Kamis, 21 Juni 2012

PEREMPUAN PEREMPUAN ACEH TEMPO DULU YANG PERKASA


Perempuan millenium Indonesia masih berjuang menegakkan kesamaan haknya – yang terinspirasi oleh “gerutuan” R.A. Kartini. Namun, 7 abad lalu perempuan Aceh telah menikmati hak-haknya sebagai manusia yang setara tanpa perdebatan.
Di Matangkuli, Kecamatan Minye Tujoh,Aceh Utara, terdapat sebuah makam kuno yang nisannya bertuliskan bahasa Arab dan Jawa Kuno. Di nisan itu, tertoreh nama Ratu Ilah Nur yang meninggal tahun 1365. Siapa Ilah Nur ? Ilah Nur adalah seorang Ratu yang memerintah Kerajaan Pasai. Keterangan itu juga terdapat dalam kitab Negara Kertagama tulisan Mpu Prapanca dan buku Hikayat Raja-Raja Pasai. Tidak banyak keterangan yang didapat oleh peneliti tentang masa pemerintahan Ratu Ilah Nur ini.
Perempuan Aceh memang luar biasa.Mereka mampu mensejajarkan diri dengan kaum pria. Bahkan, dalam peperangan pun, yang biasanya dilakukan kaum pria, diterjuni pula.Mereka menjadi komandan, memimpin ribuan laskar di hutan dan digunung-gunung. Para perempuan Aceh berani meminta cerai dari suaminya – bila suaminya berpaling muka kepada Belanda. Kaum pria Acehpun bersikap sportif. Mereka dengan lapang hati memberikan sebuah jabatan tertinggi dan menjadi anak buahnya. Diantara mereka menjadi amat dikenal bahkan melegenda, seperti Cut Nayk Dien, Laksamana Kumalahayati, dan sebagainya.
Beberapa preode, Kerajaan Aceh Besar yang berdaulat, pernah dipimpin oleh perempuan. Selain Ratu Ilah Nur,ada Sultanah Safiatuddin Syah, Ratu Inayat Zakiatuddin Syah, Sultanah Nurul Alam Naqiatuddin Syah dan Ratu Nahrasiyah. Sementara yang terjun ke medan pertempuran, ada Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dien, Cut Meutia, Pocut Baren dan Pocut Meurah Intan. Ada pula yang menjadi ullebalang (penguasa lokal).
Ratu Nahrasiyah
Dr.C. Snouck Hurgronje terkagum-kagum menyaksikan sebuah makam yang demikian indah di situs purbakala Kerajaan Samudera Pasai di AcehUtara. Makam yang terbuat dari pualam itu, adalah makam Nahrasiyah,seorang Ratu, putri dari Sultan Zain al-Abidin. Ia memerintah lebih dari 20 tahun. Nama Sultan Zain al-Abidin dalam berita –berita Tiongkokdikenal dengan Tsai-nu-li-a-ting-ki. Kronika Dinasti Ming (1368-1643)menyebutkan, Ratu ini mengirimkan utusan-utusannya yang ditemani olehsida-sida China Yin Ching kepada mahararaja China, Ch’engtsu(1403-1424). Pada tahun 1415 Laksamana Cheng Ho dengan armadanya datang mengunjungi Kerajaan Samudera Pasai. Ratu yang dimaksud dalam berita China itu tidak lain adalah Ratu Nahrasiyah.
Sultanah Safiatuddin Syah (1641-1675)
Bersyukur bahwa catatan tentang Sultanah Safiatuddin Syah cukup banyak sehingga dapat memberikan gambaran yang memadai tentang kiprahnya memimpin.Syafiatuddin Syah lahir tahun 1612 dan anak tertua Sultan Iskandar Muda. Puteri Syafiatuddin gadis yang rupawan, cerdas dan berpengetahuan. Setelah dewasa, dia dinikahkan dengan Iskandar Thani,putera Sultan Pahang yang dibawa ke Aceh setelah dikalahkan oleh Sultan Iskandar Muda. Sultanah Safiatuddin Syah memerintah selama 35 tahun(1641 – 1675), pada masa-masa yang paling sulit karena Malaka diperebutkan antara VOC dengan Potugis. Ia dihormati oleh rakyatnya dan disegani Belanda, Portugis, Inggris, India dan Arab. Ia meninggal 23 Oktober 1675.
