SENIN (22/1) malam yang hangat, walau rintik hujan masih turun dari langit Bukittinggi.
Wajah-wajah
tua keriput yang sembringah, penuh senyum dan gelak tawa, saling
bersalaman dan berangkulan di antara sesama mereka.Aroma sukacita begitu
kental di ruang utama Istana Bung Hatta di kota Bukittinggi. Sebagian besar dari mereka yang memenuhi ruang utama Istana Bung Hatta itu adalah para pejuang kemerdekaan/mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) -- termasuk mereka yang ikut dalam Pemerintahan Darurat RI (PDRI) yang dipimpin Ketua Mr. Syafruddin Prawiranegara. Seakan semua hati tengah berbunga dan kembang menebar harum semerbak serta tengah bersiul dan bernyanyi riang. Semua mereka tengah berbahagia karena tidak ada lagi himpitan potongan beban sejarah bangsa yang mereka pikul sendiri selama bertahun-tahun dan bahkan puluhan tahun.
Kelihatan hadir di Istana Bung Hatta itu Gubernur Sumatera Barat H. Gamawan Fauzi Dahlan Dt. Rajo nan Sati SH, MM, Wakil Gubernur Prof. Dr. H. Marlis Rahman M.Sc, Ketua DPRD Sumatera Barat H. Leonardi Harmainy, tuan rumah Walikota Bukittinggi Jufri/Wakil Walikota Ismet Amzis, beberapa bupati/walikota (diantaranya, Bupati Padangpariaman Muslim Kasim, Bupati Tanahdatar Shadiq Pasadiqoe, Bupati Solok Selatan Syafrizal, Bupati Pesisir Selatan Nasrul Abit, Wakil Bupati Limapuluhkota Irfendi Arbi, walikota Solok Syamsul Rahim, dan beberapa yang lainnya)). Pun hadir sejumlah tokoh masyarakat Sumatera Barat. Di antaranya, Bachtiar Chamsyah yang juga Menteri Sosial, mantan gubernur Sumatera Barat/mantan Menneg Pertanahan/mantan Kepala BPN (Badan Pertanahan Nasiobal) Hasan Basri Durin, ketua Gebu Minang Asril Tanjung, dan sejumlah tokoh Minang perantauan.
Juga hadir anak-anak dan keluarga almarhum mantan ketua PDRI Mr. Syafruddin Prawiranegara, Farid Prawiranegara dan saudara-saudaranya. Teristimewa, kelihatan Gubernur Riau H. Rusli Zainal SE, ketua DPRD Riau Drh. H. Chaidir, dan beberapa tokoh Riau seperti sejarawan Universitas Riau Prof. Soewardi MS, Kol. Abbas Jamil, Kol. Hemron Saheman, dan lainnya. Dari Jambi hadir Gubernur Zulkifli dan rombongan. Juga hadir sejarawan terkemuka Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat/mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi (LIPI) Prof. Dr. Taufik Abdullah MA dan Brigjen TNI Purn. Dr. Saafroeddin Bahan MA, yang menjadi pembicara dialog interaktif bersama sejarawan Dr. Mestika Zet MA. Juga kelihatan mantan srikandi parlemen RI dari PPP, Ny. Aisyah Amini. Dan, masih ada sejumlah lainnya yang tidak mungkin dapat dijajar di sini satu persatu.
Pada syukuran PDRI/perayaan HBN esok harinya, Selasa (23/1), juga di ruang utama Istana Bung Hatta Bukittinggi, selain Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukkam) dan Menteri Pertahanan diwakili Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Budi Susilo Soepandji, juga hadir Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris -- ketiganya pentolan dari Sumatera Barat yang berada di pentas nasional. Berbeda dengan syukuran PDRI/perayaan HBN Selasa (23/1), silaturrahmi PDRI/HBN Senin (22/1) malam terasa lebih Sumatera Barat daripada Sumatera Tengah, dan perlu dipikirkan perayaan hari PDRI/HBN tahun 2007 lebih menonjolkan provinsi tetangga yang semula tergabung dalam sumatera Tengah sebagai basis PDRI dan pemerintahan Ketua Syafruddin -- seperti dikemukakan Gubernur Riau H. Rusli Zainal SE dan sejarawan Universitas Riau Prof. Soewardi MS.
BEGITU spesial arti/makna pengakuan pemerintah terhadap keberadaan dan peranan PDRI -- dan peranan pejuang yang ambil bagian di dalamnya -- sebagai bagian sejarah Indonesia paling menentukan dalam perjalanan bangsa ini, dan sekaligus penetapan hari pencetusan PDRI, 19 Desember 1948, menjadi Hari Bela Negara (HBN).
Pengakuan atas PDRI dan penetapan hari pencetusan PDRI menjadi HBN, tidak sekedar membuat tekanan psikhologis terhadap pejuang di Sumatera Tengah (kini menjadi provinsi-provinsi Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, dan Jambi) memikul teralu berat beban sejarah nasional itu, tapi, peristiwa skala nasional yang selama ini dilokalkan itu ibarat siriah alah dilatak-an ke tampuaknyo/pinang alah dilatak-an di tangkainyo. Kata Presiden Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono, PDRI sudah diletakkan secara benar/proposional dalam sejarah bangsa Indonesia.
