Mataram, FaktaPos.com - Warga di Kecamatan Lambu, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, masih memblokir jalan kecamatan, untuk membendung pergerakan polisi ke perkampungan mereka.
"Masih ada blokir jalan, karena
terpengaruh isu yang menyatakan polisi akan merazia (sweeping), padahal
tidak ada 'sweeping' dan itu hanya ulah provokator," kata Kabag Humas
dan Protokoloer Setda Bima Aris Gunawan, yang dihubungi dari Mataram,
Senin (26/12).
Ia membenarkan aksi blokade jalan
kecamatan di wilayah Kecamatan Lambu itu, sudah berlangsung sejak Minggu
(25/12) pagi, dan masih berlangsung hingga kini.
Namun, Pemkab Bima dan pihak-pihak
terkait terus berupaya mengimbau agar tidak dilakukan tindakan yang
dapat mengganggu ketertiban umum, apalagi tindakan anarkis seperti
pengrusakkan kantor-kantor pemerintah, dan rumah pejabat.
"Imbauan terus dilakukan agar suasananya
kondusif, dan polisi juga tengah berupaya mengejar pihak-pihak yang
teridentifikasi sebagai provokator yang memperkeruh suasana," ujarnya.
Sehari
sebelumnya, Delian Lubis, Ketua Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi
(LMND) Cabang Bima, yang dihubungi dari Mataram, mengatakan, warga
masih trauma dengan tindakan represif polisi sehingga mempersiapkan diri
untuk melawan.
Bahkan, warga Kecamatan Lambu masih
melampiaskan kemarahan. Mereka mengamuk dan merubuhkan sisa bangunan
kantor milik pemerintah yang dibakar saat polisi membubarkan paksa unjuk
rasa disertai blokade jalan di Pelabuhan Sape, Sabtu (24/12) pagi.
Sejak Minggu (25/12) pagi, warga
mengamuk dan merubuhkan kantor yang telah dibakar sehari sebelumnya.
Warga yang membawa senjata tajam juga memblokir jalan, guna membendung
pergerakan polisi karena beredar kabar, polisi akan menggelar
"sweeping".
Warga memblokade jalan akses menuju
Kecamatan Lambu, yang menghubungkan Lambu dengan Kecamatan Sape. Khusus
di Kecamatan Lambu, warga berkonsentrasi di dua desa yakni Desa Rato dan
Desa Suni.
"Kalau 'sweeping' benar digelar polisi,
dipastikan ada upaya perlawanan. Kami bersama warga menyiapkan diri,"
ujar Lubis yang berada di Desa Rato.
LMND merupakan salah satu elemen yang turut serta dalam aksi unjuk rasa bersama warga di Pelabuhan Sape. Mereka menamakan diri Front Rakyat Anti Tambang (FRAT).
Mengenai sikap Pemerintah Kabupaten Bima
terhadap tuntutan warga Kecamatan Lambu yakni pencabutan Izin Usaha
Penambangan (IUP) yang terbitkan Bupati Bima Ferry Zulkarnaen kepada PT
Sumber Mineral Nusantara (SMN), Aris mengatakan, Pemkab Bima masih tetap
pada pendiriannya yakni tidak bisa mencabut izin tersebut.
Tetapi, Pemkab Bima tetap konsisten
dengan janjinya untuk menerbitkan keputusan penghentian sementara usaha
pertambangan itu, sebagaimana diungkapkan Bupati Bima saat bernegosiasi
dengan pengunjuk rasa pada 23 Desember 2011 atau sehari sebelum upaya
pembubaran paksa unjuk rasa tersebut.
"Belum ada celah hukum untuk menempuh
langkah pencabutan izin itu, persepsi kami (Pemkab Bima) kalau dicabut
maka akan menyalahi Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, sehingga hanya bisa dengan surat
keputusan sementara," ujarnya.
PT SMN mengantongi IUP sejak 2008 yang
kemudian diperbaharui dan dilakukan penyesuaian IUP tersebut oleh
Pemerintah Kabupaten Bima pada 2010.
IUP itu bernomor 188/45/357/004/2010, PT
SMN, yang mencakup areal tambang seluas 24.980 Hektare, yang mencakup
wilayah kecamatan Lambu, Sape dan Langgudu. (atr)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar