebut.
“Partai Golkar dan PDI-P bermasalah dalam hal ini. Demikian juga dengan
Partai Demokrat dan PKS, keduanya punya banyak tokoh muda, tetapi kedua
partai ini mengalami krisis kepercayaan publik terkait skandal korupsi
dan praktik politik yang kontroversial,” ujarnya.
Terkait soal sistem penjaringan capres, lebih jauh Boni mengatakan
untuk menjaring capres yang representatif, mekanisme konvensi merupakan
jalan paling ideal.
“Saya beberapa kali mengusung ide primary election seperti di Amerika
Serikat (AS) agar diterapkan di Indonesia. Partai-partai harus berani
melakukan itu. Partai baru seperti NasDem perlu mempelopori gerakan
semacam ini,” ujarnya.
Sebelumnya, pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Siti Zuhro mengatakan, popularitas dan gagasan perubahan yang
disampaikan NasDem akan mengancam partai-partai lain, terutama Partai
Golkar dan Partai Demokrat.
"Karena semua insfrastruktur partai itu digunakan oleh NasDem. Yang
terancam juga Partai Demokrat dengan berbagai persoalan yang mendera,"
kata Siti.
Menurutnya, proses transisi politik saat ini sudah masuk tahap jenuh.
Reformasi partai yang belum tuntas membuat para pemilih beralih ke
partai baru yang prospektif, yang memiliki basis ideologi kuat dan
mencerminkan pluralitas. (sut)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar