Senin, 27 Februari 2012

Marsinggo - Hubungan Mesra Jejaring Sosial dengan Jurnalisme

Juni Soehardjo, PENGAMAT REGULASI MEDIA DIGITAL  
Sumber : SINDO, 25 Februari 2012
Setiap hari dalam 24 jam pengguna jejaring sosial melakukan interaksi dengan pemberitaan media massa. Interaksi bisa dilakukan dengan memberikan komentar, kritik, dukungan, bahkan memberikan sudut pandang baru.
Tidak sedikit jurnalis dan media yang memanfaatkan input untuk pengembangan berita. Ini fenomena global,tidak terkecuali di Indonesia. Pekan lalu Dewan Pers menggelar diskusi dengan tajuk Penggunaan Konten Media Sosial oleh Jurnalis. Di antara hasil yang menarik, sebanyak 32% jurnalis responden menggunakan akun jejaring sosial untuk menulis informasi personal, 40% untuk menulis informasi mengenai berita menarik di media masing-masing, 41% tentang kegiatan kerja yang tengah dilakukan.

Selain itu, sebanyak 58% responden memanfaatkan Facebook sebagai sumber berita, sedangkan 46% memanfaatkan konten percakapan di Twitter dalam peliputannya. Kemesraan antara jejaring sosial dan jurnalisme di Indonesia memiliki beberapa faktor kuat yang mendukung hubungan tersebut. Pertama, Indonesia adalah negara pengguna jejaring sosial dengan peringkat yang tinggi di dunia— baik melalui Twitter maupun Facebook maupun brand jejaring sosial lainnya.

Data dari www.socialbakers.com menunjukkan pada Januari 2012 ini, pemilik akun Facebook di Indonesia sebanyak 43,1 juta,di atas Brasil, tetapi di bawah India yang secara mengejutkan melampaui Indonesia. Kedua, larisnya penjualan gadget seperti smartphoneyang memungkinkan orang Indonesia untuk masuk ke dalam jejaring sosial yang menunjukkan peningkatan yang luar biasa.

Smartphoneyang berada pada tingkat harga mahal seperti Blackberry maupun pada harga murah seperti Nexian terjual semakin banyak.Kondisi ini diperkuat dengan telendesitas telekomunikasi Indonesia yang hampir mencapai 90% dari populasi di Indonesia apabila dilihat dari kartu SIM yang beredar. Kadin Indonesia memperkirakan pada 2014 penetrasi sebuah smartphone yang sangat terkenal akan mencapai 30% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah 252 juta orang.

Menurut Jeffrey I Cole, Direktur Centre for Digital Future, dalam lima tahun ke depan penggunaan komputer meja (desktopPC) serta laptop akan digunakan hanya sekitar 4-6% dari keseluruhan pengguna komputer. Hal ini karena tablet merupakan suatu alat yang lebih nyaman dan mudah dibawa daripada komputer meja dan laptop.

Dia memperhitungkan bahwa tablet sebagai alat penggunaan komputer akan menjadi pilihan utama sejak pertengahan dasawarsa 2010-an ini. Mengapa topik ini penting untuk diperhitungkan dalam perhitungan jurnalistik masa depan,alasannya adalah tak lain karena dominasi tablet akan menciptakan perubahan besarbesaran dalam bagaimana, kapan, dan mengapa orang (Amerika Serikat) masuk ke internet.

Walaupun dia menggunakan Amerika Serikat sebagai contoh, pola yang sama juga berlaku di Asia dan Eropa. Masih menurut perhitungan Kadin Indonesia, penjualan komputer di Indonesia hingga 2015 diperkirakan akan mencapai 43,9 juta yang berarti penetrasi nasional komputer akan mencapai 18.3%. Angka tersebut baru merupakan perkiraan penjualan komputer, belum gadget lainnya.

Dengan menggunakan perhitungan Cole, secara sederhana dapat dibayangkan kemungkinan meledaknya penggunaan tablet dan smartphone di Indonesia dalam tiga tahun ke depan. Mengingat Indonesia sudah mencanangkan masterplan percepatan perluasan pembangunan ekonomi, penyediaan infrastruktur telekomunikasi yang merupakan platform internet di mana gadgetini beroperasi akan segera dibangun dalam waktu dekat ke daerah-daerah terpencil dan merambah ke Indonesia sebelah timur.

Pada saat yang sama, Cole juga memperhitungkan bahwa dalam lima tahun media massa dalam bentuk cetak akan mengalami penyusutan besarbesaran. Yang bertahan dari penyusutan besar-besaran ini adalah media massa cetak yang saat ini memiliki sirkulasi terbesar atau terbit mingguan. Kaum jurnalis memahami kondisi genting tersebut dan segera mencari jalan keluar antara lain dengan menjangkau komunitas yang mereka layani.

Dahulu persebaran berita berpola satu arah yakni dari jurnalis kepada masyarakat dalam bentuk tercetak maupun elektronik. Namun, dengan berkembangnya teknologi yang memungkinkan warga biasa melaporkan apa yang terjadi di sekitarnya atau setidaknya meneruskan berita yang didapatnya dari orang lain dengan shared-link dan video, pola persebaran berita berubah menjadi interaktif atau dua arah.

Jurnalis mengendus kesempatan ini dan sekarang mencari serta menerima feedback dari komunitas yang menggunakan jejaring sosial dan mempelajari apa yang menjadi kecenderungan masyarakat melalui jejaring sosial sehingga berita yang ia turunkan menjadi lebih update dan relevan dengan komunitasnya.

Dalam kapasitas pelaporan suatu peliputan bersifat realtime, jejaring sosial mempertajam gerakan protes seperti Occupy Wall Street ataupun Arab Spring sehingga menjamin setiap perkembangan dari protes ini tetap dapat diliput. Pada waktu polisi atau aparat keamanan memblokir akses dan menahan para jurnalis profesional,para pemrotes bersama- sama dengan para mahasiswa mengawal gerakan ini melalui sosial.

Di sini terlihat kecenderungan masa depan di mana jurnalisme atau pers akan lebih terdesentralisasi, bersifat real-time,berkarakteristik kerja sama,serta di bawah pengampuan (curate) warga. Hubungan mesra antara jejaring sosial dan jurnalisme ini juga menimbulkan pertanyaan baru: di manakah posisi jurnalis sebagai penyedia informasi di dalam masyarakat yang sudah pandai menggunakan gadget dan karenanya melek informasi ini?

Bagaimana dengan penerapan prinsip jurnalistik yang bersifat imparsial, tepat, dan akurat dalam menggunakan jejaring sosial sebagai sumber informasi? Bagaimana cara baru persebaran konten ini akan memengaruhi kualitas dan kedalaman dari kualitas jurnalisme? Apakah jejaring sosial dapat dikategorikan sebagai perusahaan media massa? Semoga kemesraan antara jurnalisme dan jejaring sosial ini dikawal oleh para pemangku kepentingan sehingga memberikan nilai tambah bagi dunia. ●

Sabtu, 25 Februari 2012

Marsinggo - Angelina Sondakh Resmi Diberhentikan


Partai Demokrat telah menggelar rapat pleno pada hari Kamis (23/2) lalu sebagai tindak lanjut rekomendasi Dewan Kehormatan partai untuk memberhentikan kader yang bermasalah. Dari rapat yang dipimpin oleh Ketua Umum PD Anas Urbaningrum tersebut, akhirnya diputuskan bahwa Angelina Sondakh dipecat dari jabatannya sebagai wakil sekretaris jenderal Partai Demokrat.

“DPP memutuskan menindaklanjuti rekomendasi DK (Dewan Kehormatan) untuk memberhentikan Angelina Sondakh sebagai pengurus DPP Partai Demokrat,” kata Andi Nurpati selaku juru bicara Partai Demokrat.
Dengan keputusan rapat tersebut, Angelina Sondakh otomatis sudah tidak aktif lagi dalam Demokrat. Walau begitu Andi mengakui bahwa belum ada surat keputusan pemecatan bagi Angie.
“(Surat pemecatan) segera akan dikeluarkan,” kata Andi menambahkan.
Selain Angie, kader partai lain yang juga diberhentikan adalah Sudewo. Sudewo sendiri adalah Sekretaris Divisi Pembinaan dan Organisasi Partai Demokrat yang dipecat karena melakukan pelanggaran Ad/ART.
Andi Nurpati lalu menuturkan bahwa sampai saat ini belum ada keputusan tentang siapa yang akan mengganti posisi Angie dan Sudewo di Demokrtat. Menurut Andi, partai sendiri masih mencari-cari seseorang yang tepat untuk mengisi kekosongan tersebut.
“Segera diputuskan penggantinya. Kita tunggu saja, pimpinan harus diberi waktu kesempatan mencari figur yang tepat,” ujarnya.

Selasa, 21 Februari 2012

Budisan's Blog: Balada Politikus Muda

Budisan's Blog: Balada Politikus Muda: Balada Politikus Muda Indra Tranggono, PEMERHATI KEBUDAYAAN Sumber : KOMPAS, 18 Februari 2012 Betapa ”eloknya” perjalanan ...

Marsinggo - Ribuan Transaksi DPR Mencurigakan

Tuesday, 21 February 2012 ImageKepala PPATK M Yusuf (kiri) didampingi Wakil Ketua PPATK Agus Santoso mengikuti rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Jakarta, kemarin.

JAKARTA– Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengaku tengah menelusuri sekitar 2.000 transaksi mencurigakan yang menyangkut anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mayoritas transaksi mencurigakan dilakukan oleh anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR. ”Saat ini PPATK sedang melakukan proses atas lebih dari 2.000 laporan terkait dengan anggota DPR, di mana mayoritas transaksi dilakukan oleh anggota Banggar DPR,” demikian tertulis dalam sambutan Kepala PPATK Muhammad Yusuf saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Gedung DPR,Jakarta,kemarin.

Ketua Komisi III DPR Benny K Harman yang dikonfirmasi data tersebut meminta PPATK tidak hanya mengumumkan data,tapi langsung melaporkan temuan itu ke penegak hukum. ”Pentingnya hal ini karena ketidakpercayaan publik kepada Dewan.Informasi ini akan memberikan kontribusi makin memperburuk citra anggota Dewan. Kalau memang betul sedang dilakukan, kami harap proses analisis tidak dalam tempo lama dan diumumkan hasilnya,”ucapnya.

Wakil Ketua DPR yang membidangi keuangan Anis Matta juga mendesak PPATK menyerahkan data tersebut ke penegak hukum jika memang dari hasil analisisnya ada yang mengarah pada pidana dan pencucian uang. Sebaliknya, dia mengingatkan lembaga tersebut agar tidak gemar mengumbar data yang belum lengkap.

”Daripada di-declare seperti itu, serahkan saja ke hukum. Daripada timbulkan kehebohan, serahkan saja ke KPK. Kalau hanya seperti ini, kan sepertinya ada teror secara massal dan itu bisa menyebabkan transaksi baru,” kata Sekjen DPP PKS ini. Senada dengan itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menandaskan, jika ada transaksi yang tidak wajar seperti melanggar hukum atau pencucian uang,itu harus diungkap secara detail dan diserahkan ke penegak hukum.

”Tidak boleh terjadi pembiaran sehingga yang tidak masuk kategori itu bisa dipilah. Harapan kami, Komisi III DPR bisa mendorong ini agar ditindaklanjuti dan data yang terungkap bukan sekadar data yang menghebohkan, melainkan tidak ada tindak lanjut hukumnya. Jangan sampai dua minggu jadi berita lalu adem.Jadi,siapa pun,harus ditindaklanjuti,” ungkapnya.

Pengamat pemerintahan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Dede Mariana menilai sangat wajar jika PPATK menemukan transaksi mencurigakan para legislator. Apalagi kebanyakan transaksi mencurigakan itu dilakukan anggota Banggar.

”Mereka (anggota DPR) memiliki kewenangan dalam penyusunan anggaran, sangat memungkinkan jika transaksi mencurigakan ditemukan. Ini juga bisa tampak dalam kasus Nazaruddin.” ”Hemat saya,apa yang dilakukan Nazaruddin bisa juga dilakukan anggota yang lain,tapi memang sulit membuktikannya,” ungkap dia.

Dia menyadari tidak mudah untuk membongkar transaksi mencurigakan yang dilakukan anggota DPR. Hal itu hanya bisa dilakukan jika KPK atau Polri memiliki keberanian melawan intervensi politik. Terlebih transaksi feeproyek di kalangan anggota DPR dan para pengusaha sangat canggih dan sulit membuktikan. ”Mudahmudahan bisa,”ucapnya.

Secara eksplisit kalimat tentang 2.000 transaksi mencurigakan tercantum dalam laporan sambutan laporan PPATK di halaman 21,namun dicoret dengan stabilo warna hitam sehingga tidak dibacakan. Namun, dari beberapa yang sudah dicoret itu ternyata masih bisa dibaca. Beberapa anggota Komisi III DPR juga menanyakan kenapa kalimat tersebut dicoret.

Mereka mempertanyakan kenapa ada kalimat itu kalau yang disampaikan ternyata dicoret. Menjawab pertanyaan itu, Yusuf beralasan,hal itu terjadi karena pertanyaan dari Komisi III DPR adalah menyangkut hasil analisis rekening gendut.Sementara yang 2.000 itu belum kategori hasil analisis,tapi masih proses.

”Ini belum tahu gendut atau tidak, 2.000 ini masih diproses. Jumlahnya memang lebih dari 2.000.Kebetulan menyangkut Banggar. Tapi kenapa kami coret, tidak sinkron dengan pertanyaan,”katanya. Laporan yang disampaikan ke Komisi III DPR, lanjut dia, untuk menjawab pertanyaan terkait klasifikasi hasil analisis berdasarkan profil terlapor sampai Januari 2012.

Dari yang telah dilakukan analisis itu, lanjutnya, terkait transaksi mencurigakan oleh PNS ada 707 hasil analisis (HA),anggota Polri 89 HA,jaksa 12 HA,hakim 17 HA,KPK 1 HA,dan legislatif 65 HA. Di bawah itulah terdapat tulisan mengenai 2.000 transaksi yang diduga mencurigakan oleh anggota DPR yang dicoret. Dari laporan tersebut, sebanyak 119 laporan diteruskan ke penegak hukum.”Total hasil analis yang diproses penegak hukum ada 119 hasil analisis,”ungkapnya.

PPATK juga menyebut transaksi mencurigakan yang menyangkut dua orang menteri senilai Rp100 miliar. Ini merupakan hasil analisis PPATK terakit 23 LHA terhadap aliran uang mantan Bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.Namun, Yusuf tak mau mengungkap secara gamblang temuan itu dengan alasan sudah masuk ranah KPK.”Karena PPATK tidak punya kewenangan memanggil orang, kita hanya melihat data di atas kertas,”jelas Yusuf.

Sementara itu, Juru Bicara KPK Johan Budi menegaskan, laporan transaksi mencurigakan bendaharawan sebagaimana dituduhkan PPATK sama sekali tidak benar. Penukaran uang yang dilakukan pegawai KPK pada Juni 2010 legal dan sesuai aturan tugas KPK. ”Jadi ceritanya begini,bendahara itu kansalah satu tugasnya menukar uang sitaan negara, tentunya jika berbentuk dolar.Jadi hasil sitaan dolar itu ditukar ke rupiah dulu untuk bisa masuk ke kas negara. Itu sudah sesuai tupoksinya,”kata Johan di Kantor KPK Jakarta kemarin.

Menurut Johan,KPK secara resmi sudah menjelaskan masalah tersebut kepada PPATK pada Juli dan Agustus 2011.Karena itu, dia pun menyatakan keheranannya karena ternyata masalah tersebut masih diungkit PPATK. ”Jadi itu sudah diklarifikasi. Uang itu juga tidak masuk rekening.Uang itu setelah ditukar disetor ke kas negara, catatannya jelas. Pihak internal KPK juga sudah bergerak menyelidiki hal itu dan hasilnya clear,”katanya.

Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha membenarkan bahwa transaksi tersebut sudah dilaporkan ke PPATK. Sejak KPK sudah mendapat laporan dari PPATK soal transaksi pada 2010, pihaknya pun segera melakukan klarifikasi ke PPATK soal transaksi itu. ”Transaksi valas yang dilakukan pegawai KPK itu terjadi pada 2010, dan KPK sudah memberi penjelasan ke PPATK pada Juli. 2010,”ungkapnya. nurul huda/rahmat sahid/ krisiandi sacawisastra 

Marsinggo - Biarlah saya sendiri yang tahu


Dear Bloggers,
Sedih sekali rasanya membaca posting2 yang masuk (sekitar 300-an) berkaitan dengan agama dan sekali lagi mohon maaf saya tidak bisa mempublished posting2 tersebut. Banyak sekali posting cacian, makian, kekecewaan dan ketidaksukaan yang saya terima serta ada juga posting yang simpatik dan turut prihatin. Semua itu saya terima dengan besar hati. Ini merupakan tantangan hidup saya, dan saya sendiri yang harus menanggungnya. Mungkin inilah konsekuensi dari public figure. Biarlah kesedihan saya menjadi bagian dari hidup saya dan hanya saya sendirilah yang tahu apa yang sebenarnya terjadi. Saya juga berterima kasih buat semua yang telah mengomentari kehidupan pribadi saya,walaupun jujur saya tidak memiliki dan tidak pernah memiliki guru spiritual seperti yang diberitakan dimedia. Banyak sekali kesimpang siuran dalam pemberitaan namun biarlah Tuhan Yang Maha Kuasa yang meluruskan semua pemberitaan tersebut. Saya merasa tidak perlu melakukan klarifikasi karena ini hanya akan membuat keadaan semakin tidak mengenakan. Terima kasih juga buat mereka yang telah mendoakan saya...Thanks alot, buat mereka yang tidak suka dengan saya, terima kasih juga karena saya yakin ungkapan2 tersebut adalah bentuk kepedulian terhadap saya. At last, apabila berkenan dengan segala kerendahan hati saya meminta agar agama janganlah dijadikan sesuatu yang akhirnya menimbulkan perpecahan, marilah kita saling menghormati agama orang lain tanpa harus menghakimi agama yang satu lebih baik dari agama yang lain. Tuhan memberikan matahari tidak hanya pada orang2 yang beragama tertentu, Tuhan memberikan matahari, udara dan kehidupan bagi semua orang tanpa memandang agama tersebut. Semoga Tuhan beserta kita. Kutipan ini mungkin bisa memberikan pencerahan bagi kita : Orang yang berpikir besar akan membicarakan ide-ide dan gagasan, Orang yang berpikir biasa akan membicarakan tentang kejadian dan Orang yang berpikir rendah akan membicarakan tentang orang lain. Regards and lots of love, Angelina Sondakh

Senin, 20 Februari 2012

MARSINGGO - LSM Somasi Pesawat Kepresidenan

  
Senin, 20 Februari 2012 |
JAKARTA, FAJAR -- Pembelian pesawat kepresidenan yang menelan anggaran Rp910 miliar menuai gugatan. Sejumlah LSM mendesak pemerintah agar membatalkan pembelian pesawat kepresidenan. Jika tidak, gabungan LSM itu akan melayangkan gugatan warga negara (citizen law suit) ke pengadilan negeri setempat.

’’Jika dalam tujuh hari somasi ini tidak ditindaklanjuti, kami akan melayangkan gugatan warga negara,’’ ujar Uchok Sky Khadafy, koordinator Investigasi dan Advokasi Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), di Jakarta kemarin. Menurut Uchok, pembelian pesawat kepresidenan dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telah melanggar ketentuan konstitusi. Sesuai dengan pasal 23 ayat 1 UUD 1945 disebutkan, APBN sebagai wujud pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk kemakmuran rakyat.

Belanja pemerintah yang disetujui DPR untuk membeli pesawat jenis Boeing 737-800 business jet 2 itu dituangkan dalam APBN yang sifatnya multiyears atau dilakukan di lebih dari satu tahun anggaran berjalan. Pada tahun anggaran 2011 sebesar Rp92 miliar, tahun 2012 sebesar Rp339 miliar untuk pesawat, ditambah dengan lelang pengadaan interior dan keamanan senilai USD31 juta.

Namun, diketahui sumber pemasukan APBN untuk pembelian pesawat kepresidenan itu berasal dari utang luar negeri. Anggaran pembelian pesawat kepresidenan tersebut tercantum dalam pos belanja lain-lain bagian lancar utang luar negeri dan pos utang jangka panjang luar negeri APBN. ’’Hal ini jelas-jelas membebani APBN itu sendiri,’’ ujar Uchok.

Pemerintah beralasan bahwa dengan membeli pesawat kepresidenan, negara bisa menghemat anggaran USD 33 juta selama lima tahun. Logika penghematan itu dinilai menyesatkan publik dan sekaligus ’’mengelabui’’ DPR. Sebetulnya sewa pesawat kepresidenan sangat bergantung kepada frekuensi perjalanan yang dilakukan. ’’Selama presiden melakukan pengetatan perjalanan ke luar negeri, tentunya biaya sewa ini akan jauh lebih murah,’’ ujar Uchok.

Jika dibandingkan dengan era presiden sebelumnya, belanja perjalanan luar negeri Presiden SBY relatif lebih mahal. Berdasar anggaran yang dikeluarkan Sekretariat Negara, disebutkan dalam perincian anggaran sewa pesawat selama 2005–2009 mencapai USD 81 juta atau sekitar Rp 729 miliar. Di era Presiden KH Abdurrahman Wahid, biaya perjalanan dengan sewa pesawat menghabiskan anggaran Rp 48 miliar (1999–2001). Di era Presiden Megawati (2001–2004), perjalanan dengan sewa pesawat menghabiskan anggaran sekitar Rp 48,645 miliar.

Uchok menambahkan, jika ingin menghemat, seharusnya yang dibandingkan bukan dengan membeli atau menyewa. Perbandingan semacam itu menyesatkan logika publik. ’’Seharusnya yang dibandingkan adalah merek yang berbeda dengan tipe pesawat yang sama dan ini baru logika sambung,’’ sindirnya.

  Aktivis Indonesian Human Rights Committee for Social Justice (IHCS) Gunawan menyatakan, pemerintah juga harus menanggung biaya perawatan meskipun pesawat tersebut tidak dipergunakan. Selain itu, pembelian pesawat yang berasal dari utang akan menjadi beban rakyat Indonesia yang harus membayar pokok utang dan bunga utang. Sementara dengan sewa pesawat, rakyat Indonesia tidak dibebani utang maupun biaya perawatan pesawat.

’’Penggunaan APBN (untuk pembelian pesawat, Red) ini tidak bisa dipertanggungjawabkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,’’ ujar Gunawan.

Koalisi tersebut terdiri atas beberapa LSM seperti IHCS, FITRA, Asosiasi Pendamping Perempuan dan Usaha Kecil (ASPPUK), dan Koalisi Antiutang (KAU). Somasi ditujukan kepada presiden RI, pimpinan DPR, Badan Anggaran DPR, menteri sekretaris negara RI, dan menteri keuangan.

Ketua Banggar DPR Melchias Markus Mekkeng saat dikonfirmasi menyatakan, banggar selama ini tidak secara langsung membahas kesepakatan pengadaan pesawat kepresidenan. Dalam pengertian, banggar tidak pernah terlibat pembahasan teknis pembelian pesawat kepresidenan secara perinci. ’’Komisi yang lebih tahu,’’ ujar Mekeng.

Sementara dari pihak Istana Negara belum memberikan tanggapan atas pengajuan somasi tersebut. Saat dikonfirmasi via telepon, tidak ada tanggapan dari Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha. Namun, Julian sebelumnya menegaskan bahwa pembelian pesawat kepresidenan bukan merupakan pemborosan. Bilamana pesawat itu dioperasikan, jangka waktu penggunaannya tidak hanya lima tahun. Penggunaannya diperkirakan bisa mencapai 35 tahun. (bay/c4)

Minggu, 19 Februari 2012

angelina sondakh massaid's diary II: "Being a mom is WONDERFUL"

angelina sondakh massaid's diary II: "Being a mom is WONDERFUL": Dear Bloggers, Memang hidup terus berjalan dengan berbagai ujian yang memang harus aku jalani untuk penyempurna iman. Semua itu t...

MARSINGGO - Usai Kicau di Twitter, Angie Curhat di Blog


 Selasa, 7 Februari 2012,

Curhat ini disampaikan Angelina Sondakh melalui blognya, angiesondakhmassaid.blogspot.com.

VIVAnews - Angelina Sondakh hingga kini belum mau berkomentar langsung mengenai status barunya sebagai tersangka suap wisma atlet. Putri Indonesia 2001 itu justru memilih berkomentar melalui akun twitternya dan blognya.

Setelah KPK menetapkan Angie sebagai tersangka pada 3 Februari 2012, dia langsung berkicau melalui akun twitternya @SondakhAngelina. "This is not the end, It's just the beginning. Politics never fair play. Cukuplah Allah SWT yang menjadi wakilku dalam menghadapi kedzoliman ini," tuturnya.

Dia juga berkicau, "Sekarang waktunya lebih baik membangun ketegaran anak-anak menjelang satu tahun tanpa ayahnya. Kami dicoba karena kami diminta untuk lebih dekat pada-Nya. Innalillahi," ujar pacar mantan penyidik KPK itu.

Tak hanya berkicau di twitter, Angie kini mengeluarkan curahan hatinya melalui blognya angiesondakhmassaid.blogspot.com. Angie pun membawa nama mantan suaminya, Adjie Massaid dalam blognya yang ditulis pada 5 Februari 2012.

"Februari
Dear Bloggers,

Februari...
Bulan ini  rupanya "agak" banyak bercerita tentang diriku...
Let's move on lah dengan segala kapasitasku...
Biarlah aku menginjak menyusuri kerikil ini mencapai tujuan yang bersolek elok, berkilau dan teduh di ujung sana walaupun ku tak tahu kapan akan sampai kesana....
Yang kupercaya ada Allah SWT mau ikut membimbingku kesana, membekaliku dengan ketegaran, kesabaran dan keikhlasan... Amiin. Semua ini miliknya, dan akan kembali kepadanya. La Tahzan Angie...dalam kesulitan akan datang kemudahan, begitu janjiNYA padaku.

Hmmm tapi kenapa terasa tak berhenti ya Rabb? apakah aku begitu lemah dan kosong sehingga kertas ujian itu hanya selalu dipenuhi soal-soal yang tak kunjung benar jawabannya? atau apakah aku terlalu kuat sehingga Engkau terus menunggu hasil-hasil jawabanku yang selalu istimewa?apapun itu semua adalah kuasaMu. PerintahMu yang kuingat adalah kertas ujian itu bukan untuk dirobek-robek Angie...tetapi untuk kau selesaikan!

Berarti aku tidak boleh marah, aku tidak boleh memberontak atau malah berbalik memusuhi dan menghujatMu beserta tingkah polah "ajaib" insan di dunia ini? Baiklah....aku usahakan seperti itu, tetapi janji ya Rabb antarkan aku dan anak-anak secepatnya ke telaga warna yang penuh cahaya itu.....kami ingin merasakan wanginya ketentraman dan ketulusan.

Semua takdirmu baik ya Allah.....tidak patut aku menyalahkan keadaan, tidak bijak jika aku teriak, tidak etis apabila ku meringis.  Tenggelam dalam doa kepadaMu itu akan lebih tepat adanya....

Lebih baik pula mensyukuri nikmatmu yang berlimpah, termasuk kemuliaan hari ini yang kembali menghantarkan aku pada kenangan akan sosok tercinta itu.... Apa kabarmu mas Adjie? beruntunglah engkau telah lepas dari gelombang badai hiruk pikuk dunia ini. Tak perlu risau akan diriku dan anak-anak....kami pasti berhasil menjalani semuanya, insyaAllah.

Setahun ini Engkau telah berpulang suamiku, bertepatan dengan hari lahir Rasul Muhammad SAW. Semoga hari ini menjadi hari yang indah untuk almarhum suamiku, berkat gema sholawat yang ramai di dunia dari umatMu ya Allah. Amiiin ya Robbal a'lamiin..


Love,

Angie
(ren)
• VIVAnews

Selasa, 14 Februari 2012

MARSINGGO - KERAJAAN KEDIRI

Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-12. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di tepi S. Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.
Kerjasama tentara Mongol dan pasukan Arya Wiraraja dapat mengalahkan pasukan Kediri di bawah pimpinan Jayakatwang.
Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga (1000-1049). Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak selirnya. Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi beberapa bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian. Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama, yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal juga sebagai Kerajaan Kediri. Perkembangan Kerajaan Kediri
Patung Airlangga dalam perwujudan Dewa Wisnu, salah satu peninggalan Kerajaan Kediri Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel Tunggul Ametung.
 Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara (1268-1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara dan membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.
Runtuhnya Kediri
Arca ini menggambarkan seorang laki-laki pada masa Kerajaan Kediri. Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.

MARSINGGO - Presiden Indonesia yang terlupakan

Written By bangdex on 14 Mei 2011 | 22:41

Syafruddin Prawiranegara
Syafruddin Prawiranegara
1. Syafruddin Prawiranegara

Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara (Banten, 28 Februari 1911 - 15 Februari 1989) adalah pejuang pada masa kemerdekaan Republik Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II 19 Desember 1948.

Perjalanan hidup

Dua kali menjadi menteri keuangan, satu kali menteri kemakmuran, dan satu kali wakil perdana menteri, Syafrudin Prawiranegara akhirnya memilih lapangan dakwah sebagai kesibukan masa tuanya. Dan, ternyata, tidak mudah. Berkali-kali bekas tokoh Partai Masyumi ini dilarang naik mimbar. Juni 1985, ia diperiksa lagi sehubungan dengan isi khotbahnya pada hari raya Idul Fitri 1404 H di masjid Al-A'raf, Tanjung Priok, Jakarta.

"Saya ingin mati di dalam Islam. Dan ingin menyadarkan, bahwa kita tidak perlu takut kepada manusia, tetapi takutlah kepada Allah," ujar ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI) itu tentang aktivitasnya itu.

Namanya sangat populer pada 1950-an. Pada Maret 1950, misalnya, selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, ia melaksanakan pengguntingan uang dari nilai Rp 5 ke atas, sehingga nilainya tinggal separuh. Kebijaksanaan moneter yang banyak dikritik itu dikenal dengan julukan Gunting Syafruddin. Namun, Syafruddin juga yang membentuk pemerintahan darurat RI, ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan oleh Belanda ke Pulau Bangka, 1948. "Atas usaha Pemerintah Darurat, Belanda terpaksa berunding dengan Indonesia. Akhirnya, Soekarno dan kawan-kawan dibebaskan dan kembali ke Yogyakarta," tuturnya.

Di masa kecilnya akrab dengan panggilan "Kuding", dalam tubuh Syafruddin mengalir darah campuran Banten dan Minang. Buyutnya, Sutan Alam Intan, masih keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang Padri. Menikah dengan putri bangsawan Banten, lahirlah kakeknya yang kemudian memiliki anak bernama R. Arsyad Prawiraatmadja. Itulah ayah Kuding yang, walaupun bekerja sebagai jaksa, cukup dekat dengan rakyat, dan karenanya dibuang Belanda ke Jawa Timur.

Kuding, yang gemar membaca kisah petualangan sejenis Robinson Crusoe, memiliki cita-cita tinggi -- "Ingin menjadi orang besar," katanya. Itulah sebabnya ia masuk Sekolah Tinggi Hukum (sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia). Di tengah kesibukannya sebagai mubalig, bekas gubernur Bank Sentral 1951 ini masih sempat menyusun buku Sejarah Moneter, dengan bantuan Oei Beng To, direktur utama Lembaga Keuangan Indonesia.

Dari delapan anaknya, Syafruddin mempunyai sekitar lima belas cucu. Cucunya ketiga belas lahir di Australia sebagai bayi tabung pertama keluarga Indonesia, 1981. Istrinya, Nyonya T. Halimah Syehabuddin Prawiranegara, wanita kelahiran Aceh, meninggal dunia pada Agustus 2006.

Biodata
* Pendidikan:

1. ELS (1925)
2. MULO,Madiun (1928)
3. AMS, Bandung (1931)
4. Rechtshogeschool, Jakarta (1939)

* Karir:

1. Pegawai Siaran Radio Swasta (1939-1940)
2. Petugas Departemen Keuangan Belanda (1940-1942)
3. Pegawai Departemen Keuangan Jepang
4. Anggota Badan Pekerja KNIP (1945)
5. Wakil Menteri Keuangan (1946)
6. Menteri Keuangan (1946)
7. Menteri Kemakmuran (1947)
8. Perdana Menteri RI (1948)
9. Ketua Pemerintah Darurat RI (1948)
10. Wakil Perdana Menteri RI (1949)
11. Menteri Keuangan (1949-1950)
12. Gubernur Bank Sentral/Bank Indonesia (1951)
13. Anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan & Pembangunan Manajemen (PPM) (1958)
14. Pimpinan Masyumi (1960)
15. Anggota Pengurus Yayasan Al Azhar/Yayasan Pesantren Islam (1978)
16. Ketua Korps Mubalig Indonesia (1984-1989)


Ketua Pemerintah Darurat Republik Indonesia atau Presiden sementara Republik Indonesia
Masa jabatan : 19 Desember 1948 - 13 Juli 1949
Pendahulu : Soekarno
Pengganti : Soekarno
Lahir : 28 Februari 1911
Meninggal : 15 Februari 1989 (umur 77)
Suami/Istri : T. Halimah Syehabuddin Prawiranegara
Agama : Islam


Mr. Assaat
Mr. Assaat
2. Assat

Mr. Assaat (18 September 1904 - 16 Juni 1976) adalah tokoh pejuang Indonesia, pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta yang merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).

