Selasa, 21 Februari 2012

Marsinggo - Ribuan Transaksi DPR Mencurigakan

Tuesday, 21 February 2012 ImageKepala PPATK M Yusuf (kiri) didampingi Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Jakarta, kemarin.

JAKARTA– Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku tengah menelusuri sekitar 2.000 transaksi mencurigakan yang menyangkut anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mayoritas transaksi mencurigakan dilakukan oleh anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. ”Saat ini PPATK sedang melakukan proses atas lebih dari 2.000 laporan terkait dengan anggota DPR, di mana mayoritas transaksi dilakukan oleh anggota Banggar DPR,” demikian tertulis dalam sambutan Kepala PPATK Muhammad Yusuf saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Gedung DPR,Jakarta,kemarin.

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman yang dikonfirmasi data tersebut meminta PPATK tidak hanya mengumumkan data,tapi langsung melaporkan temuan itu ke penegak hukum. ”Pentingnya hal ini karena ketidakpercayaan publik kepada Dewan.Informasi ini akan memberikan kontribusi makin memperburuk citra anggota Dewan. Kalau memang betul sedang dilakukan, kami harap proses analisis tidak dalam tempo lama dan diumumkan hasilnya,”ucapnya.

Wakil Ketua DPR yang membidangi keuangan Anis Matta juga mendesak PPATK menyerahkan data tersebut ke penegak hukum jika memang dari hasil analisisnya ada yang mengarah pada pidana dan pencucian uang. Sebaliknya, dia mengingatkan lembaga tersebut agar tidak gemar mengumbar data yang belum lengkap.

”Daripada di-declare seperti itu, serahkan saja ke hukum. Daripada timbulkan kehebohan, serahkan saja ke KPK. Kalau hanya seperti ini, kan sepertinya ada teror secara massal dan itu bisa menyebabkan transaksi baru,” kata Sekjen DPP PKS ini. Senada dengan itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menandaskan, jika ada transaksi yang tidak wajar seperti melanggar hukum atau pencucian uang,itu harus diungkap secara detail dan diserahkan ke penegak hukum.

”Tidak boleh terjadi pembiaran sehingga yang tidak masuk kategori itu bisa dipilah. Harapan kami, Komisi III DPR bisa mendorong ini agar ditindaklanjuti dan data yang terungkap bukan sekadar data yang menghebohkan, melainkan tidak ada tindak lanjut hukumnya. Jangan sampai dua minggu jadi berita lalu adem.Jadi,siapa pun,harus ditindaklanjuti,” ungkapnya.

Pengamat pemerintahan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Dede Mariana menilai sangat wajar jika PPATK menemukan transaksi mencurigakan para legislator. Apalagi kebanyakan transaksi mencurigakan itu dilakukan anggota Banggar.

”Mereka (anggota DPR) memiliki kewenangan dalam penyusunan anggaran, sangat memungkinkan jika transaksi mencurigakan ditemukan. Ini juga bisa tampak dalam kasus Nazaruddin.” ”Hemat saya,apa yang dilakukan Nazaruddin bisa juga dilakukan anggota yang lain,tapi memang sulit membuktikannya,” ungkap dia.

Dia menyadari tidak mudah untuk membongkar transaksi mencurigakan yang dilakukan anggota DPR. Hal itu hanya bisa dilakukan jika KPK atau Polri memiliki keberanian melawan intervensi politik. Terlebih transaksi feeproyek di kalangan anggota DPR dan para pengusaha sangat canggih dan sulit membuktikan. ”Mudahmudahan bisa,”ucapnya.

Secara eksplisit kalimat tentang 2.000 transaksi mencurigakan tercantum dalam laporan sambutan laporan PPATK di halaman 21,namun dicoret dengan stabilo warna hitam sehingga tidak dibacakan. Namun, dari beberapa yang sudah dicoret itu ternyata masih bisa dibaca. Beberapa anggota Komisi III DPR juga menanyakan kenapa kalimat tersebut dicoret.

Mereka mempertanyakan kenapa ada kalimat itu kalau yang disampaikan ternyata dicoret. Menjawab pertanyaan itu, Yusuf beralasan,hal itu terjadi karena pertanyaan dari Komisi III DPR adalah menyangkut hasil analisis rekening gendut.Sementara yang 2.000 itu belum kategori hasil analisis,tapi masih proses.

”Ini belum tahu gendut atau tidak, 2.000 ini masih diproses. Jumlahnya memang lebih dari 2.000.Kebetulan menyangkut Banggar. Tapi kenapa kami coret, tidak sinkron dengan pertanyaan,”katanya. Laporan yang disampaikan ke Komisi III DPR, lanjut dia, untuk menjawab pertanyaan terkait klasifikasi hasil analisis berdasarkan profil terlapor sampai Januari 2012.

Dari yang telah dilakukan analisis itu, lanjutnya, terkait transaksi mencurigakan oleh PNS ada 707 hasil analisis (HA),anggota Polri 89 HA,jaksa 12 HA,hakim 17 HA,KPK 1 HA,dan legislatif 65 HA. Di bawah itulah terdapat tulisan mengenai 2.000 transaksi yang diduga mencurigakan oleh anggota DPR yang dicoret. Dari laporan tersebut, sebanyak 119 laporan diteruskan ke penegak hukum.”Total hasil analis yang diproses penegak hukum ada 119 hasil analisis,”ungkapnya.

PPATK juga menyebut transaksi mencurigakan yang menyangkut dua orang menteri senilai Rp100 miliar. Ini merupakan hasil analisis PPATK terakit 23 LHA terhadap aliran uang mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.Namun, Yusuf tak mau mengungkap secara gamblang temuan itu dengan alasan sudah masuk ranah KPK.”Karena PPATK tidak punya kewenangan memanggil orang, kita hanya melihat data di atas kertas,”jelas Yusuf.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi menegaskan, laporan transaksi mencurigakan bendaharawan sebagaimana dituduhkan PPATK sama sekali tidak benar. Penukaran uang yang dilakukan pegawai KPK pada Juni 2010 legal dan sesuai aturan tugas KPK. ”Jadi ceritanya begini,bendahara itu kansalah satu tugasnya menukar uang sitaan negara, tentunya jika berbentuk dolar.Jadi hasil sitaan dolar itu ditukar ke rupiah dulu untuk bisa masuk ke kas negara. Itu sudah sesuai tupoksinya,”kata Johan di Kantor KPK Jakarta kemarin.

Menurut Johan,KPK secara resmi sudah menjelaskan masalah tersebut kepada PPATK pada Juli dan Agustus 2011.Karena itu, dia pun menyatakan keheranannya karena ternyata masalah tersebut masih diungkit PPATK. ”Jadi itu sudah diklarifikasi. Uang itu juga tidak masuk rekening.Uang itu setelah ditukar disetor ke kas negara, catatannya jelas. Pihak internal KPK juga sudah bergerak menyelidiki hal itu dan hasilnya clear,”katanya.

Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha membenarkan bahwa transaksi tersebut sudah dilaporkan ke PPATK. Sejak KPK sudah mendapat laporan dari PPATK soal transaksi pada 2010, pihaknya pun segera melakukan klarifikasi ke PPATK soal transaksi itu. ”Transaksi valas yang dilakukan pegawai KPK itu terjadi pada 2010, dan KPK sudah memberi penjelasan ke PPATK pada Juli. 2010,”ungkapnya. nurul huda/rahmat sahid/ krisiandi sacawisastra 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar