JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota DPR RI dari Fraksi PDI
Perjuangan Budiman Sujatmiko menyatakan setuju dengan putusan Mahkamah
Konstitusi yang mengabulkan uji materi Undang-Undang No 22 Tahun 2001
tentang Minyak dan Gas Bumi. Menurut Budiman, pembubaran tugas dan
wewenang BP Migas ini merupakan langkah yang tepat karena selama ini BP
Migas dinilai tidak memperlihatkan dukungan kepada perusahaan minyak dan
gas dalam negeri.
"Secara otomatis, putusan MK tersebut
membubarkan tugas dan wewenang BP Migas. Ini merupakan langkah yang
tepat bila melihat keberadaan BP Migas selama ini tidak memperlihatkan
dukungan kepada perusahaan minyak dan gas dalam negeri,” ujarnya kepada
Kompas.com via BlackBerry Messenger, Rabu (14/11/2012).
Budiman
mengungkapkan, hampir seluruh kontrak blok produksi diberikan kepada
perusahaan minyak dan gas asing, seperti blok Mahakam pada waktu lalu.
Hal ini juga akan terjadi pada kontrak migas yang masih berjalan atau
yang akan berakhir serta juga yang terkait dengan negosiasi kontrak yang
sedang berlangsung di BP Migas. Dengan demikian, kepastian hukum oleh
pemerintah dibutuhkan saat ini.
Menurutnya, dalam menghadapi
persoalan ini, pemerintah harus tegas menunjukkan keberpihakan pada
kedaulatan energi bangsa dengan cara tidak perlu mempertahankan lagi
kontrak-kontrak pertambangan migas yang akan berakhir dan menegosiasikan
kembali kontrak yang sedang berjalan.
Seperti diketahui, MK
memutuskan pasal yang mengatur tugas dan fungsi Badan Pelaksana Minyak
dan Gas Bumi (BP Migas) yang diatur dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang
Minyak dan Gas Bumi. Menurut MK, pasal-pasal itu bertentangan dengan
UUD 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.
Mahkamah Konstitusi
menilai, UU Migas membuka liberalisasi pengelolaan migas karena sangat
dipengaruhi pihak asing. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan
antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam
bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak
pemerintah atau yang mewakili pemerintah, dengan Badan Usaha atau
Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas, bertentangan
dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi.
Karena
itu, Budiman menyatakan, pemerintah harus segera membuat aturan hukum
untuk mengisi kekosongan hukum terkait pengaturan mengenai kewenangan
unit minyak dan gas agar tidak ada kegaduhan di dalam pengelolaan minyak
dan gas yang saat ini sedang berjalan.
Ini blok migas yang disarankan tidak perlu diperpanjang kontrak.
- Blok Siak (operator PT Chevron Pasific Indonesia, CPI) habis kontrak 2013.
- Gebang (Pertamina-Costa) habis kontrak pada 2015.
- Blok Mahakam (Total), ONWJ (PHE), Attaka (Inpex), dan Lematang (Medco) habis kontrak pada 2017.
-
Tuban (Pertamina-Petrochina), Ogan Komering (Pertamina-Talisman),
North Sumatra Offshore B (Exxon Mobil), Southeast Sumatra(CNOOC), Tengah
(Total), NSO Extention (ExxonMobil), Sanga-Sanga (Vico Indonesia), dan
West Pasir dan Attaka (CPI), habis kontrak pada 2018.
- Bula
(Kalrez Petrolum), Seram Non Bula (Citic), Pendopo dan Raja
(Pertamina-Golden Spike), dan Jambi Merang (JOB Pertamina-Hess) habis
kontrak pada 2019.
- South Jambi B (ConocoPhilips), Malacca
Strait (Kondur Petroleum), Brantas (Lapindo), Salawati
(Pertamina-Petrochina), Kepala Burung Blok A (Petrochina), Sengkang
(Energy Equity), dan Makassar Strait Offshore Area A (Chevron Indonesia
Company) habis kontrak pada 2020.
- Blok Rokan (CPI), Bentu Sengat (Kalila), Muriah (Petronas), dan Selat Panjang (Petroselat) pada 2021.