Mr. Assaat dilahirkan di dusun pincuran landai kanagarian Kubang Putih Banuhampu adalah orang sumando Sungai Pua, menikah dengan Roesiah, wanita Sungai Pua di Rumah Gadang Kapalo Koto, yang telah meninggalkan beliau pada 12 Juni 1949, dengan dua orang putera dan seorang puteri.

Sekitar tahun 1946-1949, di Jalan Malioboro, Yogyakarta, sering terlihat seorang berbadan kurus semampai berpakaian sederhana sesuai dengan irama revolusi. Terkadang ia berjalan kaki, kalau tidak bersepeda menelusuri Malioboro menuju ke kantor KNIP tempatnya bertugas. Orang ini tidak lain adalah Mr. Assaat, yang selalu menunjukkan sikap sederhana berwajah cerah di balik kulitnya yang kehitam-hitaman. Walaupun usianya saat itu baru 40 tahun, terlihat rambutnya mulai memutih. Kepalanya tidak pernah lepas dari peci beludru hitam.

Mungkin generasi muda sekarang kurang atau sedikit sekali mengenal perjuangan Mr. Assaat sebagai salah seorang patriot demokrat yang tidak kecil andilnya bagi menegakkan serta mempertahankanRepublik Indonesia. Assaat adalah seorang yang setia memikul tanggung jawab, baik selama revolusi berlangsung hingga pada tahap akhir penyelesaian revolusi. Pada masa-masa kritis itu, Assaat tetap memperlihatkan dedikasi yang luar biasa.

Ia tetap berdiri pada posnya di KNIP, tanpa mengenal pamrih dan patah semangat. Sejak ia terpilih menjadi ketua KNIP, jabatan ini tidak pernah terlepas dari tangannya. Sampai kepadanya diserahkan tugas sebagai Penjabat Presiden RI di kota perjuangan di Yogyakarta.

Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan Badan Pekerjanya selama revolusi sedang berkobar telah dua kali mengadakah hijrah. Pertama di Jakarta, dengan tempat bersidang di bekas Gedung Komedi (kini Gedung Kesenian) di Pasar Baru dan di gedung Palang Merah Indonesia di Jl. Kramat Raya. Karena perjuangan bertambah hangat, demi kelanjutan Revolusi Indonesia, sekitar tahun 1945 KNIP dipindahkan ke Yogyakarta.

Kemudian pada tahun itu juga KNIP dan Badan Pekerja, pindah ke Purworejo, Jawa Tengah. Ketika situasi Purworejo dianggap kurang aman untuk kedua kalinya KNIP hijrah ke Yogyakarta. Pada saat inilah Mr. Assaat sebagai anggota sekretariatnya. Tidak lama berselang dia ditunjuk menjadi ketua KNIP beserta Badan Pekerjanya.

Diasingkan

Api revolusi mempertahankan proklamasi 17 Agustus 1945 terus menggelora. Belanda dengan kekuatan militernya melancarkan apa yang mereka namakan AgresiMiliter II. Mr. Assaat ditangkap Belanda bersama Bung Karno dan Bung Hatta serta pemimpin Republik lainnya, kemudian di asingkan di Manumbing di Pulau Bangka.

Rambutnya bertambah putih, karena uban makin melebat sejak diasingkan di Manumbing dan Mr. Assaat mulai memelihara jenggot. Assaat bukan ahli pidato, dia tidak suka banyak bicara, tetapi segala pekerjaan bagi kepentingan perjuangan semua dapat diselesaikannya dengan baik, semua rahasia negara dipegang teguh, itulah sebabnya dia disenangi dan disegani oleh kawan dan lawan politiknya.

Ketika menjadi Penjabat Presiden, pers memberitakan tentang pribadinya, antara lain beliau tidak mau dipanggil Paduka Yang Mulia, cukup dengan panggilan Saudara Acting Presiden. Panggilan demikian memang agak canggung di zaman itu. Akhirnya Assaat bilang, panggil saja saya "Bung Presiden". Di sinilah letak kesederhanaan Assaat sebagai seorang pemimpin.

Hal itu tergambar pula dengan ketaatannya melaksanakan perintah agama, yang tak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Dan dia termasuk seorang pemimpin yang sangat menghargai waktu, sama halnya dengan Bung Hatta.

Latar belakang Mr. Assaat

Assaat belajar di sekolah agama "Adabiah" dan MULO Padang, selanjutnya ke School tot Opleiding van Inlandsche Artsen Jakarta. Karena jiwanya tidak terpanggil menjadi seorang dokter, ditinggalkannya STOVIA dan melanjutkan ke AMS (SMU sekarang). Dari AMS, Assaat melajutkan studinya ke Rechts Hoge School (Sekolah Hakim Tinggi) juga di Jakarta.

Ketika menjadi mahasiswa RHS inilah, beliau memulai berkecimpung dalam gerakan kebangsaan, ialah gerakan pemuda dan politik. Masa saat itu Assaat giat dalam organisasi pemuda "Jong Sumatranen Bond". Karir politiknya makin menanjak lalu berhasil menduduki kursi anggota Pengurus Besar dari "Perhimpunan Pemuda Indonesia". Ketika Perhimpunan Pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam "Indonesia Muda", ia terpilih mejadi Bendahara Komisaris Besar " Indonesia Muda".

Dalam kedudukannya sebagai mahasiswa, Assaat memasuki pula gerakan politik "Partai Indonesia" disingkat Partindo. Dalam partai ini, Assaat bergabung dengan pemimpin Partindo seperti: Adnan Kapau Gani, Adam Malik, Amir Sjarifoeddin dll.

Kegiatannya di bidang politik pergerakan kebangsaan, akhirnya tercium oleh profesornya dan pihak Belanda, sehingga dia tidak diluluskan walaupun setelah beberapa kali mengikuti ujian akhir. Tersinggung atas perlakuan demikian, gelora pemudanya makin bergejolak, dia putuskan meninggalkan Indonesia pergi ke Belanda. Di Belanda dia memperoleh gelar "Meester in de Rechten" (Mr) atau Sarjana Hukum.

Praktek Advokat

Sebagai seorang non kooperator terhadap penjajahan Belanda, sekembalinya ke tanah air di tahun 1939 Mr. Assaat berpraktek sebagai advokat hingga masuknya Jepang tahun 1942. Di zaman Jepang dia diangkat sebagai Camat Gambir, kemudian Wedana Mangga Besar di Jakarta.

Dalam sejarah perjuangannya ikut menegakkan Republik Proklamasi, beberapa catatan mengenai Assaat ialah: tahun 1946-1949 (Desember) menjadi Ketua BP-KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat). Desember 1949 hingga Agustus 1950 menjadi Acting Presiden Republik Indonesia di Yogyakarta. Dengan terbentuknya RIS (Republik Indonesia Serikat), jabatannya sebagai Penjabat Presiden pada Agustus 1950 selesai, demikian juga jabatannya selaku ketua KNIP dan Badan Pekerjanya. Sebab pada bulan Agustus 1950 negara-negara bagian RIS melebur diri dalam Negara Kesatuan RI.

Selama memangku jabatan, Assaat menandatangani statuta pendirian Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. "Menghilangkan Assaat dari realitas sejarah kepresidenan Republik Indonesia sama saja dengan tidak mengakui Universitas Gadjah Mada sebagai universitas negeri pertama yang didirikan oleh Republik Indonesia," ujar Bambang Purwanto dalam pidato pengukuhan sebagai guru besar UGM September 2004.

Setelah pindah ke Jakarta, Mr. Assaat menjadi anggota parlemen (DPR-RI), sampai ia duduk dalam Kabinet Natsir jadi Menteri Dalam Negeri September 1950 sampai Maret 1951. Kabinet Natsir bubar, kembali jadi anggota Parlemen, semenjak itulah Assaat kurang terdengar namanya dalam bidang politik.

Pada tahun 1955 namanya muncul lagi di permukaan, sebagai formatur Kabinet bersama Dr. Soekiman Wirjosandjojo dan Mr. Wilopo untuk mencalonkan Bung Hatta sebagai Perdana Menteri. Karena waktu itu terhembus angin politik begitu kencang, daerah-daerah kurang puas dengan beleid (kebijakan) pemerintahan Pusat. Daerah-daerah menyokong Bung Hatta, tetapi upaya tiga formatur tersebut menemui kegagalan, karena formal politis waktu itu, Parlemen menolaknya.

Menentang Komunis

Ketika Demokrasi Terpimpin dicetuskan Soekarno, Assaat sebagai demokrat dan orang Islam menentangnya. Secara pribadi Bung Karno tetap dihormatinya, tetapi yang ditentangnya politik Bung Karno yang seolah-olah memberi angin pada Partai Komunis Indonesia.

Mr. Assaat saat itu merasakan jiwanya terancam, karena Demokrasi Terpimpin adalah tak lain dari diktator terselubung, ia selalu diintip oleh intel serta orang-orang PKI. Kemudian dengan cara menyamar sebagai orang "akan berbelanja" bersama dengan keluarganya naik becak dari Jl. Teuku Umar ke Jl. Sabang, dari sana dilanjutkan dengan naik becak menuju Stasion Tanah Abang.

Mr. Assaat beserta keluarga berhasil menyeberang ke Sumatera. Dia berdiam beberapa hari di Palembang. Ketika itu Sumatra Selatan sudah dibentuk "Dewan Gajah" yang dipimpin oleh Letkol Barlian. Di Sumatra Barat Letkol Ahmad Husein membentuk "Dewan Banteng". Kol. Simbolon mendirikan "Dewan Gajah" di Sumatera Utara, sementara Kol. Sumual membangun "Dewan Manguni" di Sulawesi.

Akhirnya dewan-dewan tersebut bersatu menentang Sukarno yang telah diselimuti oleh PKI. Terbentuklah PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia). Assaat yang ketika itu sudah tiba di Sumatera Barat bergabung dengan PRRI. Kemudian berkeliaran di hutan-hutan Sumatera, setelah Pemerintah Pusat menggempur kekuatan PRRI.

Upacara Kebesaran

Ketika berada di hutan-hutan Sumatera Barat dan Sumatera Utara, Mr. Assaat sudah merasa dirinya sering terserang sakit. Akhirnya dia ditangkap, dalam keadaan fisik lemah dan menjalani "hidup" di dalam penjara "Demokrasi Terpimpin" selama 4 tahun dari tahun 1962-1966. Ia baru keluar dari tahanan di Jakarta, setelah munculnya Orde Baru.

Pada tanggal 16 Juni 1976, Mr. Assaat meninggal dirumahnya yang sederhana di Warung Jati Jakarta Selatan. Mr. Assaat gelar Datuk Mudo diantar oleh teman-teman seperjuangannya, sahabat, handai tolan dan semua keluarganya, dia dihormati oleh negara dengan kebesaran militer.


Perdana menteri pertama Republik Indonesia atau Presiden Sementara Republik Indonesia
Masa jabatan : 27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950
Pendahulu : Soekarno
Pengganti : Soekarno
Lahir : 18 September 1904 Dusun Pincuran Landai,kanagarian Kubang Putih, Banuhampu, Sumatera Barat, Indonesia
Meninggal : 16 Juni 1976 (umur 71)
Suami/Istri : Roesiah
Agama : Islam

==================================
Kenapa nama mereka nyaris "terhapus" dari buku-buku sejarah?  


http://www.indowebster.web.id/showthread.php?t=37570

MARSINGGO - SRIWIJAYA EMPIRE

Written By bangdex on 25 Feb 2011 | 19:31



Pengaruh Kekuasaan Sriwijaya

Sriwijaya (atau juga disebut Srivijaya; Thai: ศรีวิชัย atau "̄rī wichy") adalah salah satu kemaharajaan maritim yang kuat di pulau Sumatera dan banyak memberi pengaruh di Nusantara dengan daerah kekuasaan membentang dari Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Dalam bahasa Sansekerta, sri berarti "bercahaya" dan wijaya berarti "kemenangan".Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-7; seorang pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan tinggal selama 6 bulan. Selanjutnya prasasti yang paling tua mengenai Sriwijaya juga berada pada abad ke-7, yaitu prasasti Kedukan Bukit di Palembang, bertarikh 682. Kemunduran pengaruh Sriwijaya terhadap daerah bawahannya mulai menyusut dikarenakan
beberapa peperangan diantaranya serangan dari raja Dharmawangsa Teguh dari Jawa di tahun 990, dan tahun 1025 serangan Rajendra Chola I dari Koromandel, selanjutnya tahun 1183 kekuasaan Sriwijaya dibawah kendali kerajaan Dharmasraya.

Sriwijaya menjadi simbol kebesaran Sumatera awal, dan kerajaan besar Nusantara selain Majapahit di Jawa Timur. Pada abad ke-20, kedua kerajaan tersebut menjadi referensi oleh kaum nasionalis untuk menunjukkan bahwa Indonesia merupakan satu kesatuan negara sebelelum kolonialisme Belanda.

Sriwijaya disebut dengan berbagai macam nama. Orang Tionghoa menyebutnya Shih-li-fo-shih atau San-fo-ts'i atau San Fo Qi. Dalam bahasa Sansekerta dan Pali, kerajaan Sriwijaya disebut Yavadesh dan Javadeh. Bangsa Arab menyebutnya Zabaj dan Khmer menyebutnya Malayu. Banyaknya nama merupakan alasan lain mengapa Sriwijaya sangat sulit ditemukan. Sementara dari peta Ptolemaeus ditemukan keterangan tentang adanya 3 pulau Sabadeibei yang kemungkinan berkaitan dengan Sriwijaya.

Candi Muara Takus
Sekitar tahun 1993, Pierre-Yves Manguin melakukan observasi dan berpendapat bahwa pusat Sriwijaya berada di Sungai Musi antara Bukit Seguntang dan Sabokingking (terletak di provinsi Sumatera Selatan sekarang).Namun sebelumnya Soekmono berpendapat bahwa pusat Sriwijaya terletak pada kawasan sehiliran Batang Hari, antara Muara Sabak sampai ke Muara Tembesi (di provinsi Jambi sekarang),dengan catatan Malayu tidak di kawasan tersebut, jika Malayu pada kawasan tersebut, ia cendrung kepada pendapat Moens, yang sebelumnya juga telah berpendapat bahwa letak dari pusat kerajaan Sriwijaya berada pada kawasan Candi Muara Takus (provinsi Riau sekarang), dengan asumsi petunjuk arah perjalanan dalam catatan I Tsing serta hal ini dapat juga dikaitkan dengan berita tentang pembangunan candi yang dipersembahkan oleh raja Sriwijaya (Se li chu la wu ni fu ma tian hwa atau Sri Cudamaniwarmadewa) tahun 1003 kepada kaisar Cina yang dinamakan cheng tien wan shou (Candi Bungsu, salah satu bagian dari candi yang terletak di Muara Takus). Namun yang pasti pada masa penaklukan oleh Rajendra Chola I, berdasarkan prasasti Tanjore, Sriwijaya telah beribukota di Kadaram (Kedah sekarang).

Kekaisaran Sriwijaya telah ada sejak 671 sesuai dengan catatan I Tsing, dari prasasti Kedukan Bukit pada tahun 682 di diketahui imperium ini di bawah kepemimpinan Dapunta Hyang. Di abad ke-7 ini, orang Tionghoa mencatat bahwa terdapat dua kerajaan yaitu Malayu dan Kedah menjadi bagian kemaharajaan Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur yang yang berangka tahun 686 ditemukan di pulau Bangka, kemaharajaan ini telah menguasai bagian selatan Sumatera, pulau Bangka dan Belitung, hingga Lampung. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Sri Jayanasa telah melancarkan ekspedisi militer untuk menghukum Bhumi Jawa yang tidak berbakti kepada Sriwijaya, peristiwa ini bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara di Jawa Barat dan Holing (Kalingga) di Jawa Tengah yang kemungkinan besar akibat serangan Sriwijaya. Sriwijaya tumbuh dan berhasil mengendalikan jalur perdagangan maritim di Selat Malaka, Selat Sunda, Laut China Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.

Pagoda di Thailand peninggalan Sriwijaya
Ekspansi kerajaan ini ke Jawa dan Semenanjung Malaya, menjadikan Sriwijaya mengontrol dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Berdasarkan observasi, ditemukan reruntuhan candi-candi Sriwijaya di Thailand dan Kamboja. Di abad ke-7, pelabuhan Cham di sebelah timur Indochina mulai mengalihkan banyak pedagang dari Sriwijaya. Untuk mencegah hal tersebut, Maharaja Dharmasetu melancarkan beberapa serangan ke kota-kota pantai di Indochina. Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah kendali Sriwijaya. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja Khmer Jayawarman II, pendiri imperium Khmer, memutuskan hubungan dengan Sriwijaya di abad yang sama. Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara dan Holing berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut catatan, pada masa ini pula wangsa Sailendra bermigrasi ke Jawa Tengah dan berkuasa disana. Di abad ini pula, Langkasuka di semenanjung Melayu menjadi bagian kerajaan. Di masa berikutnya, Pan Pan dan Trambralinga, yang terletak di sebelah utara Langkasuka, juga berada di bawah pengaruh Sriwijaya.

Setelah Dharmasetu, Samaratungga menjadi penerus kerajaan. Ia berkuasa pada periode 792 sampai 835. Tidak seperti Dharmasetu yang ekspansionis, Samaratungga tidak melakukan ekspansi militer, tetapi lebih memilih untuk memperkuat penguasaan Sriwijaya di Jawa. Selama masa kepemimpinannya, ia membangun candi Borobudur di Jawa Tengah yang selesai pada tahun 825.

Untuk memperkuat posisinya atas penguasaan pada kawasan di Asia Tenggara, Sriwijaya menjalin hubungan diplomasi dengan kekaisaran China, dan secara teratur mengantarkan utusan beserta upeti. Pada masa awal kerajaan Khmer merupakan daerah jajahan Sriwijaya. Banyak sejarawan mengklaim bahwa Chaiya, di propinsi Surat Thani, Thailand Selatan, sebagai ibu kota kerajaan tersebut, pengaruh Sriwijaya nampak pada bangunan pagoda Borom That yang bergaya Sriwijaya. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Chaiya terbagi menjadi tiga kota yakni (Mueang) Chaiya, Thatong (Kanchanadit), dan Khirirat Nikhom.

Patung Emas
Sriwijaya juga berhubungan dekat dengan kerajaan Pala di Benggala, pada prasasti Nalanda berangka 860 mencatat bahwa raja Balaputradewa mendedikasikan sebuah biara kepada Universitas Nalanda. Relasi dengan dinasti Chola di selatan India juga cukup baik, dari prasasti Leiden disebutkan raja Sriwijaya di Kataha Sri Mara-Vijayottunggawarman telah membangun sebuah vihara yang dinamakan dengan Vihara Culamanivarmma, namun menjadi buruk setelah Rajendra Chola I naik tahta yang melakukan penyerangan di abad ke-11. Kemudian hubungan ini kembali membaik pada masa Kulothunga Chola I, di mana raja Sriwijaya di Kadaram mengirimkan utusan yang meminta dikeluarkannya pengumuman pembebasan cukai pada kawasan sekitar Vihara Culamanivarmma tersebut. Namun demikian pada masa ini Sriwijaya dianggap telah menjadi bahagian dari dinasti Chola, dari kronik Tiongkok menyebutkan bahwa Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) sebagai raja San-fo-ts'i membantu perbaikan candi dekat Kanton pada tahun 1079, pada masa dinasti Song candi ini disebut dengan nama Tien Ching Kuan dan pada masa dinasti Yuan disebut dengan nama Yuan Miau Kwan.

MASA KEEMASAN

Mata Uang Sriwijaya
Kemaharajaan Sriwijaya bercirikan kerajaan maritim, mengandalkan hegemoni pada kekuatan armada lautnya dalam menguasai alur pelayaran, jalur perdagangan, menguasai dan membangun beberapa kawasan strategis sebagai pangkalan armadanya dalam mengawasi, melindungi kapal-kapal dagang, memungut cukai serta untuk menjaga wilayah kedaulatan dan kekuasaanya.

Dari catatan sejarah dan bukti arkeologi, pada abad ke-9 Sriwijaya telah melakukan kolonisasi di hampir seluruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara, antara lain: Sumatera, Jawa, Semenanjung Malaya, Thailand, Kamboja, Vietnam,[ dan Filipina. Dominasi atas Selat Malaka dan Selat Sunda, menjadikan Sriwijaya sebagai pengendali rute perdagangan rempah dan perdagangan lokal yang mengenakan biaya atas setiap kapal yang lewat. Sriwijaya mengakumulasi kekayaannya sebagai pelabuhan dan gudang perdagangan yang melayani pasar Tiongkok, dan India.

Sriwijaya juga disebut berperan dalam menghancurkan kerajaan Medang di Jawa, dalam prasasti Pucangan disebutkan sebuah peristiwa Mahapralaya yaitu peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur, di mana Haji Wurawari dari Lwaram yang kemungkinan merupakan raja bawahan Sriwijaya, pada tahun 1006 atau 1016 menyerang dan menyebabkan terbunuhnya raja Medang terakhir Dharmawangsa Teguh.

MASA KERUNTUHAN

Candi Waat di Thailand Selatan
Tahun 1017 dan 1025, Rajendra Chola I, raja dari dinasti Chola di Koromandel, India selatan, mengirim ekspedisi laut untuk menyerang Sriwijaya, berdasarkan prasasti Tanjore bertarikh 1030, kerajaan Chola telah menaklukan daerah-daerah koloni Sriwijaya, sekaligus berhasil menawan raja Sriwijaya yang berkuasa waktu itu Sangrama-Vijayottunggawarman. Selama beberapa dekade berikutnya seluruh imperium Sriwijaya telah berada dalam pengaruh dinasti Chola. Meskipun demikian Rajendra Chola I tetap memberikan peluang kepada raja-raja yang ditaklukannya untuk tetap berkuasa selama tetap tunduk kepadanya. Hal ini dapat dikaitkan dengan adanya berita utusan San-fo-ts'i ke Cina tahun 1028.

Namun demikian pada masa ini Sriwijaya dianggap telah menjadi bagian dari dinasti Chola, dari kronik Tiongkok menyebutkan bahwa pada tahun 1079 Kulothunga Chola I (Ti-hua-ka-lo) raja dinasti Chola disebut juga sebagai raja San-fo-ts'i, yang kemudian mengirimkan utusan untuk membantu perbaikan candi dekat Kanton. Selanjutnya dalam berita Cina yang berjudul Sung Hui Yao disebutkan bahwa kerajaan San-fo-tsi pada tahun 1082 masih mengirimkan utusan pada masa Cina di bawah pemerintahan Kaisar Yuan Fong. Duta besar tersebut menyampaikan surat dari raja Kien-pi bawahan San-fo-tsi, yang merupakan surat dari putri raja yang diserahi urusan negara San-fo-tsi, serta menyerahkan pula 227 tahil perhiasan, rumbia, dan 13 potong pakaian. Kemudian juga mengirimkan utusan berikutnya di tahun 1088. Pengaruh invasi Rajendra Chola I, terhadap hegemoni Sriwijaya atas raja-raja bawahannya melemah, beberapa daerah taklukan melepaskan diri, sampai muncul Dharmasraya sebagai kekuatan baru yang kemudian menguasai kembali wilayah jajahan Sriwijaya mulai dari kawasan Semenanjung Malaya, Sumatera, sampai Jawa bagian barat.

Candi Gumpung di Muaro Jambi
Berdasarkan sumber Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178, Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni San-fo-ts'i dan Cho-po (Jawa). Di Jawa dia menemukan bahwa rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat San-fo-ts'i memeluk Budha, dan memiliki 15 daerah bawahan yang meliputi; Si-lan (Kamboja), Tan-ma-ling (Tambralingga, Ligor, selatan Thailand), Kia-lo-hi (Grahi, Chaiya sekarang, selatan Thailand), Ling-ya-si-kia (Langkasuka), Kilantan (Kelantan), Pong-fong (Pahang), Tong-ya-nong (Terengganu), Fo-lo-an (muara sungai Dungun daerah Terengganu sekarang), Ji-lo-t'ing (Cherating, pantai timur semenanjung malaya), Ts'ien-mai (Semawe, pantai timur semenanjung malaya), Pa-t'a (Sungai Paka, pantai timur Semenanjung Malaya), Lan-wu-li (Lamuri di Aceh), Pa-lin-fong (Palembang), Kien-pi (Jambi), dan Sin-t'o (Sunda).

Namun demikian, istilah San-fo-tsi terutama pada tahun 1178 tidak lagi identik dengan Sriwijaya, melainkan telah identik dengan Dharmasraya, dari daftar 15 negeri bawahan San-fo-tsi tersebut merupakan daftar jajahan kerajaan Dharmasraya, walaupun sumber Tiongkok tetap menyebut San-fo-tsi sebagai kerajaan yang berada di kawasan laut Cina Selatan. Hal ini karena dalam Pararaton telah menyebutkan Malayu, disebutkan Kertanagara raja Singhasari mengirim sebuah ekspedisi Pamalayu atau Pamalayu, dan kemudian menghadiahkan Arca Amoghapasa kepada raja Melayu, Srimat Tribhuwanaraja Mauli Warmadewa di Dharmasraya sebagaimana yang tertulis pada prasasti Padang Roco. Peristiwa ini kemudian dikaitkan dengan manuskrip yang terdapat pada prasasti Grahi. Begitu juga dalam Nagarakretagama, yang menguraikan tentang daerah jajahan Majapahit juga sudah tidak menyebutkan lagi nama Sriwijaya untuk kawasan yang sebelumnya merupakan kawasan Sriwijaya.

Setelah Sriwijaya jatuh, kerajaan ini terlupakan dan eksistensi Sriwijaya baru diketahui secara resmi tahun 1918 oleh sejarawan Perancis George Cœdès dari École française d'Extrême-OrientTidak terdapat catatan lebih lanjut mengenai Sriwijaya dalam sejarah Indonesia; masa lalunya yang terlupakan dibentuk kembali oleh sarjana asing. Tidak ada orang Indonesia modern yang mendengar mengenai Sriwijaya sampai tahun 1920-an, ketika sarjana Perancis George Cœdès mempublikasikan penemuannya dalam koran berbahasa Belanda dan Indonesia. Coedès menyatakan bahwa referensi Tiongkok terhadap "San-fo-ts'i", sebelumnya dibaca "Sribhoja", dan beberapa prasasti dalam Melayu Kuno merujuk pada kekaisaran yang sama.

STRUKTUR PEMERINTAHAN

Pembentukan satu negara kesatuan dalam dimensi struktur otoritas politik Sriwijaya, dapat dilacak dari beberapa prasasti yang mengandung informasi penting tentang kadātuan, vanua, samaryyāda, mandala dan bhūmi. Kadātuan dapat bermakna kawasan dātu, (tnah rumah) tempat tinggal bini hāji, tempat disimpan mas dan hasil cukai (drawy) sebagai kawasan yang mesti dijaga. Kadātuan ini dikelilingi oleh vanua, yang dapat dianggap sebagai kawasan kota dari Sriwijaya yang didalamnya terdapat vihara untuk tempat beribadah bagi masyarakatnya. Kadātuan dan vanua ini merupakan satu kawasan inti bagi Sriwijaya itu sendiri. Menurut Casparis, samaryyāda merupakan kawasan yang berbatasan dengan vanua, yang terhubung dengan jalan khusus (samaryyāda-patha) yang dapat bermaksud kawasan pedalaman. Sedangkan mandala merupakan suatu kawasan otonom dari bhūmi yang berada dalam pengaruh kekuasaan kadātuan Sriwijaya.

Penguasa Sriwijaya disebut dengan Dapunta Hyang atau Maharaja, dan dalam lingkaran raja terdapat secara berurutan yuvarāja (putra mahkota), pratiyuvarāja (putra mahkota kedua) dan rājakumāra (pewaris berikutnya). Prasasti Telaga Batu banyak menyebutkan berbagai jabatan dalam struktur pemerintahan kerajaan pada masa Sriwijaya.

HUBUNGAN DENGAN DINASTI SAILENDRA

Candi Borobudur
Munculnya keterkaitan antara Sriwijaya dengan dinasti Sailendra dimulai karena adanya nama Śailendravamśa pada beberapa prasasti diantaranya pada prasasti Kalasan di pulau Jawa, prasasti Ligor di selatan Thailand, dan prasasti Nalanda di India. Sementara pada prasasti Sojomerto dijumpai nama Dapunta Selendra. Walau asal-usul dinasti ini masih diperdebatkan sampai sekarang. Majumdar berpendapat dinasti Sailendra ini terdapat di Sriwijaya (Suwarnadwipa) dan Medang (Jawa), keduanya berasal dari Kalinga di selatan India. Kemudian Moens menambahkan kedatangan Dapunta Hyang ke Palembang, menyebabkan salah satu keluarga dalam dinasti ini pindah ke Jawa. Sementara Poerbatjaraka berpendapat bahwa dinasti ini berasal dari Nusantara, didasarkan atas Carita Parahiyangan kemudian dikaitkan dengan beberapa prasasti lain di Jawa yang berbahasa Melayu Kuna diantaranya prasasti Sojomerto.

WARISAN SEJARAH

Meskipun Sriwijaya hanya menyisakan sedikit peninggalan arkeologi dan terlupakan dari ingatan masyarakat pendukungnya, penemuan kembali kemaharajaan bahari ini oleh Coedès pada tahun 1920-an telah membangkitkan kesadaran bahwa suatu bentuk persatuan politik raya, berupa kemaharajaan yang terdiri atas persekutuan kerajaan-kerajaan bahari, pernah bangkit, tumbuh, dan berjaya di masa lalu.
Di samping Majapahit, kaum nasionalis Indonesia juga mengagungkan Sriwijaya sebagai sumber kebanggaan dan bukti kejayaan masa lampau Indonesia. Kegemilangan Sriwijaya telah menjadi sumber kebanggaan nasional dan identitas daerah, khususnya bagi penduduk kota Palembang, provinsi Sumatera Selatan, keluhuran Sriwijaya telah menjadi inspirasi seni budaya, seperti lagu dan tarian tradisional Gending Sriwijaya. Hal yang sama juga berlaku bagi masyarakat selatan Thailand yang menciptakan kembali tarian Sevichai yang berdasarkan pada keanggunan seni budaya Sriwijaya.

Di Indonesia, nama Sriwijaya telah digunakan dan diabadikan sebagai nama jalan di berbagai kota, dan nama ini juga digunakan oleh Universitas Sriwijaya yang didirikan tahun 1960 di Palembang. Demikian pula Kodam II Sriwijaya (unit komando militer), PT Pupuk Sriwijaya (Perusahaan Pupuk di Sumatera Selatan), Sriwijaya Post (Surat kabar harian di Palembang), Sriwijaya TV, Sriwijaya Air (maskapai penerbangan), Stadion Gelora Sriwijaya, dan Sriwijaya Football Club (Klab sepak bola Palembang), semua dinamakan demikian untuk menghormati, memuliakan, dan merayakan kemaharajaan Sriwijaya yang gemilang.


sumber : wikipedia indonesia

MARSINGGO - Asal Muasal Suku Anak Dalam, kelompok masyarakat yang termaginalkan

Written By bangdex on 6 Mar 2011 | 01:32


Kelompok masyarakat terasing yang bermukim di sekitar pegunungan duabelas Jambi menyebut diri Orang Rimba yang dibedakan dengan masyarakat luar, yang disebut orang terang. Anak Dalam juga merupakan sebutan diri yang mereka senangi, dan mereka sangat marah jika disebut orang Kubu, sebutan itu dianggap merendahkan diri mereka. Dalam percakapan antar warga masyarakat jambi tentang orang Kubu tercermin dari ungkapan seseorang yang menunjukan segi kedudukan dan kebodohan, misalnya membuang sampah sembarangan diumpat “Kubu kau….!”. sebutan lain yang disenangi orang rimba ialah “sanak”, yaitu cara memanggil seseorang yang belum kenal dan jarang bertemu. Bila sudah sering bertemu maka panggilan akrab ialah “nco” yang berarti kawan.(Soetomo, 1995:58)

Senada dengan diatas Butet Manurung juga mengemukakan bahwa, kubu berarti
kotor, primitif, kafir, atau arti lain yang senada. Kata ini sebenarnya berasal dari Orang Rimba yang justru dipakai oleh orang luar untuk menunjukan identitas Orang Rimba yang “primitif”. Di kemudian hari, penyebutan ini ternyata mempengaruhi cara pandang dan perilaku Orang Rimba bila berhadapan dengan orang luar. Mereka menjadi merasa rendah diri dan hilang kepercayaan terhadap dirinya sendiri. (Manurung, 2007:41)


Asal Usul Suku Anak Dalam (Orang Rimba)


Tentang asal usul Suku Anak Dalam (Muchlas, 1975) menyebutkan bermacam cerita/hikayat dari penuturan lisan yakni: Cerita Buah Gelumpang, Tambo Anak Dalam (Minangkabau), Cerita Orang Kayu Hitam, Cerita Seri Sumatera Tengah, Cerita Perang Jambi dengan Belanda, Cerita Tambo Sriwijaya, Cerita Turunan Ulu Besar dan Bayat, Cerita tentang Orang Kubu. Dari cerita/hikayat tersebut Muchlas menarik kesimpulan bahwa Anak Dalam berasal dari tiga keturunan:

1. Keturunan dari Sumatera Selatan, umumnya tinggal di wilayah Kabupaten Batanghari.
2. Keturunan dari Minangkabau umumnya di Kabupaten Bungo Tebo sebagian Mersan.
3. Keturunan dari Jambi Asli ialah Kubu Air Hitam Kabupaten Sarolangun Bangko.

Versi lain asal usul menurut Orang Rimba sendiri dalam Disertasi Muntholib Soetomo yaitu, seorang yang gagah berani bernama Bujang Perantau. Pada suatu hari memperoleh buah gelumpang dan dibawa kerumahnya. Suatu malam ia bermimpi agar buah gelumpang itu dibungkus dengan kain putih yang nanti akan terjadi keajaiban, yang berubah menjadi seorang putri yang cantik. Putri itu mengajak kimpoi Bujang Perantau, namun Bujang Perantau berkata bahwa tidak ada orang yang mengawinkan mereka. Putri tersebut berkata : “Potonglah sebatang kayu bayur dan kupas kulitnya kemudian lintangkan di sungai, kamu berjalan dari pakal saya dari ujung. Kalau kiata dapat beradu kening di atas kayu tersebut berarti kita sudah kawin. Permintaan itu dipenuhi oleh Bujang Perantau dan terpenuhi segala syaratnya, kemudian keduanya menjadi suami isteri. 

Dari hasil perkawinan itu lahirlah empat orang anak, yaitu Bujang Malapangi, Dewo Tunggal, Putri Gading, Dan Putri Selaro Pinang Masak. Bujang Malapangi, anak tertua yang bertindak sebagai pangkal waris dan Putri Selaro Pinang masak sebagai anak bungsu atau disebut juga ujung waris keluar dari hutan untuk pergi membuat kampung dan masuk islam; ke duanya menjadi orang Terang. Putri Selaras Pinang Masak menetap di Seregam Tembesi, sedangkan Bujang Malapangi membuat kampung pertama di sekitar sungai Makekal pertama di Kembang Bungo, ke dua Empang Tilan, ke tiga di Cempedak Emas, ke empat di Perumah Buruk, ke lima di Limau Sundai, dan kampong terakhir di Tanah Garo sekarang. 

Hal inilah membuat orang Rimba menjadikan tokoh keturunan Bujang Malapangi sebagai Jenang (orang yang dapat diterima oleh orang Rimba dan juga oleh orang lain, selain orang Rimba yang berfungsi sebagai perantara bagi orang Rimbo yang akan berhubungan dengan orang lain atau orang lain yang akan berhubungan dengan orang Rimba). Jenang yang paling berpengaruh dijadikan rajo (raja), dan segala urusan antara orang Rimba dengan orang luar harus melibatkan Jenang mereka dan rajo-nya.


Secara mitologi, mereka (Suku Anak-Dalam) masih menganggap satu keturunan dengan Puyang Lebar Telapak yang berasal dari Desa Cambai, Muara Enim. Menurut pengingatan mereka, yang didapat dari penuturan kakek-neneknya, bahwa sebelum mereka bertempat tinggal di wilayah Sako Suban, mereka tinggal di dusun Belani, wilayah Muara Rupit. Mereka hijrah karena terdesak waktu perang ketika zaman kesultanan Palembang dan ketika masa penjajahan kolonial Belanda. Secara tepat waktu kapan mereka hijrah tidak diketahui lagi, yang mereka (Suku Anak Dalam) ingat berdasarkan penuturan, hanya masa kesultanan Palembang dan masa penjajahan Belanda. Dari Dusun Belani, Suku Anak-Dalam mundur lebih masuk ke hutan dan sampai di wilayah Sako Suban. Di wilayah Sako Suban ini, mereka bermukim di wilayah daratan diantara sungai Sako Suban dan sungai Sialang, keduanya sebagai anak dari sungai Batanghari Leko. Wilayah pemukiman yang mereka tempati disebut dengan Tunggul Mangris. (Dirjen Bina Masyarakat Terasing Depsos RI, 1998 :55-56)

Versi Departemen sosial dalam data dan informasi Depsos RI (1990) menyebutkan asal usul Suku Anak-Dalam yakni : sejak Tasun 1624 Kesultanan Palembang dan Kerajaan Jambi, yang sebenarnya masih satu rumpun, memang terus menerus bersitegang dan pertempuran di Air Hitam akhirnya pecah pada tahun 1629. Versi ini menunjukkan mengapa saat ini ada dua kelompok masyarakat anak-dalam dengan bahasa, bentuk fisik, tempat tinggal dan adat istiadat yang berbeda. Mereka yang menempati belantara Musi Rawas (Sumatera Selatan) berbahasa Melayu, berkulit kuning dengan postur tubuh ras Mongoloid seperti orang Palembang sekarang. Mereka ini keturunan pasukan palembang. Kelompok lainnya tinggal di kawasan hutan Jambi berkulit sawo matang, rambut ikal, mata menjorok ke dalam. Mereka tergolong ras wedoid (campuran wedda dan negrito). Konon mereka tentara bayaran Kerajaan Jambi dari negeri lain.


Versi lain adalah cerita tentang perang jambi dengan belanda yang berakhir pada tahun 1904, pihak pasukan Jambi yang dibela oleh Anak-Dalam yang dipimpin oleh Raden Perang. Raden Perang adalah cucu Raden Nagasari. Dalam perang gerilya maka terkenallah Anak-Dalam dengan sebutan Orang Kubu artinya orang yang tak mau menyerah pada penjajah Belanda yang membawa penyakit jauh senjata api. Orang Belanda disebut Orang Kayo Putih sebagai lawan Raja Jambi (Orang Kayo Hitam) (Muchlas,1995).

Lebih lanjut tentang asal-usul “Suku Anak-Dalam” ini juga dimuat pada seri profil masyarakat terasing (BMT, Depsos, 1988) yakni sebagai berikut :

Pada zaman dahulu kala terjadi peperangan antara Kerajaan Jambi yang dipimpin oleh Puti Selaras Pinang Masak dan kerajaan Tanjung Jabung dipimpin oleh Rangkayo Hitam. Peperangan ini semakin berkobar, akhirnya didengar oleh Raja Pagar Ruyung, yaitu ayah dari Puti Selaras Pinang Masak. Raja Pagar Ruyung memerintahkan agar dapat menaklukkan Kerajaan Rangkayo Hitam, mereka menyanggupi dan bersumpah/berjanji tidak akan kembali sebelum menang. Jarak antara kerajaan Pagar Ruyung dengan Kerajaan Jambi sangat jauh, harus melalui hutan rimba belantara dengan berjalan kaki. Perjalanan mereka sudah berhari-hari lamanya, kondisi mereka sudah mulai menurun sedangkan persediaan bahan makanan sudah habis, mereka sudah kebingungan. Perjalanan yang ditempuh masih jauh, untuk kembali ke Kerajaan Pagar Ruyung mereka merasa malu. Sehingga mereka bermusyawarah untuk mempertahankan diri hidup didalam rimba. Untuk menghindari rasa malu mereka mencari tempat-tempat yang sepi dan jauh ke dalam rimba raya. Keadaan kehidupan mereka makin lama semakin terpencil, keturunan mereka menamakan dirinya Suku Anak-Dalam.

Tentang Suku Anak-Dalam ini (Orang Rimba) Ruliyanto, wartawan Tempo (Tempo, April 2002:70) menulis bahwa : sejumlah artikel menyebut orang rimba merupakan kelompok melayu tua dari rumpun Melanesia. Mereka disamakan dengan kelompok melayu tua lainnya di Indonesia seperti orang Dayak, Sakai, Mentawai, Nias, Toraja, Sasak, Papua, dan Batak pedalaman. Kelompok melayu tua merupakan eksodus gelombang pertama dari Yunan (dekat lembah sungai Yang Tze di Cina Selatan) yang masuk ke Indonesia Selatan tahun 2000 sebelum masehi. Mereka kemudian tersingkir dan lari ke hutan ketika kelompok Melayu Muda datang dengan mengusung peradaban yang lebih tinggi antara tahun 2000 dan 3000 sebelum masehi.

Menurut Van Dongen (1906) dalam Tempo (2002:71) menyebutkan bahwa Orang Rimba sebagai orang primitif yang taraf kemampuannya masih sangat rendah dan tak beragama. Dalam hubungannya dengan dunia luar kota Orang Rimba mempraktekan silent trade mereka melakukan transaksi dengan bersembunyi di dalam hutan dan melakukan barter, mereka meletakkannya di pinggir hutan, kemudian orang melayu akan mengambil dan menukarnya. Gongongan anjing merupakan tanda barang telah ditukar.

Senada dengan itu Bernard Hagen (1908) dalam Tempo (2002:71) (die orang kubu auf Sumatera) menyatakan Orang Rimba sebagai orang pra melayu yang merupakan penduduk asli Sumatera demikian pula Paul Bescrta mengatakan bahwa orang Rimba semua dengan proto melayu (melayu tua) yang ada di Semen njung Melayu yang terdesak oleh kedatangan melayu muda.

Senin, 13 Februari 2012

WINA PRIVATE COURSE: Menguak Misteri Tan Malaka

WINA PRIVATE COURSE: Menguak Misteri Tan Malaka

MARSINGGO - Menguak Misteri Tan Malaka

Pahlawan Nasional Yang Misterius


Kepastian bahwa kerangka yang ditemukan dari makam tanpa nisan (2009) di Desa Selopanggung, kaki Gunung Wilis, Kediri, Jawa Timur adalah kerangka Pahlawan Nasional  Tan Malaka masih harus menunggu hasil identifikasi forensik Deoxyribonucleic Acid (DNA). 

Walau demikian, berdasar penelitian sejarah yang dilakukan Harry Poeze dari KTTLV Belanda terhadap sosok Tan Malaka sejak tahun 1972 pemerintah sudah sewajarnya membangun makam Tan Malaka di Taman Makam Pahlawan Kalibata sebagai ikon pejuang.

Pemerintah RI menobatkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional pada Maret 1963, tetapi sejarah mengenai kehidupannya tetap misterius. Sejak gugur pada 1949, kematian dan jasad Tan Malaka dirahasiakan.

Menurut Harry, pembunuhan atas Tan Malaka dilakukan  atas perintah Kolonel Sukotjo dari Brigade Surakhmat yang merupakan bagian dari Divisi Brawijaya saat itu. Tan Malaka ditembak saat lari dari kejaran TNI karena dianggap berbahaya untuk TNI, terlalu kiri dan terlalu kritis pada tentara. Pada saat gerilya dan situasi tidak menentu putusan menembak mati sering kali terjadi. 

Walau proses identifikasi DNA Tan Malaka belum selesai, dari segi sejarah soal Tan Malaka selesai sudah. Tinggal pemerintah mau atau tidak membangun makam untuk menghormati Tan Malaka sebagaimana yang dilakukan pemerintah terhadap pahlawan nasional lainnya.

Bila terpaksa bisa juga seperti yang dilakukan pada Otto Iskandardinata, karena tidak diketahui jasadnya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengambil setumpuk pasir dari Pantai Mauk di Banten, tempat Otto diduga dibunuh. Pasir itu dibawa ke Lembang Bandung untuk dibangun makamnya agar generasi muda mengetahui makam pahlawannya.

MARSINGGO - Menguak Misteri Pemikiran Tan Malaka


Tan Malaka filsuf tersohor Indonesia meninggalkan misteri dari sisi kehidupannya, tapi menghidupkan akal sehat manusia ketimuran dengan karya terbaiknya. Materialisme, Dialektika dan Logika (Madilog). Mahakarya ini menempatkan Tan Malaka sebagai salah satu tokoh filsuf Indonesia, bahkan tidak sedikit orang yang mengatakan Tan Malaka adalah satu-satunya filsuf yang dimiliki oleh Indonesia.

Perjalanan hidup Tan Malaka melahirkan kontroversi dan tanda tanya di penghujung hayatnya, karena kaburnya jejak kehidupan Tan Malaka seperti hilang di telan bumi, hilang yang tak tau rimbanya, mati yang tak tau kuburnya, ia raib bersama orisinalitas pemikirannya, kabur bersama konsistensi dan komitmen hidupnya, tetapi kekuatan berpikir yang dimiliki Tan Malaka disandarkan kepada hasil berpikir ilmiah yang berangkat dari problematika sosial ke Indonesiaan.


Komitmen ke Indonesian Tan Malaka mewarnai perantauannya yang melanglangbuana kebeberapa negara, diawali dengan pendidikan dasarnya di Bukittinggi di teruskan pendidikan menengah di Harlem Belanda. Bangunan Ke Indonesiaan Tan Malaka tetap kokoh, terbukti pada tahun 1919 Tan Malaka kembali untuk cita-cita melepaskan Indonesia dari cengkraman penjajahan kolonial Belanda, dengan menggalang kekuatan Islam dan Komunis di Sarikat Indonesia (SI). Walaupun pada tahun 1921 SI pecah dan Tan Malaka diangkat menjadi ketua Partai Komunis Hindia yang didalam sejarah disebut dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Strategi, taktik dan keberanian Tan Malaka memberikan perlawan secara terbuka terhadap penjajahan Belanda membuat Belanda terusik dan terancam sehingga Belanda membuangnya ke Amsterdam Belanda. Dalam pembuangannya Tan Malaka dapat melakukan pelarian ke berbagai negara seperti Rusia untuk menghadiri konferensi Komunis Internasional (Komintern) keempat di Moskow, kemudian ia diangkat sebagai wakil Komintern untuk Asia Timur yang berkedudukan di Kanton Cina, sejak tahun 1923.

Hidup Tan Malaka dengan status sebagai buangan tetap menghantui pelariannya karena kerap kali Tan Malaka tertangkap dan juga sering lolos dari jeratan penangkapan musuh. Tan Malaka baru masuk kembali ke Pulau Jawa setelah Jepang menduduki Jawa, dengan menggunakan nama samaran ia menunggu waktu yang tepat bagi rakyat Indonesia untuk memerdekakan diri. Kehadiran Tan Malaka di Indonesia di ketahui pada tanggal 25 Agustus 1945 sejak itulah ia hidup dengan nama Tan Malaka sampai zaman mengantarnya kepada kematian pada tahun 1949. Kematian itulah yang sampai saat ini menjadi misteri Tan Malaka.

JEMBATAN KELEDAI TAN MALAKA

Kata Jembatan Keledai sangat sering muncul dalam tulisan Tan Malaka di dalam bukunya yang berjudul Madilog. Penulis sangat kagum dengan perjuangan Tan Malaka dalam memelihara inggatannya, sebagai akibat dari keterbatasannya dalam menulis pokok-pokok pikiran penting dari sesuatu yang ia baca, amati dan ia lihat. Sebagai seorang buronan dalam pelarian tentu sangat logis kalau pelarian tidak diberatkan oleh beban-beban seperti catatan ataupun buku, tetapi sosok Tan Malaka tidak pernah kehilangan akal karena ia mempunyai Jembatan Keledai (ezelbruggetje) yang selalu tersimpan di dalam otaknya.

Tan Malaka berkata walaupun ia tiada memiliki pustaka, walaupun buku-bukunya telantar, cerai berai dan lapuk atau hilang di Eropa, Tiongkok, Lautan Hindia atau hilang di dalam empang rumah tuan Tan King Tjan di Upper Serangoon Road, Singapura bukan berarti ia kehilangan isi buku-buku itu dan catatan boleh saja rusak tetapi Tan Malaka tidak pernah kehilangan akan ilmunya. Maka tidak menjadi mustahil kalau Tan Malaka memiliki berpuluh-puluh Jembatan Keledainya yang terpelihara dan terawat dengan baik sampai akhir hayatnya.

MADILOG DAN PEMIKIRAN MISTIK KETIMURAN

Madilog merupakan karya tersohor Tan Malaka yang mendapatkan pengakuan dari filsuf dunia, karena kemampuan dan kekuatan berpikir Tan Malaka yang mampu mengabungkan tiga aliran filsafat yakni Materialisme, Dialektika dan Logika menjadi satu konsep berpikir. Bila kita membaca Madilog maka sangat terasa buku ini berkerabat dengan materialisme dialektik Friedrich Engels yang tak lain merupakan konco sahabat karib dari Karl Marx yang menyempurnakan filsafat sosial Marx dengan filsafat alam dan ontologi materialis yang kemudian akan menjadi dasar filosofis Marxisme-Leninisme). Tan Malaka sendiri secara jujur mengatakan bahwa Materialisme dan dialektika bukanlah produk asli dari pemikirannya melainkan diambil dari Engels, Lenin dan tokoh-tokoh lain Marxisme-Leninisme, tetapi hebatnya Tan Malaka, ia mampu melepaskan Madilog dari bau-bau Marxisme Leninisme.
Penekanan kekuatan berpikir Tan Malaka yang menjadi ciri khas dari sosok filsuf Tan Malaka terletak pada logikanya. Tan Malaka secara khusus membahas Logika dan Dialektika, beliau menyebutkan bahwa logika tidak dibatalkan oleh dialektika, melainkan tetap berlaku dalam dimensi mikro. Tan Malaka justru menunjukkan bahwa pemikiran logis, dengan paham dasar dialektis, membebaskan ilmu pengetahuan untuk mencapai potensialitas yang sebenarnya. Tan Malaka melihat dan berkeyakinan bahwa kemajuan umat manusia dilakukan melalui tiga tahap dari logika mistika lewat filsafat ke ilmu pengetahuan atau sains.

Penulis memandang Tan Malaka sangat gelisah dan risau dengan keterbelakangan kejumudan berpikir masyarakat ketimuran Indonesia oleh logika mistika, yakni logika gaib dimana orang percaya bahwa yang terjadi di dunia adalah kekuatan-keuatan keramat alam gaib sehingga ia berharap kekuatan-kekuatan ghaib tersebutlah yang akan membantu ia terlepas dari belenggu keterbelakangan dan kepicikan berpikir orang Indonesia saat itu, menyebabkan pudarnya keberanian dalam mengusir penjajah, dalam bahasa lain yang lebih populer penulis lebih nyaman menggunakan kata Tahayul, Khurafat dan Bit’ah (TBC).
Berangkat dari sebuah fenomena sosial yang akut itu, Tan Malaka berusaha menjadi aktor perubahan melalui materialisme, dialektik dan logika (Madilog) yang merupakan cara berpikir sebagai bentuk perlawanan atas cara berpikir mistik timur untuk mengubah masyarakat Indonesia agar berpikir lebih rasional. Menurut Tan Malaka pikiran manusia bersifat kreatif sehingga manusia itu sendiri dapat mengubah dirinya sendiri, tetapi pikirannya terlebih dahulu harus logis, realistis dan dinamis. Untuk mengwujudkan pikiran tersebut maka seseorang harus terdidik, agar dapat menjadi orang terdidik disanalah dibutuhkan peran sekolah. Kesadaran bersekolah pada saat itu masih sangat rendah, dengan sendirinya orang-orang terdidik pada saat itu sangat sedikit. Tan Malaka berpendapat sesuatu tidak berubah dengan sendirinya harus ada usaha untuk merobahnya.

TAN MALAKA DAN KEISLAMAN

Minangkabau adalah daerah yang pondasi ke Islamannya sangat kuat, filosofisnya adalah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah. Sangat tegas filosofis ini menyabarkan bahwa alam Minangkabau adalah alam yang bersandikan kepada kitabullah yakni kitab Allah. Adat tidak berdiri sendiri tetapi adat harus sesuai dengan komitmen ke Islaman. Alam inilah yang melahirkan sekaligus membesarkan seorang filsuf Tan Malaka. Secara otomatis tentu Tan Malaka dilahirkan di tengah-tengah keluarga Islam.

Sebagai seorang anak yang lahir dari keluarga yang taat dalam beragama tentu Tan Malaka belajar agama seperti menghafalkan Al-Qur’an dan mempelajari dasar-dasar agama Islam, sebagaimana anak-anak kampung di pelosok Minangkabau yang belajar di surau-surau, bahkan ia juga sempat aktif mengajar mengaji anak-anak yang lain. Tan Malaka beberapa kali menyelesaikan terjemahan Al-Qur’an dalam bahasa Belanda.

Tan Malaka mengatakan pada saat menyaksikan ibunya yang sedang sakit, menentang malaikat maut sambil menyebut Juz Yasin berkali-kali dan Bapaknya pingsan di dalam air pada saat mau berwudhuk untuk melaksanakan sholat, bahkan pada saat di Belanda ia mengatakan sering membeli sejarah dunia berjilid-jilid yang disana juga ada sejarah Islam, ia juga mengkaji Islam lewat tulisan-tulisan pengamat Islam bangsa Belanda, Snouck Hurgronje dan Tan Malaka membandingkan semua itu dengan karya-karya filosof dan pemikir Eropa.

Penulis berpendapat walaupun Tan Malaka sangat mengerti Islam tetapi Tan Malaka memiliki pandangan yang berbeda terkait dengan Islam. Sistem filsafatnya terpengaruh oleh sistem filsafat bangsa Barat. Dalam Madilog, Tan Malaka menulis, agama Yahudi, Nasrani dan Islam memiliki kedudukan yang sama, Tan Malaka juga berpendapat Tuhan lebih berkuasa dari hukum alam, akan tetapi selama alam semesta ada selama itu pula hukum alam berlaku. Menurut hukum alam, materilah yang mengandung kekuatan. Berdasarkan hukum alam, materi-materi yang ada bergerak, bersatu, berpisah, tarik-menarik dan lain seterusnya.

Tan Malaka tidak dapat kita pungkuri adalah filsuf yang kontroversi, ia lenyap dalam misteri kontroversinya. Tetapi tidak dapat kita picingkan mata bahwa karya Madilog Tan Malaka adalah mahakarya yang tidak mungkin lahir dari orang-orang biasa. Madilog berperan mengubah kejumudan berpikir orang-orang ketimuran yang berimplikasi kepada meningkatnya nasionalisme kebangsaan untuk mengwujudkan manusia Indonesia yang merdeka dari penjajahan. Seiring dengan kepergian Tan Malaka yang tak tau entah dimana kuburnya, namun pemikirannya telah berbuah yakni Republik Indonesia yang dulu sangat di cita-citakannya. Pada masa depan Tan Malaka baru harus lahir dari rahim Republik Indonesia, untuk terus mengisi kemerdekaan guna mengwujudkan Indonesia Jaya. Indonesia yang adil dan sejahtera.

Naswardi, S.Pd., MM(Ketua Bidang Sosial Ekonomi Dan Kewirausaan DPP IMM)