Sultanah Nurul Alam Naqiatuddin Syah
Sultanah Naqiatuddin adalah puteri Malik Radiat Syah. Hal penting dan fundamental yang dilakukan oleh Naqiatuddin pada masa pemerintahannya adalah melakukan perubahan terhadap Undang Undang Dasar Kerajaan Acehdan Adat Meukuta Alam. Aceh dibentuk menjadi tiga federasi yang disebut Tiga Sagi (lhee sagoe). Pemimpin Sagi disebut Panglima Sagi. Maksud dari pemerintahan macam ini agar birokrasi tersentralisasi dengan menyerahkan urusan pemerintahan dalam negari-negari yang terbagi Tiga Sagi itu. Untuk situasi sekarang, sistem pemerintahan Kerajaan Aceh dulu sama dengan otonomi daerah. Masa pemerintahannya singkat(1675-1678).
Ratu Inayat Zakiatuddin Syah
Naqiatuddin Syah meninggal, digantikan oleh Inayat Zakiatuddin Syah. Menurut orang Inggris yang mengunjunginya tahun 1684, usianya ketika itu sekitar 40tahun. Ia digambarkan sebagai orang bertubuh tegap dan suaranya lantang. Inggris yang hendak membangun sebuah benteng pertahanan guna melindungi kepentingan dagangnya ditolak Ratu dengan mengatakan,Inggris boleh berdagang, tetapi tidak dizinkan mempunyai benteng sendiri. Tamu lainnya adalah kedatangan utusan dari Mekkah. Tamu tersebut bernama El. Hajj Yusuf E. Qodri yang diutus oleh Raja Syarif Barakat yang datang tahun 1683. Ratu meninggal 3 Oktober 1688, lalu ia digantikan oleh Kamalat Zainatuddin Syah.
Ratu Kamalat Zainatuddin Syah
Silsilah ratu ini tidak banyak diketahui. Ada dua versi tentang asal usulnya.Perkiraan pertama ia anak angkat Ratu Sultanah Safiatuddin Syah dan lain pihak mengatakan ia adik Ratu Zakiatuddin Syah. Yang jelas, Ratu Zakiatuddin Syah berasal dari keluarga-keluarga Sultan Aceh juga. Pada masa Kamalat Syah bertahta, para pembesar kerajaan terpecah dalam dua pendirian. Orang kaya bersatu dengan golongan agama menginginkan kaum pria kembali menjadi Sultan. Kelompok yang tetap menginginkan wanita menjadi raja, adalah Panglima Sagi. Ia turun tahta pada bulan Oktober1699. Pada masa pemerintahannya, ia mendapatkan kunjungan dari Persatuan Dagang Perancis dan serikat dagang Inggris, East IndianCompany.
Cut Nyak Dien
Nama Cuk Nyak Dien bagai sebuah legenda. Setelah suaminya, Teuku Umar meninggal, ia memilih melanjutkan perjuangan bersenjata dengan pilihan : hidup atau mati di hutan belantara dari pada menyerah kepada Belanda. Ia membiarkan dirinya menderita dan lapar di hutan sambil terus dibayangi oleh pasukan marsose Belanda yang mengejarnya. Adakalanya ia berminggu-minggu tidak menjumpai sesuap nasipun. Ia melakukan itu selama 6 tahun. Ia lahir tahun 1848. Ayahnya, Teuku Nanta Setia, seorang uleebalang. Ibunya juga keturunan bangsawan. Cut Nyak Dien aktif di garis depan. Akibatnya ia jarang berkumpul dengan suami dan anaknya. Persembunyian Cut Nyak Dien ditemukan oleh Belanda. Dalam keadaan buta dan lemah, ia ditangkap.Dengan tandu, Cut Nyak Dien dibawa oleh pasukan Belanda. Tanggal 11Desember 1906, Pemerintah Belanda mengasingkan Cut Nyak Dien dan kemanakannya ke Sumedang, Jawa Barat. Pada 9 November 1908 ia meninggal.