Ketika memberikan sambutan pada peringatan dan syukuran hari ulang tahun (HUT) PDRI tanggal 19 Desember 1948 yang mulai tahun 2006 diperingati sebagai Hari Bela Negara (HB), di Istana Bung Hatta Bukittinggi, Selasa (23/1), Menteri Koordinator Politik/Hukum/Keamanan (Menko Polhukkam) Laksamana TNI Purn. Widodo AS menegaskan, penerbitan Keputusan Presiden (Kepres) No. 28 Tahun 2006 sekaligus menujukkan, peranan historis PDRI dan para pejuangnya tak hanya diakui/diluruskan/didudukkan secara proporsional dalam sejarah bangsa Indonesia, tapi, sudah diletakkan pada tempat yang terhormat dalam sejarah bangsa Indonesia. Semangat bela negara dan nilai-nilai luhur dalam perjuangan PDRI itu, kata Widodo, masih relevan bagi bangsa Indonesia saat ini dan ke depan. Saat bangsa Indonesia belum sepenuhnya keluar dari krisis multidimensi -- termasuk krisis moral/akhlak dan tidak saling percaya.
Justru pesan moral PDRI, selain mengisi kevakuman kepemimpinan nasional dan kelanjutan perjuangan mempertahankan kemerdekaan, adalah semangat ambil bagian menyelamatkan negara Indonesia, saling percaya/mendukung di antara pemimpin -- termasuk kesetiaan tentara rakyat di bawah kepemimpinan Jenderal Soedirman pada PDRI, dan dukungan rakyat terhadap pemimpin dan pejuang yang melancarkan perang gerilya -- walau rakyat dalam berbagai kesulitan dan keterbatasan, sebagaimana dipaparkan sejarawan Prof. Dr. Taufik Abdullah MA ketika seminar nasional di Universitas Andalas Padang akhir Juni 2005 lalu, yang kemudian dijadikan dasar akademik pertimbangan Presiden SBY -- begitu sebagian besar rakyat Indonesia akrab menyebut nama presiden -- dalam penetapan hari pencetusan PDRI sebagai HBN. Usulan hari PDRI menjadi HBN merupakan gagasan orisinal Gamawan Fauzi, lebih dari sebatas pengakuan terhadap PDRI dan para pelakunya yang diluruskan/didudukkan dalam sejarah bangsa Indonesia.
Kegembiraan masyarakat Sumatera Tengah -- khususnya Sumatera Barat terhadap Kepres 28 Tahun 2006 menjadikan hari hari PDRI diperingati setiap tahun sebagai HBN, seperti dikutarakan Ketua Dewan Harian 45 Sumatera Barat Kol. Djamaris Yoenoes, dapat disetarakan dengan dengan kegembiraan rakyat provinsi Jawa Timur yang di antara momentum perjuangan rakyat di sana diabadikan menjadi Hari Pahlawan 10 November dan kebahagiaan rakyat provinsi Jawa Tengah yang di antara momentum perjuangan rakyat di sana diabadikan menjadi Hari Tentara nasional Indonesia (TNI) 5 Oktober. Para pejuang yang khususnya terlibat dalam PDRI dan seluruh rakyat yang mendukung/berkorban demi mempertahankan kemerdekaan waktu itu tak mengharapkan pamrih apa pun. Pengakuan/penghormatan terhadap PDRI dan penghargaan terhadap para pejuang yang terlibat lebih bernilai dari pamrih material.
WALAU tidak diundang -- undangan datang Senin (2/1) pukul 13.30 WIB setelah pukul 10.00 WIB setelah sebelumnya Cucu Magek Dirih menelfon Davi Kurnia (Sekretaris Pribadi Gubernur), tapi, sejak semula diberitahu langsung oleh Gubernur Gamawan, Cucu Magek Dirih merencanakan dapat menghadiri silaturahmi/syukuran PDRI dan HBN di Istana Bung Hatta di Bukittinggi itu. Cucu memang ingin menyaksikan wajah-wajah sembringah para pejuang yang selama ini memikul sendiri bagian beban sejarah bangsa indonesia tersebut. Dan, memang itulah yang kemudian disaksikan Cucu pada silaturrahmi Senin (22/1) malam di Istana Bung Hatta Bukittinggi. Para pejuang yang umumnya sudah tua dan usur memadati ruang utama Istana Bung Hatta -- mereka bahkan bertahan mengikuti silaturrahmi sampai menjelang pukul 24.00 WIB malam. Kelihatan, betapa mereka bersukacita karena sudah diakui dan dihargai.
Cucu Magek Dirih ikut berbahagia menyaksikan para pejuang yang hadir dalam silaturrahmi di Istana Bung Hatta Bukittinggi -- mungkin lebih banyak mereka yang tidak berkesempatan datang langsung pada acara itu -- berbahagia. Cucu Magek Dirih pun merasa sangat tersanjung karena dalam sambutan tanpa teks dalam silaturrahmi itu, Gubernur Gamawan menyebut nama Cucu Magek Dirih bersama Rektor universitas Andalas Prof. DR. Ir. Musliar Kasim M.Sc dan Ketua Umum Pucuk Pimpinan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (PP LKAAM) H. Kamardi Rais Dt. Panjang Simulie, sebagai di antara orang yang dipandangnya telah ikut berperan dalam pengajuan pengakuan terhadap PDRI dan perjuaangan hari PDRI menjadi HBN. Mungkin Cucu Magek Dirih memang ikut dalam drafting dan memaksimalkan akses ke Itana Negara, tapi, tidak menyangka Gubernur Gamawan begitu menghargai. ***
H. Sutan Zaili Asril (Padang Ekspres OnLine)
Sebelumnya: PDRI Selamatkan RI Dimata Dunia
Selanjutnya : Agus Salim : The Grand Old Man
Tidak ada komentar:
Posting Komentar