Selasa, 31 Januari 2012

MARSINGGO - Perpecahan Makin Jelas, Pengganti Anas Diusulkan dari Luar Partai

 
Senin, 30 Januari 2012 14:14 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Perpecahan di internal Partai Demokrat makin jelas tercium. Desakan pencopotan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat juga semakin kuat.
Setelah sebelumnya beberapa petinggi parti berlambang bintang mercy itu membantah perihal pencopotan Anas, kini kubu kontra terhadap Anas membongkar, bahwa usaha 'pencopotan' memang terjadi.
Bahkan anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Ajeng Ratna Suminar mengungkapkan, partainya telah menyiapkan empat nama untuk menggantikan Anas Urbaningrum dari posisi ketua umum. Dari empat nama itu, ada yang berasal dari internal partai, tapi ada juga dari luar partai demokrat.
"Orang luar itu berasal dari menteri tapi bukan kader partai. Dari luar partai tapi dia pro ke Demokrat. Kan bisa ditebak sendiri," ungkap Ajeng di gedung DPR, Jakarta, Senin (30/1).
Ajeng menceritakan, pengusulan nama-nama itu dilakukan pada 23 Januari 2012 lalu pukul 13.00 WIB bertepatan dengan perayaan Imlek di Kemayoran, Jakarta. Saat itu, lanjut Ajeng, rapat penentuan nama-nama dipimpin langsung Wakil Dewan Pembina Partai Demokrat, Marzuki Alie dan diikuti lebih dari 20 anggota dewan pembina.
Anas, kata dia, tidak dilibatkan dan tidak dilaporkan mengenai adanya rapat tersebut. Sehari setelahnya, baru dibawa ke rapat dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kediamannya di Cikeas. Setelah dilaporkan, Ajeng menambahkan, SBY hanya mengatakan akan memikirkan usulan-usulan tersebut.
Mengenai mekanisme pengangkatan ketua umum dari luar partai, dijelaskan Ajeng, boleh-boleh saja sebagai upaya penyelamatan partai. AD/ART partai pun memungkinkan untuk melakukan itu.
"Hanya definitif. Apa bagusnya dari orang dalam? Nanti malah berebut. Biar tidak berebutan, makanya justru ada bagusnya, jadi netral," jelas dia.
Redaktur: Ramdhan Muhaimin
Reporter: Mansyur Faqih

Rabu, 25 Januari 2012

MARSINGGO - Untung Ratusan Miliar, Nazaruddin Borong Saham Garuda





  Icha Rastika | Heru Margianto | Rabu, 25 Januari 2012

JAKARTA, KOMPAS.com — Perusahaan Muhammad Nazaruddin, PT Permai Grup, membeli saham perdana Garuda Indonesia senilai total Rp 300,8 miliar. Pembelian saham tersebut menggunakan keuntungan yang diperoleh Grup Permai dari "menggiring" proyek.
Hal itu terungkap dalam kesaksian mantan Wakil Direktur Keuangan PT Permai Grup Yulianis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/1/2012). "Total pembelian saham Garuda itu Rp 300,8 miliar, itu semua dari keuntungan proyek," kata Yulianis.
Menurut Yulianis, pada 2010, Permai Grup memperoleh keuntungan sekitar Rp 200 miliar dari proyek senilai Rp 600 miliar. Uang itu dibelikan saham Garuda oleh lima anak perusahaan Permai Grup.
Rinciannya, kata Yulianis, PT Permai Raya Wisata membeli 30 juta lembar saham senilai Rp 22,7 miliar, PT Cakrawaja Abadi 50 juta lembar saham senilai Rp 37,5 miliar, PT Exartech Technology Utama sebanyak 150 juta lembar saham senilai Rp 124,1 miliar, PT Pacific Putra Metropolitan sebanyak 100 juta lembar saham senilai Rp 75 miliar, dan PT Darmakusuma sebanyak Rp 55 juta lembar saham senilai Rp 41 miliar rupiah.
Yulianis adalah salah satu saksi kunci dalam kasus dugaan suap wisma atlet. Selaku Wakil Direktur Keuangan PT Permai Grup, wanita itu mencatat aliran uang keluar dan masuk perusahaan tersebut. Yulianis juga menyebutkan bahwa Permai Grup mengeluarkan uang senilai Rp 2 miliar dan Rp 3 miliar untuk anggota Badan Anggaran DPR, Angelina Sondakh dan Wayan Koster, terkait proyek di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Menurut Yulianis, Permai Grup sebelumnya bernama PT Anugerah Nusantara. Perusahaan tersebut, kata Yulianis, sejatinya bergerak di bidang pengadaan barang. Ada dua jenis proyek di Permai Grup, yakni proyek yang dikerjakan sendiri dan proyek yang dikerjakan pihak lain. Permai Grup menerima fee dari proyek yang dikerjakan pihak lain.
"Ada kalanya kami meminjam perusahaan orang lain dan kami hanya membayar fee 1 persen dari nilai kontrak. Kalau pekerjaan yang dikerjakan orang lain, dari proses awal sampai akhir, mereka yang mengerjakan, kami hanya menerima fee," ungkapnya.
Fee-fee yang diterima Permai Grup dari pihak lain tersebut, menurut Yulianis, disimpan dalam brankas khusus bernama brankas X.

Kamis, 12 Januari 2012

MARSINGGO - Iran Minta Dukungan, PBB 'Cuek'

Kamis, 12 Januari 2012 06:57 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN---Iran mendesak Dewan Keamanan PBB dan Sekjen Ban Ki-moon agar mengecam kasus pembunuhan terakhir terhadap ilmuwan Iran, Mostafa Ahmadi Roshan.
Dubes Iran di PBB, Mohammad Khazaee, meminta pada Ban dan 15 negara anggota lain agar mengutuk keras aksi kekerasan itu.''Kami mengutuk keras aksi teroris yang tidak berperikemanusiaan ini dan mendesak PBB agar mengambil langkah efektif untuk menghapuskan aksi teroris dalam segala bentuk,'' ujarnya.
Dalam pernyataannya, Khazaee juga menambahkan,''Segala bentuk tekanan politik dan ekonomi atau aksi terorisme yang menargetkan ilmuwan Iran tidak dapat menghentikan upaya negara kami untuk melaksanakan hak kami,'' ujar Khazaee merujuk pada program nuklir Iran.
Hingga saat ini, seperti diungkap jubir PBB Martin Nesirky, PBB sudah menerima laporan soal aksi kekerasan di Iran itu namun dia tidak memberikan komentar lebih lanjut. Sebelumnya, PBB tidak mengindahkan desakan Iran agar PBB mengutuk aksi kekerasan serupa. 
Redaktur: Endah Hapsari

Rabu, 11 Januari 2012

MARSINGGO - Mendagri Dorong Partai Aceh Bisa Ikut Pemilukada

Hari Ini Ajukan Gugatan ke MK
JPNN  Berita Pemerintahan  Selasa, 10/01/2012 - 20:23 WIB  jpnn  
mendagri
JAKARTA -- Pemerintah berubah sikap. Jika pada Rakor Polhukam 4 Januari 2012 lalu disepakati hari pemungutan suara pemilukada Aceh tetap digelar sesuai jadwal, yakni 16 Februari 2012, Selasa (10/1) beda lagi.

Mendagri Gamawan Fauzi mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pasal di UU Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang tahapan pemilukada.

Gamawan berharap MK memberikan perlakukan khusus untuk pemilukada di Aceh, dimana dimungkinkan ada pendaftaran calon susulan, meski pada 2 Januari 2012 tahapan pemilukada sudah masuk tahap pengundian nomor urut empat pasangan cagub-cawagub Aceh.

"Yang saya gugat KPU agar KPU memberi waktu kepada partai-partai yang berhak ikut, sehingga diperpanjang waktunya," ujar Gamawan Fauzi kepada wartawan di kantornya, Selasa (10/1).

Seperti diberitakan, pada Rakor Polhukam 4 Januari 2012, Ketua DPR Aceh menyampaikan kabar mengenai keinginan Partai Aceh (PA) untuk ikut mendaftarkan calon. Lantas disepakati bahwa bisa tidaknya Partai Aceh menyusul ikut mendaftar, merupakan kewenangan KPU dan Bawaslu, bukan pemerintah. Namun, KPU dan Bawaslu tidak berani memutuskan karena tidak ada cantelan hukumnya. (sam/jpnn

MARSINGGO - Nagari yang Bersifat Istimewa

Terobosan dari Kabupaten Solok
Padang Ekspres • Rabu, 21/12/2011 12:02 WIB • 
Syamsu Rahim
Menghadiri seminar sehari Penguatan Fungsi Musyawarah Tungku Tigo Sajarangan (MTTS) dan Tali Tigo Sapilih di Minangkabau—Aplikasi di Kabupaten Solok, memunculkan beberapa signifikasi: semangat para wali nagari/perwakilan Badan Perwakilan Nagari (BPM)/ketua atau perwakilan Kerapatan Adat Nagari (KAN)/perwakilan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM)/Bundo Kanduang/Pemuda, dan berbagai unsur lainnya, yang seakan memiliki begitu banyak pemikiran untuk disampaikan—seakan-akan selama ini mereka tidak memiliki mediasi untuk menyampaikan/menyalurkannya.

Seminar sehari, Senin (19/12) itu menampilkan paparan Bupati Solok Drs H Syamsu Rahim, Ketua Umum Pucuk Pimpinan LKAAM Drs H Sayuti Dt Rajo Pangulu MPd, dan Penangung Jawab Operasional Padang Ekspres Group H Sutan Zaili Asril. Para peserta seminar bertahan sampai acara usai. Juga, Rektor Universitas Mohammad Yamin (UMY) Prof Elfi Sahlan Ben, Wakil Bupati Desra Ediwan Ananta Toer, Kapolres Solok AKBP Bambang Ponco Sutiarso SH MH, staf ahli bidang kemasyarakatan Gubernur Sumatera Barat Ir H Harmensyah, dan para undangan lainnya.

Paparan Ketua Umum PP LKAAM Sayuti Dt Rajo Pangulu menarik perhatian peserta seminar. Masalah yang dikemukakan antara lain, bagaimana/kenapa kepemimpinan adat dan hukum adat tidak diakui dan tidak berperan, tentang ada kegamangan terhadap hukum positif yang memarjinalkan hukum adat, tentang ketidakharmonisan antara hukum positif nasional dan hukum adat, tentang peranan angku kali nagari agar dikembalikan, dan berbagai keluh-kesah/kegamangan/kegelisahan pemangku adat lainnya.

Juga mengemuka ketidakkompetenan para pemangku adat dan tantangan untrust/distrust kemenakan/warga terhadap kemimpinan adat itu sendiri. Sebagian besar pemangku adat dikatakan tidak mengetahui undang nan duopuluah/undang duobaleh/undang salapan dan tambo. Bahkan, Sayuti mengatakan, sekitar 99 persen penghulu dan pemangku adat tidak membaca dan menguasai tambo.

Jadi, untuk membentuk dan mendorong MTTS nagari berperanan, Sayuti menyampaikan agar dilakukan pembekalan kepada para pemangku adat nagari. Berkaitan dengan tersedia tambo dan undang di setiap nagari, Bupati Solok Syamsu Rahim langsung merespons, akan mengalokasikan anggaran tahun 2012 dan atau pada APBD Perubahan 2012 Kabupaten Solok untuk pengadaan tambo, dan undang di nagari Kabupaten Solok.

Peserta seminar seakan mendapat kesempatan memperoleh pengulangan kembali pencerahan tentang segala aspek mengenai adat Minang. Bahwa, keberadaan masyarakat adat/hukum adat/kepemimpinan adat di dalam UUD 1945—bahkan juga keberadaan dari tanah ulayat—sebetulnya diakui. Hanya saja, bagaimana keberadaan/aplikasinya di lapangan masih harus disusun dan diperjuangkan untuk mendapatkan pengakuan, dan kepastian sesuai dengan tingkatan pengambilan kebijakan.

Sayuti memaparkan bahwa tahun 2006 diselenggarakan Musyawarah Besar (Mubes) Lembaga Adat Rumpun Melayu di Pekanbaru. Mubes menyepakati bahwa dasar falsafah adat rumpun Melayu Sumatera, adalah: Adat Basandi Syarak/Syarak Basandi Kitabullah; mengakui ada tungku tigo sajarangan; kaum adat; kaum syarak; kaum cadiak pandai; mempertahankan aset tanah ulayat sebagai sumber kesejahteraan masyarakat hukum adat.

Tentang pengertian adat nan ampek, yaitu adat nan sabana adat; adat nan diadatkan; adat istiadat; dan adat nan teradat. Tentang kato nan ampek; kato pusako, kato mufakat, kato daulu batapati, dan kato kudian kato bacari. Tentang undang nan ampek;  undang luhak dan rantau, undang nagari, undang di dalam nagari, dan undang duopuluah. Tentang hukum nan ampek; hukum ilmu, hukum bainah, hukum kurenah, dan hukum perdamaian.

Lalu, tentang bagaimana nagari tumbuh dari taratak, dusun, koto, dan nagari. Tentang asal suku: Budi, Caniago, Koto, dan Piliang. Tentang scope ajaran/nilai adat:raso, pareso, malu, dan sopan. Tentang asal kebenaran: dari dalil kato Allah, dari hadits nabi, dari kato pusako, dan dari kato mufakat. Tentang ketokohan adat Minang ampek jinih; jinih nan Ampek; dan urang nan bajinih. Tiga unsur kepemimpinan adalah adat Minang: ninik-mamak, alim-ulama, dan cadiak-pandai. Gabungan dari ketiganya disebut tungku tigo sajarangan (TTS).

Ninik-mamak membidangi urusan adat yang bersumber dari tambo (yaitu adat nan ampek: adat nan sabana adat; adat nan teradat; adat istiadat; adat nan diadatkan). Alim-ulama membidangi syarak yang bersumber dari Al Quran—syarak mangato/adat mamakai. Cadiak-pandai membidangi undang yang bersumber dari kitab undang-undang.

Semua hal, dari sebagian tentang adat, masyarakat adat, kepemimpinan adat, dan hukum adat, sebagaimana dipaparkan Sayuti, kebanyakannya tidak dikuasai oleh pemimpin adat dan masyarakat adat. Untuk dapat merealisasikan semangat babaliak banagari, maka ada tantangan berat: bagaimana memberdayakan/menyiapkan kepemimpinan adat agar menguasai bidangnya dengan baik.

Tentang kegamangan peserta seminar ketakharmonisan antara hukum positif dengan hukum adat dan marjinalisasi secara tidak langsung terhadap kepemimpinan adat. Sebaliknya, harapan agar masyarakat adat/kepemimpinan adat/hukum adat diakui di nagari-nagari di Provinsi Sumatera Barat, Sayuti menyampaikan hasil Mubes LKAAM sehari sebelumnya, bahwa sepakat mengusulkan/memperjuangkan agar nagari di Sumbar bersifat istimewa—yang akan memungkinkan pengakuan terhadap masyarakat adat/kepemimpinan adat/hukum adat tersebut.

Peserta seminar mendukung penuh, bilamana pengusulan ”nagari di Provinsi Sumbar bersifat istimewa” itu dipersiapkan dan diperjuangkan. Insya Allah, pengusulan itu akan mendapat dukungan dari semua wali nagari/ketua dan anggota KAN se-Sumbar. Pengusulan itu, rencananya akan disampaikan melalui 14 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dan empat anggota Dewan Perwakilan Daerah RI (DPD-RI) asal Sumbar.

Termasuk, pengusulan itu, direncanakan akan memanfaatkan pula saluran Mendagri Dr HC H Gamawan Fauzi Dahlan Dt Rajo Nan Sati SH MM, dan Presiden Dr Susilo Bambang Yudhoyono—rakyat Indonesia lazim memanggil/menyebut nama presiden dengan SBY—sebagai mamak rang Minang yang bergelar Sri Maharaja Pamuncak Sarialam. Apalagi saat ini pemerintah sedang mengusulkan perubahan UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah ke DPR-RI. Prosedur formalnya tentu melalui DPRD kabupaten/kota dan DPRD provinsi, serta DPR-RI/DPD-RI asal pemilihan Provinsi Sumatera Barat.

Memang tidaklah relevan gagasan yang hendak mengusulkan Sumbar berganti nama dengan Provinsi Minangkabau dan bersifat istimewa. Sebaliknya, agaknya lebih terbuka untuk menjadikan nagari bersifat istimewa. Bilamana nanti nagari bersifat istimewa diterima, maka peluang pengakuan masyarakat adat/kepemimpian adat/hukum adat secara lebih maksimal sejauh masih tetap di bawah NKRI dan tidak bertentangan dengan hukum nasional/hukum positif akan dapat direalisasikan. (zas)
[ Red/Redaksi_ILS ]

MARSINGGO - Hak-hak Masyarakat atas Tanah Ulayat

Oleh : M Sayuti Dt Pangulu
Ketum LKAAM Sumbar
Padang Ekspres • Kamis, 29/12/2011 10:10 WIB • 471 klik
M Sayuti Dt Pangulu
Ada masyarakat bertanya kepada saya, apakah masih ada hak masyarakat di atas tanah ulayat? Secara ringkas saya jawab, selagi manusia ada di atas tanah, selama itu pula hak manusia ada di atas tanah, dalam hal ini tentu tanah ulayat.
Tanah ulayat di Minangkabau diatur pimpinan adat yang disebut ampek jinih; penghulu manti, dubalang dan malin yang berkedudukan di kaum dan atau di suku dan atau di nagari. Orang ampek jinih itu ibarat empat badan satu nyawa. Artinya, sistem kepemimpinannya satu atap atau satu kotak. Rusak satu rusak yang lainnya.

Menurut hukum kearifan lokal Minangkabau, tanah ulayat dibagi empat. Pertama, tanah ulayat suku (TUS) berwenang mengatur pemanfaatannya adalah mamak kepala waris/mamak kepala suku.
Mamak kepala waris itu adalah laki-laki tertua dalam kaum suatu suku atau artinya tanah cadangan yang dikuasai oleh suku/kepala suku menurut bari balabeh, setiap nagari yang wewenangnya dipegang oleh suku yang bersangkutan yang diperuntukan kepada anggota suku.

Kedua, tanah ulayat kaum (TUK), yang berwenang mengatur pemanfaatannya adalah penghulu kaum atau mamak kepala kaum. Mamak kepala kaum adalah seorang penghulu dalam kaum yang bergelar datuk. Tanah yang dipegang oleh kaum atas pemberian suku yang diperuntukan kepada anggota kaum yakni pada paruik.
Kaum itu terminologinya sepadan dengan Jurai, sedangkan paruik sepadan artinya dengan Indu. Tiba di paruik inilah dipakai istilah ganggam bauntuak. Hak pada pemegang ganggam bauntuak itu hanyalah hak garap. Ganggam bauntuak ini contohnya tanah perumahan, tanah parak/ ladang, tanah sawah, tidak boleh dijual.

Ketiga, tanah ulayat nagari (TUN) yang berwenang mengatur pemanfatannya adalah Kerapatan Adat Nagari (KAN) (semacam aliansi penghulu kaum dalam nagari yang disebut pangulu pucuak di Kelarasan Koto Piliang dan Pangulu Tuo di Kelarasan Bodi Caniago) atau tanah yang dikuasai oleh nagari yang belum diperuntukan kepada suku sesuai dengan barih balabeh adat nagari yang bersangkutan.
Keempat, tanah ulayat rajo (TUR) atau kawasan yang belum dikandonoi yang berwenang mengatur pemanfaatannya adalah para penghulu pucuak atau pangulu tuo yang dianggap tak rajo kaganti rajo, rajo di sini bukan kerajaan, tetapi kebenaran bukan pula pemiliknya tetapi pengawasnya.
Tanah seperti ini adanya di daerah rantau Minangkabau. Kalau dalam daerah inti luhak nan tigo umumnya tanah sudah bertuan. Jika kita berangkat dari ketentuan barih balabeh alam Minangkabau, maka luhak bapangulu, rantau baandiko, alam barajo, lareh ba urang gadang atau ’luhak berpenghulu, rantau berandiko, alam beraja, laras berorang gedang’, maka setiap daerah itu sudah jelas pemilik hak ulayatnya.  

Tanah ulayat di Minangkabau tidak boleh dijual, karena hasil jualan itu hukumnya haram. Hukum tanah ulayat itu menurut syara’ termasuk wakaf zdurriyyi (wakaf untuk salingka kaum) wakaf untuk keturunan—kalau diambil atau dijual hukumnya haram, (sumber: Prof Dr Syamsul Bahri Khatib Bangso Rajo, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumbar dan fatwa ulama dari Bukittinggi dan Pariaman, 2011).
Sebab, tanah ulayat itu tidak ada wasiat satu patah kata pun dalam tambo adat Minangkabau dari nenek moyang dulu untuk dijual, tetapi untuk dimanfaatkan aianyo nan buliah diminum, buahnyo nan buliah dimakan, nan batang tatap tingga atau airnya yang boleh diminum, buahnya yang boleh dimakan, yang batang tetap tinggal’.
Artinya, yang berlaku adalah hak manfaat dan hak garap baik oleh pihak pertama ataupun oleh pihak kedua. Sebab, tanah ulayat itu dijua indak dimakan bali, digadai indak dimakan sando atau dijual tidak dimakan beli, dijual tidak dimakan sandra’.

Dengan kata lain, tanah ulayat itu tidak boleh beralih status haknya kepada siapa pun selain pada penguasa semula yang sudah sundut bersundut dan turun temurun. Kecuali hak gadai yang empat. Pertama, maik tabujua tangah rumah (mayat terbujur tengah rumah). Kedua, gadih gadang indah balaki  (gadis sudah dewasa tidak punya suami). Ketiga, rumah gadang katirisan (rumah gadang ketirisan). Keempat, mambangkik batang tarandam  (membangkit batang terendam). (Maaf, uraian tata cara gadai yang empat ini sangat panjang tidak boleh diartikan sepotong-sepotong).  

Lalu, apakah hak masyarakat atas tanah ini masih ada? Dasar hukum terhadap pengakuan hak masyarakat hukum adat dapat dilihat pada Pasal 18 B Ayat 2 dan Pasal 28 I Ayat 3 UUD 1945, Pasal 51 Ayat 1 huruf b UU RI No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Pasal 6 UU No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Berdasarkan hukum dan peraturan tersebut, maka masyarakat hukum adat dapat diakui oleh negara bila mempunyai empat syarat konstitusinal dan memperoleh legal standing. Empat syarat konstitusional itu adalah: pertama, sepanjang masih hidup; kedua, sesuai dengan perkembangan masyarakat; ketiga, sesuai dengan prinsip NKRI; dan keempat, diatur dalam undang-undang.

Menurut Prof Dr Maria SW Sumandjono SH MCL MPA (2001) bahwa kriteria penentuan masih ada atau tidak adanya hak atas tanah ulayat dapat dilihat dari tiga hal: pertama, adanya masyarakat hukum adat yang mempunyai ciri-ciri tertentu sebagai subyek hak ulayat; kedua, adanya tanah/wilayah dengan batas-batas tertentu sebagai hak obyek hak ulayat; ketiga, adanya kewenangan masyarakat hukum adat untuk melakukan tindakan tertentu.

Sumadjono menjelaskan, penentuan tentang keberadaan hak ulayat dilakukan oleh pemerintah daerah (pemda) dengan mengikutsertakan masyarakat hukum adat, lembaga adat, LSM, dan instansi terkait dengan sumber daya alam. Kebaradaan tanah ulayat dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah, dan bila batas-batasnya dapat ditentukan menurut tata cara pendaftaran tanah, dan tanah dicatat dalam daftar tanah. Terhadap tanah ulayat tidak diterbitkan sertifikat. Pengaturan lebih lanjut hak ulayat ini dilakukan dengan peraturan daerah (perda).

Menurut ahli hukum adat Indonesia Prof AP Perlindungan SH bahwa hak masyarakat atas tanah sama umurnya dengan manusia di atas tanah tersebut. Mereka sudah tinggal atau sudah menggarap tanah tersebut berpuluh-puluh tahun secara turun temurun. Akan aneh sekali katanya, ”Bila negara atau pemerintah bertanya mana bukti tertulis bila masyarakat itu punya hak atas tanah? Pertanyaan ini tidak masuk akal,” katanya.
”Hak mereka bukan ditentukan karena tertulisnya, tetapi ditentukan karena masyarakat adat itu sendiri yang sudah menguasai atau menggarap secara turun temurun. Sekarang negara atau pemerintah kalau memang ingin masyarakat itu mendapat pengakuan tertulis, segera saja akui hak mereka secara tertulis. Sebab yang berhak mengeluarkan bukti tertulis itu adalah negara atau pemerintah. Artinya, negara sudah melindungi mereka secara hukum, itu kewajiban (wajib) negara bukan sunat (sunat) negara,” katanya.   

Apakah hak masyarakat atas tanah mereka? Ketentuan adat Minangkabau sudah jelas diterangkan dalam tambo alam Minangkabau. Ka rimbo babungo kayu, ka sungai babungo pasie, ka sawah babungo ampiang, ka guo babungo ngalau, ka ateh babungo ambun, ka tambang babungo ameh, ka lawik babungo karang ’ke rimba berbunga kayu, ke sungai berbunga pasir, ke sawah berbunga emping, ke goa berbunga ngalau, ke atas berbunga embun, ke tambang berbunga emas’. Bungo atau bunga artinya hak bea untuk pengulu yang dimanfaatkan untuk kesejahteraan anak kemenakannya. Besarnya hak bea ini ditentukan dalam adat sapuluah tariak ciek atau 10 persen dari hasil bersih yang diperoleh.

Jika tidak sepakat dengan sapuluah tariak ciek, dapat pula digunakan hukum baduan, patigan, parampatan. Artinya, hasilnya dibagi dua atau dibagi tiga atau dibagi empat. Hasil pembagian itu adalah hak masyarakat adat yang dipegang oleh penghulu. Jika ada pengulu yang tidak transparan membagi uang dengan anak kemenakannya, maka ini diselesaikan secara adat antara mamak dengan kemenakan atau kusuik bulu paruah manyalasaikan (kusut bulu paruh menyelesaikan).
Karena hak itu sudah melakat kepada pemiliknya atau hak bamiliak harato ba nan punyo (hak bermilik harta ada yang punya), maka tidak ada pihak lain yang boleh mencampuri urusan orang sekaum atau orang sesuku atau orang berdunsanak kecuali anggota kaum itu mengajukan ke pihak berwajib ada indikasi penipuan oleh penghulunya. Artinya, hasil dari pembagian hak itu tidak ada negara atau nagari yang dirugikan kecuali anak kemenakannya yang merasa dirugikan. (*)
[ Red/Redaksi_ILS ]

Selasa, 10 Januari 2012

MARSINGGO - BUNG HATTA, MAESTRO BESAR DEMOKRASI

 
December 22, 2006

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Krawang Bekasi, Chairil Anwar (1948)
Merekalah yang menorehkan tinta sejarah di republik kita. Tinta emas yang senantiasa kita kenang dan tinta hitam yang senantiasa kita sesali. Mereka yang mendapat sebutan sebagai pejuang besar bagi bangsa Indonesia. Marilah kita lihat seorang yang telah berhasil menorehkan tinta emas pada sejarah negara kita. Mohammad Hatta lahir di Bukittinggi, 12 Agustus 1902. Bung Hatta, seperti yang dinyanyikan oleh Iwan Fals dalam sebuah lagunya, adalah seorang yang “jujur, lugu dan bijaksana, mengerti apa yang terlintas dalam jiwa Indonesia”. Segala yang membuatnya mengerti tiap jiwa yang ada di Indonesia hanyalah kepedulian dan sensitifitas sosialnya yang sangat tinggi terhadap masyarakatnya. Semua bentuk empati dan simpatinya membuat beliau menjadi jauh lebih paham seperti apa rakyat yang dipimpinnya ketimbang pemimpin lain yang memilih gaya borjuis saat menjadi elit politik. Bung Hatta bukanlah tokoh yang suka hidup dalam gemerlap ketenaran dan kekuasaan serta hingar-bingar politik.
Inilah modal dasar yang penting bagi seorang pemimpin sejati. Pemimpin besar dunia seperti Bung Hatta dan Mahatma Gandhi memilih bersikap seperti rakyat kebanyakan sebagai bentuk kepedulian terhadap rakyat yang dipimpinnya. Bung Hatta dengan penuh kesederhanaan berani menolak saat gajinya sebagai Wapres akan dinaikkan. Katanya, “Keuangan negara tidak cukup kuat, sementara banyak rakyat melarat yang memerlukan uang itu.”
14.jpg
Prinsip tanpa kekerasan pada diri Bung Hatta pun sebenarnya tumbuh karena rasa hormat Bung Hatta pada sesama manusia, baik kawan atau pun lawan. Walaupun Bung Hatta tidak setuju dengan pendapat seseorang, bukan berarti beliau harus membenci orang tersebut. Bung Hatta yang lembut hati, selalu mencari strategi untuk berjuang tanpa kekerasan. Senjatanya adalah otak dan pena. Beliau lebih memilih untuk menyusun strategi, melakukan negosiasi dan menulis berbagai artikel bahkan kritikan pedas untuk memperjuangkan nasib bangsa daripada melawan menggunakan kekerasan.
Muhammad Iqbal, 2004 mengatakan bahwa kekuatan Bung Hatta terletak pada artikulasi gagasan-gagasannya dalam bahasa tulisan. Bung Hatta lebih memilih tulisan dalam menyampaikan berbagai pemikirannya, baik di bidang sosial, ekonomi, politik maupun keagamaan. Hal ini berbeda dengan teman seperjuangannya seperti H. Agus Salim yang lebih dikenal sebagai orator. Taufik, 2006 mengatakan bahwa ia mengunggulkan tulisan Bung Hatta dibanding Bung Karno dari sisi akademis. “Bung Hatta betul-betul seorang ilmuwan,” ucapnya.
Bung Hatta yang dikenal jujur, sabar, cerdas, dan penuh ide pada tiap tulisannya ini memegang teguh prinsip yang diyakininya. Prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat yang dipegang beliau membuatnya berusaha untuk dapat mengakomodasi aspirasi semua golongan tanpa kecuali. Itulah sebabnya beliau memperjuangkan status Indonesia sebagai negara kesatuan yang utuh.
Kita jangan langsung menyimpulkan bahwa Bung Hatta telah melakukan kesalahan yang besar karena dianggap tidak mendukung perjuangan umat Islam ketika beliau merelakan Piagam Jakarta harus diubah dari naskah aslinya. Semua ini dilakukan Bung Hatta bukan semata-mata untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan bangsa. Hal ini dilakukan Bung Hatta untuk menghormati perjuangan para pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 dan Sumpah Pemuda yang dianggapnya sebagai titik awal berubahnya cara perjuangan bangsa yang menjadi momen penting bersatunya bangsa Indonesia.
Semakin tipisnya rasa kesatuan dan batas toleransi tiap warga negara sekarang ini disertai dengan semakin jauhnya kesenjangan yang ada adalah sebagai akibat meluasnya konflik perseorangan menjadi konflik yang terkait dengan suku, agama, ras dan golongan tertentu. Kehendak untuk memiliki kebebasan tanpa batas dan keinginan mematikan arti suatu kritik pada orang lain mengakibatkan perbedaan pendapat lebih dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima. Selain itu, tercekiknya nafas-nafas kerohanian agama dan mulai masuknya agama sebagai alat politik dan sebagai ideologi praktis disertai dengan hancurnya cita-cita pluralisme yang diikrarkan para pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 mengakibatkan kehidupan di Indonesia menjadi terkotak-kotak. Putusnya harapan terhadap demokrasi karena penyelewengan terhadap fungsi demokrasi mengakibatkan kegagalan terciptanya pemerintahan yang kuat dan efektif. Hancurnya perekonomian sebagai akibat carut-marutnya birokrasi, kekerasan dan intimidasi berkepanjangan disertai dengan kurangnya dukungan terhadap penjual kecil dan keberpihakan pada pemilik modal besar menyebabkan sulit berkembangnya usaha kecil dan bertambah kompleksnya masalah di Indonesia.
Alangkah sedihnya Bung Hatta, seandainya mereka melihat bahwa di zaman multikrisis seperti ini ternyata sense of crisis para pemimpin masih sangat rendah. Betapa sulit dimengerti ketika masih ada pejabat tinggi negara yang masih menggunakan uang negara demi kepentingan pribadi semata. Perbedaan perlakuan pemerintah terhadap para pemodal besar dan investor asing dengan para pengusaha kecil dan lokal, pengusiran dan penggusuran pedagang kaki lima tanpa adanya solusi yang pasti semakin memperjelas hilangnya rasa toleransi dan rusaknya tatanan demokrasi ekonomi yang dicita-citakan Bung Hatta.
Banyak hal yang harus kita benahi dalam membangun kembali rumah demokrasi kita, memakai atap Bhineka Tunggal Ika, dengan pondasi Pancasila, berdinding Undang-Undang Dasar 1945 dan bahan dasar toleransi. Kita berharap semua perbedaan budaya dan pendapat pada tiap warga Indonesia dapat menjadi penghias rumah yang penuh pluralisme ini.
Bung Hatta telah memberikan kita banyak teladan penting yang bisa kita aktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bung Hatta telah memperlihatkan sosoknya sebagai negarawan sejati. Tidak pernah memaksakan kehendaknya, meskipun itu diyakininya benar. Bung Hatta berpikir dan bertindak sebagai pendekar demokrasi yang berupaya memberikan pencerdasan kepada bangsanya. Mengapa Bung Hatta yang lain sulit kita temukan kembali? Apakah sosok Bung Hatta terlalu ideal bagi para negarawan-negarawan kit

Marsinggo - Biografi Mohammad Hatta


Mohammad Hatta lahir pada tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi. Di kota kecil yang indah inilah Bung Hatta dibesarkan di lingkungan keluarga ibunya. Ayahnya, Haji Mohammad Djamil, meninggal ketika Hatta berusia delapan bulan. Dari ibunya, Hatta memiliki enam saudara perempuan. Ia adalah anak laki-laki satu-satunya. Sejak duduk di MULO di kota Padang, ia telah tertarik pada pergerakan. Sejak tahun 1916, timbul perkumpulan-perkumpulan pemuda seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Minahasa. dan Jong Ambon. Hatta masuk ke perkumpulan Jong Sumatranen Bond.


Sebagai bendahara Jong Sumatranen Bond, ia menyadari pentingnya arti keuangan bagi hidupnya perkumpulan. Tetapi sumber keuangan baik dari iuran anggota maupun dari sumbangan luar hanya mungkin lancar kalau para anggotanya mempunyai rasa tanggung jawab dan disiplin. Rasa tanggung jawab dan disiplin selanjutnya menjadi ciri khas sifat-sifat Mohammad Hatta.

Masa Studi di Negeri Belanda
Pada tahun 1921 Hatta tiba di Negeri Belanda untuk belajar pada Handels Hoge School di Rotterdam. Ia mendaftar sebagai anggota Indische Vereniging. Tahun 1922, perkumpulan ini berganti nama menjadi Indonesische Vereniging. Perkumpulan yang menolak bekerja sama dengan Belanda itu kemudian berganti nama lagi menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Hatta juga mengusahakan agar majalah perkumpulan, Hindia Poetra, terbit secara teratur sebagai dasar pengikat antaranggota. Pada tahun 1924 majalah ini berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.

Hatta lulus dalam ujian handels economie (ekonomi perdagangan) pada tahun 1923. Semula dia bermaksud menempuh ujian doctoral di bidang ilmu ekonomi pada akhir tahun 1925. Karena itu pada tahun 1924 dia non-aktif dalam PI. Tetapi waktu itu dibuka jurusan baru, yaitu hukum negara dan hukum administratif. Hatta pun memasuki jurusan itu terdorong oleh minatnya yang besar di bidang politik.

Perpanjangan rencana studinya itu memungkinkan Hatta terpilih menjadi Ketua PI pada tanggal 17 Januari 1926. Pada kesempatan itu, ia mengucapkan pidato inaugurasi yang berjudul "Economische Wereldbouw en Machtstegenstellingen"--Struktur Ekonomi Dunia dan Pertentangan kekuasaan. Dia mencoba menganalisis struktur ekonomi dunia dan berdasarkan itu, menunjuk landasan kebijaksanaan non-kooperatif.

Sejak tahun 1926 sampai 1930, berturut-turut Hatta dipilih menjadi Ketua PI. Di bawah kepemimpinannya, PI berkembang dari perkumpulan mahasiswa biasa menjadi organisasi politik yang mempengaruhi jalannya politik rakyat di Indonesia. Sehingga akhirnya diakui oleh Pemufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPI) PI sebagai pos depan dari pergerakan nasional yang berada di Eropa.

PI melakukan propaganda aktif di luar negeri Belanda. Hampir setiap kongres intemasional di Eropa dimasukinya, dan menerima perkumpulan ini. Selama itu, hampir selalu Hatta sendiri yang memimpin delegasi.

Pada tahun 1926, dengan tujuan memperkenalkan nama "Indonesia", Hatta memimpin delegasi ke Kongres Demokrasi Intemasional untuk Perdamaian di Bierville, Prancis. Tanpa banyak oposisi, "Indonesia" secara resmi diakui oleh kongres. Nama "Indonesia" untuk menyebutkan wilayah Hindia Belanda ketika itu telah benar-benar dikenal kalangan organisasi-organisasi internasional.

Hatta dan pergerakan nasional Indonesia mendapat pengalaman penting di Liga Menentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial, suatu kongres internasional yang diadakan di Brussels tanggal 10-15 Pebruari 1927. Di kongres ini Hatta berkenalan dengan pemimpin-pemimpin pergerakan buruh seperti G. Ledebour dan Edo Fimmen, serta tokoh-tokoh yang kemudian menjadi negarawan-negarawan di Asia dan Afrika seperti Jawaharlal Nehru (India), Hafiz Ramadhan Bey (Mesir), dan Senghor (Afrika). Persahabatan pribadinya dengan Nehru mulai dirintis sejak saat itu.

Pada tahun 1927 itu pula, Hatta dan Nehru diundang untuk memberikan ceramah bagi "Liga Wanita Internasional untuk Perdamaian dan Kebebasan" di Gland, Swiss. Judul ceramah Hatta L 'Indonesie et son Probleme de I' Independence (Indonesia dan Persoalan Kemerdekaan).

Bersama dengan Nazir St. Pamontjak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Madjid Djojoadiningrat, Hatta dipenjara selama lima setengah bulan. Pada tanggal 22 Maret 1928, mahkamah pengadilan di Den Haag membebaskan keempatnya dari segala tuduhan. Dalam sidang yang bersejarah itu, Hatta mengemukakan pidato pembelaan yang mengagumkan, yang kemudian diterbitkan sebagai brosur dengan nama "Indonesia Vrij", dan kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai buku dengan judul Indonesia Merdeka.

Antara tahun 1930-1931, Hatta memusatkan diri kepada studinya serta penulisan karangan untuk majalah Daulat Ra‘jat dan kadang-kadang De Socialist. Ia merencanakan untuk mengakhiri studinya pada pertengahan tahun 1932.

Kembali ke Tanah Air
Pada bulan Juli 1932, Hatta berhasil menyelesaikan studinya di Negeri Belanda dan sebulan kemudian ia tiba di Jakarta. Antara akhir tahun 1932 dan 1933, kesibukan utama Hatta adalah menulis berbagai artikel politik dan ekonomi untuk Daulat Ra’jat dan melakukan berbagai kegiatan politik, terutama pendidikan kader-kader politik pada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Prinsip non-kooperasi selalu ditekankan kepada kader-kadernya.

Reaksi Hatta yang keras terhadap sikap Soekarno sehubungan dengan penahannya oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yang berakhir dengan pembuangan Soekarno ke Ende, Flores, terlihat pada tulisan-tulisannya di Daulat Ra’jat, yang berjudul "Soekarno Ditahan" (10 Agustus 1933), "Tragedi Soekarno" (30 Nopember 1933), dan "Sikap Pemimpin" (10 Desember 1933).

Pada bulan Pebruari 1934, setelah Soekarno dibuang ke Ende, Pemerintah Kolonial Belanda mengalihkan perhatiannya kepada Partai Pendidikan Nasional Indonesia. Para pimpinan Partai Pendidikan Nasional Indonesia ditahan dan kemudian dibuang ke Boven Digoel. Seluruhnya berjumlah tujuh orang. Dari kantor Jakarta adalah Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Bondan. Dari kantor Bandung: Maskun Sumadiredja, Burhanuddin, Soeka, dan Murwoto. Sebelum ke Digoel, mereka dipenjara selama hampir setahun di penjara Glodok dan Cipinang, Jakarta. Di penjara Glodok, Hatta menulis buku berjudul “Krisis Ekonomi dan Kapitalisme”.

Masa Pembuangan
Pada bulan Januari 1935, Hatta dan kawan-kawannya tiba di Tanah Merah, Boven Digoel (Papua). Kepala pemerintahan di sana, Kapten van Langen, menawarkan dua pilihan: bekerja untuk pemerintahan kolonial dengan upah 40 sen sehari dengan harapan nanti akan dikirim pulang ke daerah asal, atau menjadi buangan dengan menerima bahan makanan in natura, dengan tiada harapan akan dipulangkan ke daerah asal. Hatta menjawab, bila dia mau bekerja untuk pemerintah kolonial waktu dia masih di Jakarta, pasti telah menjadi orang besar dengan gaji besar pula. Maka tak perlulah dia ke Tanah Merah untuk menjadi kuli dengan gaji 40 sen sehari.

Dalam pembuangan, Hatta secara teratur menulis artikel-artikel untuk surat kabar Pemandangan. Honorariumnya cukup untuk biaya hidup di Tanah Merah dan dia dapat pula membantu kawan-kawannya. Rumahnya di Digoel dipenuhi oleh buku-bukunya yang khusus dibawa dari Jakarta sebanyak 16 peti. Dengan demikian, Hatta mempunyai cukup banyak bahan untuk memberikan pelajaran kepada kawan-kawannya di pembuangan mengenai ilmu ekonomi, sejarah, dan filsafat. Kumpulan bahan-bahan pelajaran itu di kemudian hari dibukukan dengan judul-judul antara lain, "Pengantar ke Jalan llmu dan Pengetahuan" dan "Alam Pikiran Yunani." (empat jilid).

Pada bulan Desember 1935, Kapten Wiarda, pengganti van Langen, memberitahukan bahwa tempat pembuangan Hatta dan Sjahrir dipindah ke Bandaneira. Pada Januari 1936 keduanya berangkat ke Bandaneira. Mereka bertemu Dr. Tjipto Mangunkusumo dan Mr. Iwa Kusumasumantri. Di Bandaneira, Hatta dan Sjahrir dapat bergaul bebas dengan penduduk setempat dan memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, tatabuku, politik, dan lain-Iain.

Kembali Ke Jawa: Masa Pendudukan Jepang
Pada tanggal 3 Pebruari 1942, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Sukabumi. Pada tanggal 9 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menyerah kepada Jepang, dan pada tanggal 22 Maret 1942 Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.

Pada masa pendudukan Jepang, Hatta diminta untuk bekerja sama sebagai penasehat. Hatta mengatakan tentang cita-cita bangsa Indonesia untuk merdeka, dan dia bertanya, apakah Jepang akan menjajah Indonesia? Kepala pemerintahan harian sementara, Mayor Jenderal Harada. menjawab bahwa Jepang tidak akan menjajah. Namun Hatta mengetahui, bahwa Kemerdekaan Indonesia dalam pemahaman Jepang berbeda dengan pengertiannya sendiri. Pengakuan Indonesia Merdeka oleh Jepang perlu bagi Hatta sebagai senjata terhadap Sekutu kelak. Bila Jepang yang fasis itu mau mengakui, apakah sekutu yang demokratis tidak akan mau? Karena itulah maka Jepang selalu didesaknya untuk memberi pengakuan tersebut, yang baru diperoleh pada bulan September 1944.

Selama masa pendudukan Jepang, Hatta tidak banyak bicara. Namun pidato yang diucapkan di Lapangan Ikada (sekarang Lapangan Merdeka) pada tanggaI 8 Desember 1942 menggemparkan banyak kalangan. Ia mengatakan, “Indonesia terlepas dari penjajahan imperialisme Belanda. Dan oleh karena itu ia tak ingin menjadi jajahan kembali. Tua dan muda merasakan ini setajam-tajamnya. Bagi pemuda Indonesia, ia Iebih suka melihat Indonesia tenggelam ke dalam lautan daripada mempunyainya sebagai jajahan orang kembali."

Proklamasi
Pada awal Agustus 1945, Panitia Penyidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia diganti dengan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dengan Soekamo sebagai Ketua dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Ketua. Anggotanya terdiri dari wakil-wakil daerah di seluruh Indonesia, sembilan dari Pulau Jawa dan dua belas orang dari luar Pulau Jawa.

Pada tanggal 16 Agustus 1945 malam, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mempersiapkan proklamasi dalam rapat di rumah Admiral Maeda (JI Imam Bonjol, sekarang), yang berakhir pada pukul 03.00 pagi keesokan harinya. Panitia kecil yang terdiri dari 5 orang, yaitu Soekamo, Hatta, Soebardjo, Soekarni, dan Sayuti Malik memisahkan diri ke suatu ruangan untuk menyusun teks proklamasi kemerdekaan. Soekarno meminta Hatta menyusun teks proklamasi yang ringkas. Hatta menyarankan agar Soekarno yang menuliskan kata-kata yang didiktekannya. Setelah pekerjaan itu selesai. mereka membawanya ke ruang tengah, tempat para anggota lainnya menanti.

Soekarni mengusulkan agar naskah proklamasi tersebut ditandatangi oleh dua orang saja, Soekarno dan Mohammad Hatta. Semua yang hadir menyambut dengan bertepuk tangan riuh.
Tangal 17 Agustus 1945, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama bangsa Indonesia, tepat pada jam 10.00 pagi di Jalan Pengangsaan Timur 56 Jakarta.

Tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia dan Drs. Mohammad Hatta diangkat menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia. Soekardjo Wijopranoto mengemukakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden harus merupakan satu dwitunggal.

Periode Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia
Indonesia harus mempertahankan kemerdekaannya dari usaha Pemerintah Belanda yang ingin menjajah kembali. Pemerintah Republik Indonesia pindah dari Jakarta ke Yogyakarta. Dua kali perundingan dengan Belanda menghasilkan Perjanjian Linggarjati dan Perjanjian Reville, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan akibat kecurangan pihak Belanda.

Untuk mencari dukungan luar negeri, pada Juli I947, Bung Hatta pergi ke India menemui Jawaharlal Nehru dan Mahatma Gandhi. dengan menyamar sebagai kopilot bernama Abdullah (Pilot pesawat adalah Biju Patnaik yang kemudian menjadi Menteri Baja India di masa Pemerintah Perdana Menteri Morarji Desai). Nehru berjanji, India dapat membantu Indonesia dengan protes dan resolusi kepada PBB agar Belanda dihukum.

Kesukaran dan ancaman yang dihadapi silih berganti. September 1948 PKI melakukan pemberontakan. 19 Desember 1948, Belanda kembali melancarkan agresi kedua. Presiden dan Wapres ditawan dan diasingkan ke Bangka. Namun perjuangan Rakyat Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan terus berkobar di mana-mana. Panglima Besar Soediman melanjutkan memimpin perjuangan bersenjata.

Pada tanggal 27 Desember 1949 di Den Haag, Bung Hatta yang mengetuai Delegasi Indonesia dalam Konperensi Meja Bundar untuk menerima pengakuan kedaulatan Indonesia dari Ratu Juliana.

Bung Hatta juga menjadi Perdana Menteri waktu Negara Republik Indonesia Serikat berdiri. Selanjutnya setelah RIS menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, Bung Hatta kembali menjadi Wakil Presiden.

Periode Tahun 1950-1956
Selama menjadi Wakil Presiden, Bung Hatta tetap aktif memberikan ceramah-ceramah di berbagai lembaga pendidikan tinggi. Dia juga tetap menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah di bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga aktif membimbing gerakan koperasi untuk melaksanakan cita-cita dalam konsepsi ekonominya. Tanggal 12 Juli 1951, Bung Hatta mengucapkan pidato radio untuk menyambut Hari Koperasi di Indonesia. Karena besamya aktivitas Bung Hatta dalam gerakan koperasi, maka pada tanggal 17 Juli 1953 dia diangkat sebagai Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung. Pikiran-pikiran Bung Hatta mengenai koperasi antara lain dituangkan dalam bukunya yang berjudul Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun (1971).

Pada tahun 1955, Bung Hatta mengumumkan bahwa apabila parlemen dan konsituante pilihan rakyat sudah terbentuk, ia akan mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden. Niatnya untuk mengundurkan diri itu diberitahukannya melalui sepucuk surat kepada ketua Perlemen, Mr. Sartono. Tembusan surat dikirimkan kepada Presiden Soekarno. Setelah Konstituante dibuka secara resmi oleh Presiden, Wakil Presiden Hatta mengemukakan kepada Ketua Parlemen bahwa pada tanggal l Desember 1956 ia akan meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI. Presiden Soekarno berusaha mencegahnya, tetapi Bung Hatta tetap pada pendiriannya.

Pada tangal 27 Nopember 1956, ia memperoleh gelar kehormatan akademis yaitu Doctor Honoris Causa dalam ilmu hukum dari Universitas Gajah Mada di Yoyakarta. Pada kesempatan itu, Bung Hatta mengucapkan pidato pengukuhan yang berjudul “Lampau dan Datang”.

Sesudah Bung Hatta meletakkan jabatannya sebagai Wakil Presiden RI, beberapa gelar akademis juga diperolehnya dari berbagai perguruan tinggi. Universitas Padjadjaran di Bandung mengukuhkan Bung Hatta sebagai guru besar dalam ilmu politik perekonomian. Universitas Hasanuddin di Ujung Pandang memberikan gelar Doctor Honoris Causa dalam bidang Ekonomi. Universitas Indonesia memberikan gelar Doctor Honoris Causa di bidang ilmu hukum. Pidato pengukuhan Bung Hatta berjudul “Menuju Negara Hukum”.

Pada tahun 1960 Bung Hatta menulis "Demokrasi Kita" dalam majalah Pandji Masyarakat. Sebuah tulisan yang terkenal karena menonjolkan pandangan dan pikiran Bung Hatta mengenai perkembangan demokrasi di Indonesia waktu itu.

Dalam masa pemerintahan Orde Baru, Bung Hatta lebih merupakan negarawan sesepuh bagi bangsanya daripada seorang politikus.

Hatta menikah dengan Rahmi Rachim pada tanggal l8 Nopember 1945 di desa Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Mereka mempunyai tiga orang putri, yaitu Meutia Farida, Gemala Rabi'ah, dan Halida Nuriah. Dua orang putrinya yang tertua telah menikah. Yang pertama dengan Dr. Sri-Edi Swasono dan yang kedua dengan Drs. Mohammad Chalil Baridjambek. Hatta sempat menyaksikan kelahiran dua cucunya, yaitu Sri Juwita Hanum Swasono dan Mohamad Athar Baridjambek.

Pada tanggal 15 Agustus 1972, Presiden Soeharto menyampaikan kepada Bung Hatta anugerah negara berupa Tanda Kehormatan tertinggi "Bintang Republik Indonesia Kelas I" pada suatu upacara kenegaraan di Istana Negara.
Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan dan Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia, wafat pada tanggal 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Dr Tjipto Mangunkusumo, Jakarta, pada usia 77 tahun dan dikebumikan di TPU Tanah Kusir pada tanggal 15 Maret 1980.

Berikut Biodata dari Mohammad Hatta

Nama : Dr. Mohammad Hatta (Bung Hatta)

Lahir : Bukittinggi, 12 Agustus 1902

Wafat : Jakarta, 14 Maret 1980

Istri : (Alm.) Rahmi Rachim

Anak :

* Meutia Farida
* Gemala
* Halida Nuriah

Gelar Pahlawan : Pahlawan Proklamator RI tahun 1986

Pendidikan :

* Europese Largere School (ELS) di Bukittinggi (1916)
* Meer Uirgebreid Lagere School (MULO) di Padang (1919)
* Handel Middlebare School (Sekolah Menengah Dagang), Jakarta (1921)
* Gelar Drs dari Nederland Handelshogeschool, Rotterdam, Belanda (1932)

Karir :

* Bendahara Jong Sumatranen Bond, Padang (1916-1919)
* Bendahara Jong Sumatranen Bond, Jakarta (1920-1921)
* Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda (1925-1930)
* Wakil delegasi Indonesia dalam gerakan Liga Melawan Imperialisme dan Penjajahan, Berlin (1927-1931)
* Ketua Panitia (PNI Baru) Pendidikan Nasional Indonesia (1934-1935)
* Kepala Kantor Penasihat pada pemerintah Bala Tentara Jepang (April 1942)
* Anggota Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (Mei 1945)
* Wakil Ketua Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (7 Agustus 1945)
* Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (17 Agustus 1945)
* Wakil Presiden Republik Indonesia pertama (18 Agustus 1945)
* Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan (Januari 1948 - Desember 1949)
* Ketua Delegasi Indonesia pada Konferensi Meja Bundar di Den Haag dan menerima penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana (1949)
* Wakil Presiden merangkap Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri Kabinet Republik Indonesia Serikat (Desember 1949 - Agustus 1950)
* Dosen di Sesko Angkatan Darat, Bandung (1951-1961)
* Dosen di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (1954-1959)
* Penasihat Presiden dan Penasihat Komisi IV tentang masalah korupsi (1969)
* Ketua Panitia Lima yang bertugas memberikan perumusan penafsiran mengenai Pancasila (1975)

Referensi :
- http://www.eramuslim.net/?buka=show_biografi&id=22
-
http://www.ghabo.com/gpedia/index.php/Mohammad_Hatta

Senin, 09 Januari 2012

Marsinggo - Bermimpi Bertemu Bung Hatta


Oleh : Marthias Pandoe
Pada suatu malam saya bermimpi bertemu putra terbaik Indonesia Mohammad Hatta. Waktu itu, saya lihat Bung Hatta berpakaian necis, tampan dan rapi. Terkesan seorang yang taat beragama dan penuh disiplin.
Lalu, saya ingat apa yang pernah saya dengar garah-garah teman akrab beliau Ir Soekarno yang sama-sama memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Joke tersebut, katanya beliau bersama Bung Hatta dan seorang gadis naik mobil keliling kota.
Pada satu tempat ban mobil ini pecah, namun tidak punya ban serap. Lantas sang sopir ditemani Bung Karno pergi mengupahkan menempel ban. Hatta dengan gadis tadi ditinggal. Berdua dalam mobil. Sekembalinya menempel ban, didapati Bung Hatta tertidur pulas. Begitu pula si gadis, tertidur tapi tempatnya  berjauhan duduk. Artinya, tidak bersinggungan sedikit pun.
Begitulah sifat Bung Hatta, tidak tergiur dengan seorang gadis. Waktu merantau sekolah di Negeri Belanda, banyak gadis Eropa terpikat, namun beliau tidak acuh. Benarlah apa yang pernah saya dengar, Bung Hatta bertekad tidak akan kawin sebelum Indonesia merdeka. Memang beliau termasuk orang yang terlambat kawin. Nikah dalam berusia 43 tahun dengan Rahmi gadis Sunda turunan Aceh.
Punya tiga putri Meuthia, Gemala dan Halida. Nikah setelah Indonesia merdeka.
Baru saja diangkat jadi Wakil Presiden, tanggal 3 November 1945, beliau mengeluarkan maklumat boleh mendirikan partai-partai sebagai alat perjuangan. Dalam mimpi  itu, Beliau menyatakan kekecewaan besar karena koperasi yang diidamkannya tidak muncul secara baik. Ekonomi kerakyatan berbasis pada koperasi.  Koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional, wadah ekonomi rakyat.
Koperasi  mengumpulkan modal dari uang tanda anggota dan iuran siapa saja tiap bulan. Namun, dewasa ini nyaris tidak ada koperasi yang cemerlang. Tirani penguasa yang menyeleweng, menimbulkan kemerosotan ekonomi. Koperasi menonjolkan kemakmuran masyarakat, bukan kemakmuran orang seorang.
Anggota koperasi tidak pilih bulu, mulai orang miskin sampai yang kaya kota atau di kampung. Secara berjamaah mereka beriur. Koperasi kumpulan rakyat  berasas kekeluargaan, sekali setahun dihitung laba-rugi. Pasti memperoleh laba. Lalu, keuntungan dibagi dan dinikmati anggota. Pernah ada perlombaan untuk memilih koperasi teladan, tapi setelah pengurusnya dapat hadiah, piala dan sertifikat dari pemerintah, tidak beberapa saat kemudian koperasi hebat itu, lenyap tidak tentu rimbanya. Pengurus yang bertanggung jawab, lengah-lengah saja.
Bung Hatta tahun 1953 diberi gelar Bapak Koperasi. Beliau mengharap sistem ekonomi dengan koperasi menggantikan sistem ekonomi sosialis/komunis dan kapitalis, yang pada hakikatnya melakukan penindasan yang tidak kenal ampun. Koperasi alternatif terbaik untuk sistem ekonomi yang demokratis. Ia merupakan sokoguru perekonomian nasional. Koperasi menonjolkan kemakmuran
Dalam mimpi saya itu, beliau sangat murka pada kenyataan yang terjadi. Banyak pejabat secara berjamaah melakukan korupsi yang merugikan negara. Mereka tega menghidupi anak-isteri dengan uang haram yang akan jadi darah daging. Negeri-negeri Eropa, bahkan Amerika di mana sistem kapitalis cukup marak selama ini, kini mulai membenci sistem ekonomi tersebut. Ini mungkin dibalut oleh krisis ekonomi global yang tak terbendung.
Sampai bulan Agustus 2011 lalu, Hatta proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), jika masih hidup berusia sekitar satu abad 9 tahun. Lahir 12 Agustus 1902 bersetujuan dengan tanggal 7 Jumadil Awal 1329 Hijriah di Bukittinggi, meninggal di Jakarta 14 Maret 1980, dan dimakamkan di perkuburan umum Tanah Kusir, Kebayoran Baru. Wafat dalam usia 77 tahun, tujuh bulan dan tujuh hari.
Walau cara hidup Hatta ekonomis, tetapi dia adalah seseorang yang suka memberi sesuatu kepada orang yang memerlukan. Ketika dipenjarakan di Glodok Jakarta, sekitar tahun 1934, Hatta banyak diberi orang pakaian, lebih-lebih dari saudagar orang awak Waktu dipindah ke Boven Digoel, sebagian besar pakaian itu diberikan kepada tahanan lainnya. Padahal tempat pembuangan itu sangat jauh dari keramaian dan sarang malaria.
Sebelum ke Digoel, Hatta disekap dulu dalam sel kantor polisi Jakarta. Selnya sempit tanpa diberi tikar tidur. Tidur di atas lantai semen. Meski punya mamak (paman) orang berada, namun masa mudanya Hatta penuh perjuangan, tidak seperti sebagian mahasiswa sekarang, pergi kuliah pakai mobil bagus dan hidup bergelimang mewah. Banyak pemimpin/penghuasa punya 3-4 mobil pribadi, termasuk untuk anak-istri dan pembantu rumah tangga. (*)
[ Red/ ]
as Pandoe

Marsinggo - NU & Muhammadiyah: Rakyat marah!

 Tanggal07 Jan 2012
SumberHarian Terbit
JAKARTA - Organisasi Islam di Indonesia, Muhammdiyah dan Nahdlatul Ulama, tampaknya menangkap gejala besar rakyat marah terhadap pemerintah. Kemarahan itu karena ketidakadilan dan aksi kekerasan aparat negara terhadap rakyat.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama KH Said Aqil Siradj mengemukakan rakyat terus dipertontonkan tindakan yang jauh dari rasa keadilan oleh aparatur negara. Mulai dari kasus pencurian sandal jepit dengan terdakwa anak berusia 15 tahun, konflik petani dengan polisi di Mesuji, baik Lampung maupun Sumatera Selatan, hingga penembakan terhadap rakyat oleh polisi saat mereka berunjuk rasa menentang kehadiran perusahaan tambang di Bima, Nusa Tenggara Barat.

"Rakyat pasti marah ketika pemerintah terus membiarkan ketidakadilan yang dilakukan aparatur negara. Jadi demi nama baik pemerintah dan aparat negara, khususnya polisi, sebaiknya mereka mulai berbenah memperbaiki diri," ujar Said, kemarin.

Said menegaskan rakyat tidak bisa merasakan keadilan jika setiap hari dipertontonkan ketidakadilan di hadapannya. Pencuri sandal jepit butut seperti AAL, remaja berusia 15 tahun, divonis bersalah sementara koruptor yang merugikan uang negara dan mencuri dari rakyat miliaran hingga triliunan rupiah kadang melenggang bebas, malah kalau pun dihukum, vonisnya sangat ringan.

"Pada kenyataannya yang korupsi miliaran sampai triliunan rupiah hanya dihukum satu atau dua tahun. Rasa kemanusian kita terusik. Bukan berarti mencuri sandal tidak salah, tetapi hukum juga harus mempertimbangkan rasa kemanusiaan dan keadilan masyarakat," ungkap Said.

Dia mengingatkan, pemerintah harus siap dengan konsekuensi menghadapi kemarahan rakyat yang terus-menerus melihat ketidakadilan yang terjadi terhadap mereka. Pemerintah harus mau mengoreksi diri, termasuk aparatur negara penegak hukum yang berada di bawah langsung kendali eksekutif.

Kejaksaan dan kepolisian agar memperbaiki diri dan bertindak adil terhadap rakyat. "Bila tidak, rakyat pasti marah dan berani menghadapi pemerintah," cetusnya, cetusnya kepada kcm.com.

Pemimpin sakit
Hal senada dikemukakan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin. Din menilai kondisi saat ini yang sakit bukan rakyatnya, tapi pimpinannya. "Ini bukan refleksi kebencian ya, tapi refleksi kegalauan," cetusnya.

Penilaian itu didasarkan oleh beberapa kasus peradilan yang tidak berpihak kepada rakyat kecil, seperti kasus pencurian sandal dan pencurian kakao. Seharusnya aparat penegak hukum lebih mengutamakan penyelesaian kasus-kasus besar yang berdampak kerugian pada negara.

"Kasus kecil yang dihadapi rakyat kecil kok cepat diproses. Kenapa kasus besar seperti Century, rekening gendut PNS, dan kasus lain tidak segera diproses. Ini ketidakadilan," tuturnya.

Kasus kekerasan di Mesuji dan Bima juga menjadi pehatiannya. Menurutnya, kasus-kasus tersebut terjadi karena negara yang lebih dulu melakukan kekerasan. "Mengapa rakyat melawan negara, karena negara duluan yang melakukan anarkisme pertama, yaitu negara merampas hak hidup dan hak sosial rakyat," lanjutnya.

Karena itu, dia menyarankan agar pimpinan negara segara melakukan perubahan. Jika tidak, ia khawatir konflik kekerasan akan meluas ke berbagai wilayah. "Harus ada big bang dari atas. Big bang di sini adalah gebrakan perubahan dari pimpinan negara. Kalau tidak ada, maka yang akan terjadi adalah big bang dari bawah, dari rakyat," tutupnya. (aw)

Marsinggo - Makam Tan Malaka Diusulkan Dipindah ke TMP Kalibata

 

Susi Fatimah - Okezone
Senin, 9 Januari 2012
JAKARTA - Pemerintah diminta segera memindahkan kerangka Tan Malaka di pemakaman Desa Selopanggung, Kediri, Jawa Timur, ke Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, meski tes DNA yang dilakukan belum menemui hasil.

"Persoalan forensik belum kelar. Tapi dari segi sejarah sudah selesai. Maka makamnya harus dipindahkan ke Kalibata," kata sejarawan LIPI Asvi Marwan Adam dalam konferensi pers di Wisma Shalom, Jakarta, Senin (9/1/2012).

Sementara itu Peneliti senior Koninklijk Instituut voor Taal, Land-en Volkenkunde (KITLV) Leiden, Belanda, Harry A. Poeze yakin bahwa jasad yang ditemukan di Selopanggung merupakan jenazah Tan Malaka. Harry beralasan dirinya telah melakukan riset selama puluhan tahun hingga akhirnya menemukan makam yang diyakini sebagai makam salah satu pendiri republik ini.

"Kerangka yang diduga Tan Malaka 90 persen dimakamkan di salah satu desa kecil di Selopanggung, Kediri," kata Harry.

Namun, untuk memastikan hal itu, tim akan melanjutkan tes DNA dengan berbagai metode, setelah dilakukan pengujian dengan mengambil sampel DNA salah satu keponakan Tan Malaka, Zulfikar. Menurut Ketua Tim Identifikasi Tan Malaka, Djaja Atmadja, uji DNA dilakukan terhadap keponakan Tan Malaka, lantaran Tan tidak memiliki keturunan.

"Hasil pengujian sementara terhadap kondisi kerangka jenazah Tan Malaka, tulang belulang dalam kondisi tidak baik karena sudah berusia 60 tahun. Tim menguji dari tulang kepala dan gigi. Beliau punya gigi emas, tapi sudah tidak ada lagi," ujarnya.

Djaja berharap November 2012 mendatang DNA tersebut bisa membuktikan bahwa jasad yang ditemukan di Kediri tersebut benar jasad Tan. "Kami berharap sudah dapat hasilnya November 2012," tuturnya.

(ded)

 Sabtu, 7 Januari 2012
Teheran (ANTARA News/IRNA-OANA) - Kementerian Luar Negeri Iran, Jumat, mengutuk operasi teroris di Damaskus yang mengakibatkan 26 orang tewas dan 63 orang lainnya cedera.

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Ramin Mehmanparast, dalam satu pernyataan yang disiarkan Jumat menyatakan belasungkawa kepada pemerintah dan rakyat Suriah, serta keluarga korban ledakan.

"Pemerintah dan rakyat Suriah bersatu padu, sangat waspada sehingga akan mengecewakan sumbu Zionis-Amerika yang memiliki rencana untuk memprovokasi perang sipil, dan separatisme di kawasan ini," kata Mehmanparast menambahkan.

Menurut laman jejaring sosial Almanar, Lebanon, Kantor Hubungan Media Hizbullah juga dalam pernyataan yang dikeluarkan Jumat, mengutuk kejahatan teroris dan menganggap Amerika dalam posisi memaksakan dirinya ke kawasan ini untuk membangkitkan hasutan di dalamnya, dalam upaya menutupi kekalahan Amerika yang ditampakkan dalam penarikan pasukannya dari Irak, dan kekalahan di Afghanistan barat.

Kementerian Luar Negeri Rusia dan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) dalam laporan terpisah mengutuk operasi teroris pada Jumat di Suriah itu.

Ratusan pengunjuk rasa Suriah juga berkumpul di tempat kejadian, menyerukan eksekusi bagi teroris yang berada di belakang ledakan.

Para pemantau Liga Arab juga hadir di tempat kejadian ledakan untuk menyelidiki masalah ini.

Orang-orang Suriah, berbicara kepada wartawan IRNA di lokasi kejadian mengatakan mereka percaya bahwa unsur-unsur rezim Zionis berada di balik semua kegiatan teroris di dalam negeri.

Sejumlah warga Suriah berkumpul di tempat ledakan dan meneriakkan slogan-slogan mendukung pemerintah Bashar Assad.

Sekitar 26 orang tewas dan 63 lainnya terluka dalam ledakan teroris yang ditargetkan pada bus polisi Suriah pada Jumat, kata pernyataan resmi yang disiarkan oleh Menteri Dalam Negeri Mayor Jenderal Mohammad Ibrahim al-Shaar, Jumat malam.

Pernyataan mencatat bahwa salah satu bagian tubuh manusia yang tersisa di tempat kejadian diyakini sebagai bagian dari mayat pelaku pembom bunuh diri.

Meskipun hampir 10-bulan kerusuhan yang dikipas AS di Suriah, Damaskus dalam situasi relatif tenang, namun kekerasan di ibu kota telah meningkat.

Pada 23 Desember, menurut pihak berwenang Suriah, dua pembom mobil meledakkan diri di luar kompleks badan intelijen negara yang dijaga ketat, menewaskan sedikitnya 44 orang dan melukai 166 lainnya.

Televisi negara mengatakan jaringan Al Qaida kemungkinan disalahkan atas ledakan-ledakan itu.

Suriah telah mengalami kerusuhan sejak pertengahan Maret dengan serangan-serangan terorganisasi baik oleh geng-geng bersenjata terhadap pasukan polisi dan penjaga perbatasan Suriah yang dilaporkan di seluruh negeri.

Ratusan orang, termasuk anggota pasukan keamanan, telah tewas, ketika beberapa aksi protes berubah menjadi bentrokan bersenjata.

Pemerintah menyalahkan para pelanggar hukum, sabotase, dan kelompok teroris bersenjata atas kematian itu, dan menekankan bahwa kerusuhan sedang diatur dari luar negeri.

Pada Oktober, ketenangan akhirnya dipulihkan di negara Arab itu setelah Presiden Bashar al-Assad memulai prakarsa reformasi di negara ini, tetapi AS dan rezim Zionis bisa memicu beberapa kerusuhan baru di bagian-bagian tertentu negara itu.

(Uu.H-AK/H-RN)


Editor: Ruslan Burhani

Minggu, 08 Januari 2012

Marsinggo - Ferianto: Esemka Itu Bentuk ‘Swadhesi’ Indonesia



 Sejumlah siswa memasang mesin pada kerangka mobil Kiat Esemka di Solo Techno Park, Kamis (5/1). Meski belum ada izin produksi mobil Kiat Esemka karya SMK 2 dan SMK Warga, mendapat respon dari masyarakat sangat baik terbukti pesanan yang masuk sudah ratusan unit dalam waktu kurang dari sepekan. TEMPO/Andry Prasetyo




 Minggu, 08 Januari 2012 | 04:24 WIB
TEMPO.CO, YOGYAKARTA:-Kemunculan mobil Kiat Esemka Walikota Solo Joko Widodo (Jokowi) dinilai sebagai bentuk nyata gerakan “swadeshi’ ala Indonesia. Gerakan itu jadi modal untuk melawan mental yang terlanjur latah dan terjajah dengan produk asing selama ini.

Seniman gaek Yogyakarta, yang juga pendiri sanggar Kua Etnika dan Orkes Sinten Remen, Djaduk Ferianto menuturkan munculnya mobil yang dirakit para siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang jadi buah bibir saat ini jadi awal pemecah kejenuhan panjang Indonesia yang bermimpi berdiri sebagai negara berdikari.

“Tak usah melihat buruknya dulu apakah mobil itu cuma merakit atau meniru, itu ekspresi yang harus dilihat sebagai awal kebangkitan, itu cara swadeshi-nya Indonesia,” kata Djaduk kepada Tempo Sabtu 7 Januari 2012.

Sejumlah sikap pejabat negeri, mulai yang menuding hanya demi kepentingan politis pencitraan atau meremehkan sebagai mainan anak-anak karena cuma merakit, dianggap Djaduk sebagai upaya mempertahankan status quo segelintir elit.

“Semua proses kreatif kan diawali meniru dulu, baru menciptakan sendiri. Proses ini pun terjadi di negara maju. Manusia saja ketika lahir juga meniru orang tuanya dulu,” kata adik monolog Butet Kartaradjesa itu.

Djaduk menambahkan, seburuk apapun mobil Esemka itu telah menunjukkan bahwa masyarakat yang ada di bawah selama ini terus bekerja. Namun selalu dibaikan. “Jadi kalau ada yang curiga, mending ‘dipendem’ (dikubur) saja,” kata dia.

Djaduk berharap, setelah booming Esemka ini, pemerintah semakin terbuka matanya untuk memperhatikan hasil-hasil dari anak negeri lainnya dan memberinya kesempatan untuk berkembang di negeri sendiri.

“Semua sudah hafal dan jenuh dengan tingkah pejabat yang hanya mengumbar wacana, teori, dan lip service. Sudah saatnya malu dan mulai bergerak,” kata dia.

Sementara seniman Yogyakarta lain, Ong Hari Wahyu menuturkan rintisan mobil Esemka Jokowi cukup dahsyat menjadi gebrakan penyadar bangsa meski belum menunjukkan suatu kreativitas secara penuh.

“Memang masih seperti puzzle, merakit dari bagian-bagian yang sudah dibuat di tempat lain. Tapi ini proses awal yang harus segera diarahkan agar tidak menjadi bumerang,” kata dia. Bumerang yang dimaksud Ong tak lain karena adanya unsure ‘harga murah’ untuk mobil itu sendiri sehingga dikhawatirkan menjadi produk konsumsi massal.

“Untuk awal dijajal dengan mobil tak masalah. Tapi berikutnya semoga bisa diarahkan ke transportasi public agar tak menjadi persoalan transportasi ketika semua orang sudah merasa bisa membeli mobil,” kata dia.

Kejengahan ini karena Ong sejumlah pihak sudah berlomba memesan mobil tersebut. Sementara pemerintah belum bisa menuntaskan permasalahan transportasi.

Ia menyoroti persoalan itu karena penggunaan mobil juga menyangkut persoalan mentalitas. “Di sini mobil masih fashion, bukan fasilitas produksi sehingga orang gampang sekali beli jika merasa punya duit,” kata dia.

Satu sisi digemborkan himbauan untuk menggunakan sepeda demi menjaga lingkungan dan pengehmatan energi. Namun “Tapi di sisi lainnya sekarang muncul rangsangan belilah mobil sendiri karena harganya murah, Jadi absurd kalau salah arahan,” kata dia.

PRIBADI WICAKSONO.

Sabtu, 07 Januari 2012

Marsinggo - Dahlan Iskan Dinilai Dapat Gantikan SBY

  
Riski Adam
07/01/2012
Liputan6.com, Jakarta: Nama Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan kian meroket setelah berhasil mengangkat nama PLN. Terlebih Dahlan Iskan piawai dalam membangun opini positif di media massa. Sosok Dahlan pun dinilai cocok untuk menggantikan posisi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilu 2014.

"Untuk 2012 ke depan kemungkinan nama Dahlan juga akan muncul. Jika nanti kalau Dahlan Iskan terus membaik maka dia dapat menjadi pengganti SBY di tahun 2014," ungkap Direktur Riset Developing Countries Studies Center (DCSC) Abdul Hakim saat ditemui usai menggelar laporan tahunannya di Kantor DCSC, Jakarta, Sabtu (7/1).

Lebih lanjut Hakim mengatakan, selama ini baru ada satu partai besar yang melirik Dahlan untuk dijagokan sebagai Capres 2014 yakni Partai Keadilan Sejahtera meski tidak secara terang-terangan. Jika popularitas Dahlan terus meroket maka pada akhirnya Dahlan juga akan ditetapkan sebagai kandidat yang patut diperhitungkan.

"Saya pikir kalau PKS perolehan suaranya bisa mencalonkan sendiri dan popularitas Dahlan terus membaik juga akan dicalonkan juga. Karena manuver Dahlan dalam dua bulan terakhir ini juga luar biasa," jelasnya. "Jadi tahun 2014 itu bukan siapa-siapa, bisa jadi nama-nama baru ini bisa muncul dan dijagokan," pungkas Hakim.(JUM)

Marsinggo - Ada Krisis di Selat Hormuz, Presiden SBY Surati PBB

  
Sabtu, 7 Januari 2012 - 16:58 WIB
JAKARTA (Pos Kota) – Presiden SBY  mengirimkan surat kepada Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) agar mengambil langkah-langkah yang semestinya terkait situasi di Selat Hormuz yang tengah bergejolak.
Memanasnya situasi di selat yang memisahkan Iran dan Uni Emirat Arab ini dapat mengganggu kelancaran pasokan minyak bumi dari Timur Tengah.
“Ini semata-mata untuk perekonomian dunia, bangsa-bangsa, termasuk negara berkembang dan Indonesia sendiri yang berjuang meningkatkan pertumbuhannya,” Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menegaskan hal ini dalam bagian lain pengantarnya pada sidang terbatas kabinet di Kantor Presiden.
Kepala Negara menyatakan bahwa kalau terjadi sesuatu di Selat Hormuz maka akan terjadi gejolak luar biasa terhadap harga minyak bumi. “Mungkin kalau harga melonjak yang akan diuntungkan adalah negara-negara yang memproduksi minyak. Tapi negara negara berkembang yang tidak produksi akan dirugikan,” Presiden menambahkan. Oleh karena itu, Indonesia menyerukan agar semua pihak bisa menahan diri agar tidak terjadi sesuatu.
Perihal isu di kawasan Timteng lainnya, Presiden SBY juga memberikan atensi sungguh-sungguh tentang situasi ketegangan menyangkut program nuklir yang ada di Iran. Situasi ini telah memunculkan banyak spekulasi. Terkait hal ini Indonesia berpendapat isu itu dapat diselesaikan secara damai tanpa perlu aksi militer.
“Indonesia berpendapat seharusnya PBB dan International Atomic Agency (IAA) dapat berperan dan memberikan solusi yang baik akan hal itu,” kata SBY. “Tidak perlu secara eskalatif dan mendorong ke penggunaan kekuatan militer dari pihak manapun juga. Ini yang diharapkan oleh indonesia,” Presiden menegaskan, sebagaimana disiarkan laman presidenri.go.id.
Selat Hormuz merupakan satu-satunya jalur untuk mengirim minyak keluar Teluk Persia. Selat ini terletak di antara Teluk Oman dan Teluk Persia. (dms)
Bookmark and Share

Marsinggo - Khofifah Indar Parawansa yang Kini Masuk ”Bursa” Pilpres


  Padang Ekspres •
Rabu, 04/01/2012 13:28 WIB • Dian Wahyudi—
Sejumlah partai politik mulai gemar menggulirkan ke publik nama-nama calon presiden atau calon wakil presiden yang berpotensi diusung pada Pemilu 2014 nanti. Nama Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah Indar Parawansa ikut menggelinding di antara mereka.

SEBAGAI ibu, Senin (2/1), hampir seharian penuh Khofifah menemani sang bungsu, Ali Mannagalli, di rumah. Putra keempat yang dikandung saat dia masih menjabat menteri pemberdayaan perempuan pada era Presiden Abdurrahman Wahid itu baru saja dikhitan.

”Nanti kalau dengar ada anak nangis atau ngrengek, jangan heran ya,” kata Khofifah di kediamannya, kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Momen Khofifah punya banyak waktu untuk menemani anak-anaknya seperti itu tidak berlangsung setiap hari. Maklum, ibu empat orang anak tersebut punya segudang aktivitas dan tanggung jawab di luar rumah.

Pada malam sebelum mengkhitankan putranya, misalnya, Khofifah baru sampai di rumah menjelang tengah malam. Sebab, perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965, itu masih harus menjalani live di salah satu stasiun TV swasta. Dia didapuk menjadi salah seorang juri pemilihan dai muda. Acara tersebut baru selesai pukul 22.00 WIB.

Kegiatan di layar kaca itu hanya bagian kecil kesibukannya. Di luar aktivitas sebagai ketua umum PP Muslimat, Khofifah juga menyandang tanggung jawab sebagai wakil ketua umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin). Itu merupakan sebuah lembaga nonpemerintah yang menjadi wadah gerakan koperasi di tanah air.

”Dekopin ini agak banyak juga menyita energi saya,” ujar Khofifah. Setidaknya, dalam tiga tahun terakhir, dia harus menjalani sejumlah lawatan ke luar negeri. Bahkan, intensitasnya semakin meningkat beberapa waktu terakhir. Itu berkaitan dengan penetapan 2012 sebagai tahun koperasi dunia.

Banyak negara di Eropa, Timur Tengah, Afrika, hingga Asia akan terlibat dalam gerakan menghidupkan dan menyemarakkan gerakan koperasi tersebut. Tak terkecuali sejumlah negara maju di dunia. Misalnya, Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman.

”Lewat Dekopin, saya ingin ikut mendorong adanya kebijakan ekonomi di Indonesia yang bisa menyeiringkan secara setara kebijakan pro poor dan pro bisnis, bukan lagi bertingkat seperti sekarang,” terang Khofifah.

Dengan panjang lebar, dia lantas membeberkan kondisi koperasi di Indonesia jika dibandingkan dengan koperasi di negara-negara lain. Dari situ tampak bahwa istri Indar Parawansa itu cukup menguasai bidang tersebut.

Menurut Khofifah, kebijakan ekonomi di Indonesia masih belum berpihak secara sungguh-sungguh terhadap koperasi, usaha kecil, dan mikro. Padahal, sebagai penggerak ekonomi masyarakat bawah, pemerintah seharusnya lebih memberikan prioritas.
”Negara kaya saja pro koperasi, tidak semuanya free market. Kenapa Indonesia masih belum menerapkan kesetaraan perlakuan, masih lebih melindungi perusahaan besar?” sesalnya, sambil membeberkan sejumlah alasan.

Aktivitas tinggi Khofifah itu tentu saja harus juga dijalan kan beriringan dengan tanggung jawabnya di beberapa tempat lain. Terutama di Muslimat NU. Sebagaimana diketahui, pada pertengahan 2011 lalu, dia kembali dipercaya memimpin organisasi di bawah NU yang mewadahi kalangan perempuan tersebut untuk periode ketiga.

Bahkan, terpilihnya Khofifah tidak melalui pemilihan secara voting. Dia ditetapkan sebagai ketua umum lewat proses aklamasi. ”Menurut saya, karena terpilih lewat aklamasi, bukan voting, beban amanat yang harus saya emban sekarang lebih berat daripada sebelumnya,” ujarnya.

Meski tetap berbagi tugas dengan jajaran pimpinan lain, energi dan pikiran Khofifah juga tetap tercurah besar untuk terus menggerakkan dan mengembangkan organisasi. Bagaimana tidak, hingga saat ini, selain kepengurusan mulai dari tingkat wilayah (provinsi), cabang (kabupaten/kota), hingga ranting (desa), Muslimat NU juga harus merawat sejumlah asetnya yang tersebar di seluruh Indonesia.

”Semua yang saya lakukan sekarang, konsentrasinya adalah layanan umat, berusaha memberikan makna bagi umat, tidak ada tendensi politik,” tegas mantan politikus PPP yang kemudian sempat bergabung dengan PKB itu.

Penegasan tersebut juga disampaikan Khofifah untuk menyikapi mulai disebut-sebutnya nama dirinya oleh sejumlah parpol sebagai bakal capres atau cawapres 2014 nanti. ”Sudahlah, kita sekarang bicara umat saja dulu,” elak ketua Yayasan Khadijah Surabaya itu. (*)
[ Red/Redaksi_ILS ]

Selasa, 03 Januari 2012

Marsinggo - Kiambang

Jikok Kiambang ka dibaco,
itulah samalang-malang untuang.

Iduik nyo manyisiah-nyisiah,
kok inggok manapi-napi,
katangah takuik dek galombang.

Lai baurek indak cukam,
tajuntai kapalang turun,
Walaupun tumbuah di tapi,
tarandam-randam nyo tak basah,
tarapuang-rapuang nyo tak anyuik.

Biduak lalu awak basibak,
dek angin badan batundo,
apolagi riak nan mahampehkan.
Baa lah kajadinyo

Kiambang adolah simbol manusia lamah darah bamental loyo.
Sadangkan iduik ko parsaingan nak,
parang ganas medannyo kejam,
tekad mambantu nan partamo,
misiu nan kaduo.

Ragu-ragu dalam basikap,
bimbang satiok kaputusan,
alamaik awak mati,
satokok awak lah kalah sabalun parang.

Urang panggamang mati jatuah nak,
urang pandingin mati anyuik,
takuik jo bayang-bayang surang.

Dek sabab karano itu,
yakin-yakin jo pandirian.
Jaan bak payuang tagajai pasak jo lamah bingkai,
Sa ambuih angin lalu,
awak lah kucuik mati aka.

Tapi naiakkan panji-panji awak tu,
bangkikkan Nur Muhammad,
kipehlah baro tungku batin.

Sakali masuak ka galanggang,
pantangkan babaliak pulang.
Patah sayok batungkek paruah,
lagu nan usah tabangkalai,
cilako ayam disabuangan.
(Disadur dari Kaset: Pitaruah Ayah, Yus Dt Parpatiah)