Cut Meutia
Memegang pedang yang sudah dikeluarkan dari sarungnya, rambut terurai, tanpa ada keraguan sedikit pun, Cut Meutia menyongsong pasukan Belanda yang dipimpin oleh Mosselman. Satu peluru di kepala dan dua di tubuhnya merubuhkan wanita yang digambarkan berparas cantik, kulit kuning berambut panjang. Ia tewas tangal 25 Oktober 1910 di hulu Sungai Peutoesetelah pengejaran yang melelahkan oleh pasukan elit Belanda. Cut Muetia lahir tahun 1870. Ayahnya, Teuku Ben Daud, seorang uleebalang Pirak yang setia terhadap Sultan Aceh, Muhammad Daud Syah. Ibunya bernama Cut Jah. Pesonanya sesuai dengan namanya Muetia yang diartikan mutiara. Ia menikah dengan Teuku Syamsarif seorang uleebalang tahun1890 dalam sebuah pernikahan yang agung sebagai anak uleebalang.Bercerai dari suaminya, gelora jiwanya terlepas bebas sudah. Ia punikut bergerilya bersama ayah dan saudara-saudaranya. Kemudian iadinikahkan dengan Teuku Cut Muhammad (Chik Tunong) dan barulah ia benar-benar ikut angkat senjata.
Pocut Baren
Pocut Baren lahir di Tungkop. Ia putri seorang uleebalang Tungkop bernama Teuku Cut Amat. Daerah uleebalang Tungkop terletak di Pantai Barta Aceh. Suaminya juga seorang uleebalang yang memimpin perlawanan di Woyla. Pocut Baren merupakan profil wanita yang tahan menderita,sanggup hidup waktu lama dalam pengembaraan di gunung dan hutan belantara mendampingi suaminya. Ia disegani oleh para pengikut, rakyat dan juga musuh. Ia berjuang sejak muda dari tahun 1903 hingga tahun1910. Ia memimpin pasukannya di belahan barat bersamaan dengan Cut NyakDien ketika masih aktif dalam perjuangan. Suatu penyerangan besar-besaran dibawah pimpinan Letnan Hoogers, meluluh lantahkankan benteng pertahanan Pocut Baren. Kaki Pocut Baren tertembak dan ia dibawa ke Meulaboh. Sebagai penghargaan atas dirinya, Belanda menghadiahkan sebuah kaki palsu untuknya yang didatangkan khusus dariBelanda. Ia wafat tahun 1933.
Pocut Meurah Intan
Pocut Meurah Intan seorang puteri bangsawan dari kalangan Kesultanan Aceh.Ayahnya Keujruen Biheue berasal dari keturunan Pocut Bantan. Ia menikah dengan Tuanku Abdul Majid, salah seorang anggota keluarga Sultan Aceh,yang gigih menantang kehadiran Belanda. Belanda mencatat, bahwa PocutMeurah salah satu figur dari Kesultanan Aceh yang paling anti Belanda.Dalam laporan kolonial (Koloniaal Verslag) tahun 1905, sampai tahun1904 satu-satunya tokoh dari kalangan Kesultanan Aceh yang belum menyerah dan tetap bersikap anti Belanda adalah Pocut Meurah Intan.
Intensitas patroli Belanda yang semakin meningkat, membuat Pocut Meuran Intan bersama kedua putranya tertangkap marsose. Namun sebelum tertangkap, ia masih melakukan perlawanan yang mengagumkan pihak lawan. Ia mencabut rencongya menyerbu brigade tempur Belanda. Terbaring di tanah digenangi darah dan lumpur, Veltman mengira ia tewas lalu meninggalkannya. KataValtman, biar dia meninggal ditangan bangsanya sendiri. Pocut Meuran Intan ternyata masih hidup. Ia diselamatkan. Valtman, pemimpin pasukanBelanda yang berpengalaman dan baik hati, menyebutnya sebagai heldhaftig (gagah berani). Veltman kemudian mengirim dokter untuk merawat luka-lukanya. Pocut Meurah Intan yang pincang dengan kedua putranya 6 Mei 1905 kemudian diasingkan ke Blora, Jawa. Pada 19 Septembar 1937 Pocut Meurah Intan meninggal. (Wanita Utama Aceh / Rizal Bustami)  (http://kabarinews.com/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar